Chapter 4 - Rintangan pertama

Chapter 4

Rintangan pertama

Sudah dua hari sejak Gantara dan Ruanindya meninggalkan gua tempat mereka bermalam pada hari pertama mereka dalam pelarian, sejak itu pula keduanya keluar masuk dari satu desa ke desa lain semakin menjauh dari area istana kerajaan Kertalodra.

"Gantara."

"Hmm?"

"Tidak bisakah aku duduk di belakang saja?"

"Itu tidak aman."

"Tapi kita sudah cukup jauh dari istana."

"Belum cukup jauh."

"Tapi...aku malu..." ucap Ruanindya lirih, ia benar-benar merasa malu, setiap mereka melintas orang-orang selalu menatap mereka dengan pandangan aneh, bagaimana tidak? Ia sekarang menyamar menjadi seorang lelaki dan harus menunggang satu kuda dengan lelaki lain dan lebih parahnya ia duduk di depan sedangkan yang memegang tali kekang untung mengendalikan kuda duduk di belakang, posisi itu wajar tapi kalau saja ia masih berdandan dan berpakaian layaknya seorang gadis tapi sekarang ia sedang dalam penyamaran menjadi seorang lelaki, jadi ini terasa sangat memalukan.

Bukan hanya malu akan pandangan orang, entah kenapa ia juga merasa malu karena dirinya sendiri, ketika punggungnya menempel pada dada bidang dan perut berotot Gantara apalagi ketika ia sampai tertidur dan menyebabkan kepalanya tanpa sengaja bersandar pada bahu kekar Gantara, semua itu terasa hangat, nyaman dan membuatnya merasa aman, namun semua itu juga membuatnya merasa sangat malu, ditambah hembusan nafas hangat Gantara yang selalu menerpa tengkuknya, itu makin memperparah rasa malu Ruanindya.

Gantara mengangkat satu alisnya tebalnya, "Malu kenapa?" Tangannya masih tetap memegang tali kekang dan mengarahkan Beliung yang hanya berjalan santai menuju sebuah warung yang tidak jauh di depan mereka.

"Aku sekarang seorang lelaki, dan kau selalu membawaku duduk di depanmu di atas kuda seperti layaknya seorang wanita, orang-orang pasti menganggap ini sangat aneh dan mereka pasti menertawakanku," Ruanindya hanya berani mengungkapkan alasan pertama, sedangkan alasan kedua biarlah jadi rahasianya sendiri.

Walaupun sekarang wajah ayunya ditutupi topeng putih hampir seluruh bagian wajahnya dan hanya menyisakan bagian bibir tipis semerah mawarnya yang terlihat, rasa malu tetaplah rasa malu sekalipun misalnya ia menyembunyikan diri di dalam tanah.

"Lebih baik aku membuatmu malu dengan itu dari pada ketika kau duduk di belakangku lalu ada yang memanahmu atau menikammu diam-diam dan kau mati," kata mati diucapkan Gantara dengan begitu ringan hingga membuat Ruanindya kesal, namun ia juga merasa terharu pada saat bersamaan karena secara tidak langsung panglima itu mengkhawatirkan keselamatannya.

"Tsk!" Ruanindya berdecih sebelum melanjutkan kata-katanya, "terserah kau saja."

"Oh iya, lebih baik kau tidak berbicara kalau berada di depan banyak orang, suaramu bisa mengungkapkan identitasmu," tentu saja yang dikatakan Gantara benar adanya, sekalipun Ruanindya manja dan suka mengeluh, namun suaranya benar-benar suara seorang gadis yang enak untuk didengar, suara yang merdu dan renyah.

Ruanindya kembali berdecih, ia harus menyamar menjadi seorang lelaki, wajahnya harus ditutupi dengan topeng dan sekarang bahkan ia tidak boleh bersuara? Menurut Sang Putri ini benar-benar keterlaluan.

Ruanindya tidak mungkin hanya diam saja dan tidak berbicara seperti orang bisu jadi ia menemukan ide yang menurutnya cemerlang, ia berdehem beberapa kali lalu dengan suaranya yang ia buat sebesar dan seberat mungkin ia berkata, "Bagaimana kalau seperti ini?"

