Runaway

Runaway

Chapter 1 - Prahara

Chapter 1

Prahara

Rambut hitam yang lurus, panjang dan lembut seperti hamparan sutra hitam itu kini seolah menari dan meliuk mengikuti arah angin, hembusan angin membawa wangi tiap helainya menguar keudara.

Sosok Ayu[1] yang biasanya menyaksikan lembayung senja menghiasi langit sore Kertalodra itu kini tengah menengadahkan paras indahnya memandang gumpalan-gumpalan awan hitam yang bergulung seperti ombak yang besar, tangannya yang putih dan ramping dengan jari jemari lentiknya terulur seolah tengah mencoba meraih udara yang terasa dingin menyentuh kulit halus mulusnya yang seperti porselen.

[1. Ayu \= cantik]

Sore ini sangat mendung dan langit gelap menyelimuti namun tak kunjung turun hujan seolah hanya menyiratkan sebuah duka atau firasat buruk pada setiap mata yang memandangnya.

Sosok gadis ayu itu tak lain dan tak bukan adalah Ruanindya Galuh Winarang, anak tunggal dari Raja Arya Tirta Kusuma Winarang dan permainsurinya Dewi Ayu Galuh Ningtyas, Putri dari Kerajaan Kertalodra.

Putri Ruanindya Galuh Winarang adalah Gadis tercantik di seluruh penjuru kerajaan Kertalodra. Namun selain kecantikannya yang tersohor, sang Putri juga diketahui memiliki tubuh yang lemah namun tak seorang pun tahu penyakit macam apa yang diderita Ruanindya, itu sebabnya ia dilarang meninggalkan istana oleh ayahandanya sendiri.

Kerajaan Kertalodra adalah kerajaan yang luas dan makmur, bangunan istananya terlihat megah, indah dan besar.

Namun tetap saja tidak ada yang sempurna di dunia ini begitu pula kerajaan Kertalodra, jauh dari pusat kerajaan, kemiskinan rakyat dan kejahatan masih tersebar dan merajalela.

Arya Tirta Kusuma Winarang adalah Raja yang penuh wibawa dan sakti, ia telah menaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya untuk tunduk di bawah kekuasaan Kertalodra, namun kesuksesan itu tidak ia capai sendiri, Sang Raja mempunyai senjata pamungkas yang menjadi kebanggaannya, yaitu Panglima besar Gantara Wisesa. Panglimanya yang paling kuat, gagah, perkasa, dan tanpa ampun, selalu memenangkan perang yang ia dan pasukannya hadapi.

Malam itu setelah makan malam bersama Ayahanda dan Ibundanya, entah kenapa Ruanindya berbaring dengan gelisah di atas ranjang kayunya yang mewah, besar dan empuk berbalut kain beludru lembut kualitas terbaik miliknya.

Sang Putri Kertalodra menghela nafas lesu beberapa kali, tidak ada keinginan untuk berjalan-jalan mengelilingi istana indahnya seperti biasa atau sekedar bermain dengan para dayang yang selalu melayaninya. Ia sedari tadi hanya membolak-balikkan tubuhnya dari satu sisi ke sisi yang lain.

Malam ini seolah membawa suasana kelam pada hatinya, tanpa ia sendiri tahu penyebabnya.

Brak!

Pintu kamar sang putri dibuka secara paksa dan cepat sehingga menimbulkan suara yang keras yang dihasilkan dari benturan daun pintu dengan dinding kamarnya.

Ruanindya terperanjat kaget, lamunanya buyar seketika, dan ia mendudukan tubuhnya dengan segera demi melihat siapa pelaku yang begitu lancang menerobos masuk ke kamar seorang Putri Kertalodra tanpa tata krama.

Mata bulat dan jernih sang putri bertemu dengan sosok lelaki gagah, tinggi dan tampan yang kini berjalan cepat mendekat kearahnya, kalau saja ia bertemu dengan sosok lelaki tampan itu bukan dalam keadaan seperti ini mungkin ia akan jatuh cinta pada saat itu juga. Namun, apa yang dilakukan sosok lelaki tampan dihadapannya kini membuatnya marah. Dengan mengumpulkan keberaniannya Sang putri mengangkat dagunya dengan angkuh, mencoba menunjukan kuasa dan wibawanya sebagai seorang putri Kertalodra, "Siapa kau?! Beraninya--"

Belum sempat Ruanindya menyelesaikan ucapannya, sosok gagah dan tampan itu telah mencengkram lengannya dan menariknya turun dari atas ranjangnya yang nyaman, "Ikut aku, cepat!"