Gantara yang mendengar suara baru yang dibuat Ruanindya untuk menirukan suara seorang laki-laki, pendekar tampan itu sekuat tenaga menahan tawanya agar tidak pecah, "Baiklah, kau bisa berbicara seperti itu. Setidaknya orang-orang akan mengira kau lelaki yang punya masalah dengan tenggorokan yang sakit," ucap Gantara santai tanpa merasa ucapannya kejam sedikitpun dan Ruanindya hanya bisa mencebikan bibirnya dengan kesal.

Begitu meraka sampai disebuah warung di pinggiran desa yang mereka masuki, Gantara menarik tali kekang Beliung hingga kuda gagah itu menghentikan langkah kakinya, Gantara melompat turun dari kuda lalu seperti biasa mengulurkan tangan untuk memegang pinggang Ruanindya dan membantunya turun dari kuda, namun sebelum itu terjadi Ruanindya segera menolaknya, Ruanindya ingin menghindari rasa malu karena warung itu cukup ramai, kedatangan mereka saja sudah mengundang beberapa perhatian orang-orang di sana apalagi kalau sampai ia yang kini seorang pendekar laki-laki dibantu turun dari kuda oleh lelaki lainnya pasti akan jadi bahan tertawaan seluruh orang yang ada diwarung.

Namun rencana hanya tinggal rencana, kadang dalam pelaksanaannya tidak berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Ketika Ruanindya berusaha turun dari atas Beliung, kakinya malah terpeleset dari pijakan pelana yang menyebabkannya tergelincir dan jatuh, beruntung dengan cekatan Gantara menangkap tubuh Ruanindya dalam pelukannya hingga tubuh Sang Putri tidak harus sampai menghantam tanah.

Rencana pertama Ruanindya untuk tidak menarik perhatian orang terlalu banyak dan membuatnya malu justru malah membuahkan hasil sebaliknya, semua orang yang berada di warung itu kini menatap mereka berdua dan setelahnya terdengar beberapa suara gelak tawa.

Selama menunggu pesanan meraka diantar, Ruanindya yang merasa sangat malu hanya menunduk menghindari tatapan orang-orang, "Rasanya aku ingin menggali lubang di tanah untuk bersembunyi," gumamnya pada dirinya sendiri lalu melirik Gantara, pendekar itu duduk tegak dan santai dengan gampangnya mengabaikan pandangan orang-orang yang terus menatapi meraka, Ruanindya menghela nafas dan benar-benar beranggapan bahwa Gantara memang seperti batu.

Setelah beberapa saat pelayan datang meletakan dua buah kendi[1] kecil berisi air putih, tiga buah layah[2] yang dilapisi daun, dua layah berisi nasi beserta lauk pauknya dan satu layah berisi kue-kue sederhana khas jajanan pasar.

Ruanindya menatap hidangan sederhana di hadapannya, mungkin ketika ia masih tinggal di istana, ia pasti tidak akan mau memakan hidangan seperti ini, namun keadaannya sekarang berbeda, ia sekarang dalam pelarian yang melelahkan dan hidangan sudah cukup membuat air liurnya menetes, tanpa menunggu lama Ruanindya segera menyantap makanan dengan lahap. Gantara yang melihat itu hanya bisa tersenyum samar, sepertinya sang Putri Raja yang manja mulai terbiasa dengan makanan rakyat jelata, tidak seperti pada awal mereka makan di warung sederhana seperti ini, Ruanindya terus protes tentang rasa makanannya yang tidak enak.

Setelah Gantara dan Ruanindya selesai makan mereka segera meninggalkan warung, namun sebelumnya telah membeli beberapa kue untuk dibawa sebagai bekal perjalanan.

Gantara memutuskan untuk berjalan kaki sebentar untuk membiarkan Beliung beristirahat lebih lama, ia berjalan sambil menuntun Beliung sedangkan Ruanindya berjalan di sampingnya dengan wajah masam, sebenarnya ia menolak gagasan Gantara untuk berjalan kaki karena merasa itu sangat merepotkan dan melelahkan tapi melihat Beliung akhirnya ia merasa iba, kuda jantan itu sudah ditunggangi oleh dua orang dewasa dan berlari selama berhari-hari pasti Beliung sangat lelah, akhirnya mau tidak mau Ruanindya setuju untuk berjalan kaki barang sebentar.

Ketika mereka berdua semakin jauh meninggalkan warung di belakang mereka dan melewati tempat yang cukup sepi, dua orang yang tidak dikenal tiba-tiba berdiri di hadapan Gantara dan Ruanindya untuk menghadang jalan.

Merasakam tatapan yang tidak mengenakan dari dua orang asing di hadapannya, tidak bisa tidak membuat Ruanindya bertanya dengan nada yang jelas menunjukan ketidaksukaan dan tanpa sopan santun, "Mau apa kalian?" Sedangkan Gantara hanya diam memperhatikan, pendekar tampan itu sudah tahu bahwa sejak di warung orang-orang itu terus mengawasi mereka dan kemudian mengikuti sampai di sini.

"Kalau kalian ingin selamat, serahkan harta benda yang kalian bawa," ucap salah seorang dari mereka.

"Apa?! Kalian berniat merampok kami? Cih! Dasar dua cecunguk tidak tahu diri," Ruanindya mengangkat dagunya dengan sombong, lalu menunjuk Gantara yang berdiri di sampingnya, "Lelaki ini adalah pendekar yang hebat, mengalahkan dua cecunguk seperti kalian itu hal yang mudah, semudah menepuk lalat."

"Dasar bocah omong besar!" Keduanya terlihat marah dengan kata-kata provokasi Ruanindya, lalu salah satu diantara mereka bersiul kemudian setelahnya tiga belas orang lainnya keluar dari semak-semak, total lima belas orang yang sekarang berdiri di hadapan Gantara dan Ruanindya. Rupanya mereka adalah kelompok bandit yang biasa menghadang orang-orang yang melewati desa itu untuk merampas harta benda mereka, bahkan bandit-bandit itu tidak segan-segan melukai, menculik, memperkosa, bahkan membunuh sekalipun.

Ruanindya yang kaget dengan mata terbelalak menatap lima belas pria yang bertampang menyeramkan di hadapannya, kesombongannya sirna dan segera menciut, perlahan ia beringsut melangkah mundur bersembunyi di balik tubuh tinggi dan tegap Gantara.

"Kisanak[3], kami tidak mempunyai harta benda yang kisanak inginkan," akhirnya Gantara membuka suara masih dengan nada yang sangat tenang.

"Jangan banyak omong, serahkan buntalan kain yang kalian bawa, sekalian dengan pemuda kecil dengan omong besar di belakangmu itu. Dia cukup lumayan untuk dijual sebagai budak, aku dengar ada saudagar kaya yang suka meniduri sesama lelaki hahaha..." salah satu lelaki yang berbadan paling besar dan tinggi diantara semuanya berbicara lantang kemudian tertawa sambil mengacungkan pedangnya kearah Gantara, terlihat sepertinya lelaki itu adalah ketua dari para bandit.

Di belakang punggung Gantara, mata Ruanindya melotot seperi hampir keluar dari tempatnya, kedua tangannya segera ia silangkan di depan dadanya memeluk tubuhnya sendiri, meskipun Gantara adalah panglima perang dan terkenal dengan kekuatannya tapi Ruanindya tidak pernah melihat langsung seberapa kuat Gantara, jadi Ruanindya ragu apakah Gantara akan bisa menang melawan lima belas orang sekaligus sendirian, tentu saja ia sendiri tidak bisa dihitung karena Ruanindya memang tidak bisa ilmu silat sama sekali.

Ruanindya begidik ngeri membayangakan ia yang seorang Putri Raja harus menjadi korban para bandit dan berakhir dengan dijual sebagai budak kepada lelaki mesum. Ruanindya menepuk mulutnya sendiri, merasa menyesal karena telah lancang dalam berbicara.

"Maaf, permintaan Kisanak tidak bisa aku penuhi," nada bicara Gantara masih tetap sama tenangnya, tak sedikitpun tedengar getar ketakutan.

Dengan santai Gantara membalikan tubuhnya memunggungi para bandit dan menatap Ruanindya sambil memberikan tali kekang Beliung ke tangannya, "Mundur sedikit lebih jauh," perintah Gantara dengan nada suara yang dingin, Ruanindya mengira ini akhir dari perjalanannya dengan Gantara, dan ia mengira Gantara menyuruhnya kabur ketika dirinya dikalahkan. Setelah mendengar perintah Gantara, Ruanindya segera mundur sambil membawa Beliung bersamanya dalam jarak yang cukup jauh, namun masih bisa melihat Gantara dan para bandit dengan jelas.

Mendengar penolakan Gantara, ditambah melihat sikapnya yang menunjukan kalau Gantara menyepelekan mereka dengan cara memunggungi mereka membuat para bandit naik pitam, ketua bandit dengan marah berteriak, "Sialan! Kau rupanya lebih memilih mati! Bunuh dia!" Dengan perintah dari pemimpin mereka, para bandit itu berteriak sengit sambil berlari kearah Gantara dengan segala senjata tajam yang mereka gunakan, tanpa tahu malu mereka bermaksud mengeroyok Gantara yang seorang diri tanpa ampun.

Gantara yang melihat para bandit yang berlari berhamburan kearahnya hanya mengeluarkan suara, "Hmm" kemudian salah satu sudut bibirnya melengkung membuat sebuah senyuman miring, tangannya meraih gagang pedang yang ia gantung di belakang punggungnya lalu menarik pedang Pancasona miliknya keluar dari sarungnya, kilau tajam pedang itu seolah seperti rasa haus darah akan musuh-musuhnya. Sambil menghunuskan pedangnya Gantara berlari dengan langkah yang seolah seringan angin menyambut serangan para bandit, menghindari sabetan senjata para bandit dengan lihai, menangkis pukulan yang meluncur kearahnya dengan mudah, pedang di tangan Gantara berayun dari sisi ke sisi yang lain dengan indahnya seolah sedang menari dengan semburat merah darah yang mulai menghiasi mata pedang, menggores, menusuk, dan menyayat bahkan menggorok musuh-musuhnya tanpa ampun. Satu persatu keempat belas bandit itu sekarang sudah tumbang ketanah bersimbah darah tanpa nyawa, menyisakan ketua bandit dengan wajah pucat dan tubuh gemetar ketakutan.

Dengan terkencing-kencing ketua bandit itu lari tunggang langgang berusaha menyelamatkan dirinya sendiri, namun gantara dengan cepat melompat tinggi dan mendaratkan kedua kakinya diatas bahu ketua bandit, mengapit kepala ketua bandit dengan kuat menggunakan kedua kakinya lalu memutar tubuhnya hingga kepala si ketua bandit terpelintir dan tulang lehernya patah, ketika Gantara melompat turun, tubuh tak bernyawa ketua bandit langsung ambruk ketanah.

Ruanindya menganga menyaksikan peristiwa yang terjadi di depan matanya, ada rasa ngeri yang amat sangat karena ini adalah pertama kalinya ia menyaksikan pembunuhan dengan mata kepalanya sendiri tapi ada rasa kagum dan terpesona, ia seolah melihat kejadian tadi dalam gerakan slow motion, Gantara yang gagah dengan kilau pedangnya yang indah seolah menari di atas hamparan kain satin sutera merah seperti angin yang lembut, sangat mempesona, sangat menakjubkan.

[1. Kendi adalah tempat air seperti teko yang terbuat dari tanah liat. Kendi dikenal di seluruh dunia dan berkembang di Mesir, China, Jepang, Thailand, dan Indonesia. Sebutan 'kendi' pada umumnya dikenal di seluruh Asia Tenggara.]

[2. Layah adalah sejenis piring yang terbuat dari tanah.]

[3. Kisanak bisa diartikan saudara laki-laki yang dihormati, panggilan hormat oleh para pendekar silat jaman dahulu kepada orang yang belum dikenal.]

Bersambung..

Jangan lupa like, tip, follow & comment ya ^^

Terpopuler

Comments

Nurwana

Nurwana

lnjut

2021-04-20

0

Agus Hapiludin

Agus Hapiludin

good

2020-08-28

0

Manimbul Lubis

Manimbul Lubis

lanjut

2020-07-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!