"Tidak! Aku tidak mau! Kau pasti penculik atau pembunuh! Lepaskan aku! Toloooong!" Ruanindya memberontak dan terus berteriak mencoba melakukan perlawanan pada sosok yang kini tengah membawanya secara paksa dan berharap para prajurit yang berjaga akan segera masuk dan menolongnya lepas dari lelaki yang tidak ia kenal yang tengah mencoba akan membawanya entah kemana, namun hasilnya nihil, sekeras apapun ia berteriak tidak ada satupun penjaga yang masuk untuk menolongnya.

karena Ruanindya terus memberontak, sosok itu akhirnya memegang kedua bahu kecil dan putih sang putri lalu menatapnya dengan mata elangnya yang tajam, "Dengarkan aku! Aku Gantara Wisesa, Panglima Kertalodra. Aku diutus Gusti Prabu Arya Tirta Kusuma Winarang untuk menyelamatkanmu dan membawamu pergi dari sini. Jangan banyak bertanya, aku akan menjelaskannya nanti," melihat gelagat sang putri yang tidak akan menurutinya, Gantara dengan terpaksa menotoknya hingga Ruanindya tidak bisa bergerak sama sekali dan akhirnya terkulai lemas jatuh ke lengan kokoh Gantara.

Gantara segera memanggul tubuh Ruanindya pada bahu kekar dan lebarnya, dengan mudah melompat dari atas jendela kamar sang putri, berlari tanpa suara dan kemudian dengan ringan kembali melompati pagar istana yang tinggi tanpa kesulitan sedikitpun seolah itu hanya palang yang rendah lalu mendarat pada punggung seekor kuda jantan yang gagah.

Gantara mendudukan sang putri dihadapannya, dalam perlindunganya, "Hiaaa!" Tanpa menunggu lama, pendekar tampan itu segera menghentakan kakinya pada tubuh kekar kudanya, setelahnya kuda Jantan itu segera melesat dan berlari kencang meninggalkan istana yang penuh teriakan dan kobaran api pemberontakan.

Pada malam yang dingin itu, tubuh Ruanindya gemetar bukan hanya karena kedinginan namum juga karena ia ketakutan, Ruanindya takut membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya, sejujurnya ia belum percaya sama sekali pada lelaki yang mengaku sebagai panglima utusan Ayahandanya, bisa saja lelaki yang sekarang membawanya itu berbohong dan ia hanya seorang penculik atau bahkan pembunuh.

Ruanindya memang selalu menginginkan dan membayangkan dirinya bisa dengan bebas berjalan-jalan keluar istana, berpetualang dan melihat dunia luar, namun bukan begini cara yang ia inginkan, terlalu menakutkan dibawa keluar secara paksa pada malam hari oleh lelaki yang tidak ia kenal. Entah apa yang akan dilakukan lelaki itu padanya, membayangkannya saja sudah membuat Ruanindya gemetar ketakutan dan berkeringat dingin, apalagi ketika ia dibawa pergi dengan kuda ia juga mendengar keadaan istana yang tiba-tiba menjadi riuh tanpa tahu penyebabnya.

Masih segar dalam ingatan Gantara, ketika pemberontakan itu meledak ia segera bergegas menemui Raja untuk melindunginya, namun Raja menolak dan malah memandatkannya tugas untuk membawa pergi Ruanindya dan melindungi keselamatan putri semata wayangnya apapun yang terjadi.

"Tidak Gusti prabu [2], sudah tugas hamba untuk melindungi keselamatan Gusti Prabu."

[2. Gusti Prabu \= Yang mulia raja]

"Gantara Wisesa! Aku memerintahkanmu untuk melindungi putriku!" Wajah Raja Arya Tirta Kusuma Winarang mengeras dengan suara memerintah seorang Raja yang penuh kuasa dan tidak bisa ditolak, namun sedetik kemudian matanya menatap Gantara penuh dengan permohonan, "Nyawa putriku lebih berharga dari nyawaku sendiri panglima, tidak ada gunanya aku hidup kalau nyawa putriku sendiri tidak selamat. Aku percaya kau bisa melindunginya."

Gantara akhirnya mau tidak mau menerima tugas yang dibebankan Raja padanya, Raja Arya Tirta Kusuma Winarang bahkan memberinya sebuah buntalan kain yang isinya perbekalan untuk perjalanan putrinya dalam pelarian, seolah Raja berwibawa itu memang sudah tahu akan terjadi pemberontakan pada tahtanya.

Di sisi lain ketika kedua orang itu --Gantara dan Ruanindya-- telah pergi meninggalkan Istana kerajaan, sang Raja tengah menghadapi pemberontakan Patih[3] Gandatala dan antek-anteknya.

Sebenarnya Raja Arya Tirta Kusuma Winarang sudah lama melihat keserakahan pada mata Patih Gandatala, namun sang Raja tidak ingin semena-mena menuduh Patihnya begitu saja tanpa bukti yang jelas, jadi Raja Arya Tirta Kusuma Winarang hanya bersiap dengan segala kemungkinan hingga akhirnya malam pemberontakan ini terjadi.

Patih Gandatala sendiri memang sejak dulu telah berambisi untuk merebut tahta dari Arya Tirta Kusuma Winarang dan menjadi raja Kertalodra.

Jadi perlahan dan dengan diam-diam, Patih Gandatala telah membangun kekuatannya sendiri dan mempersiapkan semuanya untuk malam pemberontakan ini sejak lama.

Pasukan istana telah dipukul mundur dan semakin terdesak. Patih Gandatala secara pribadi langsung menghadapi Raja Arya Tirta Kusuma Winarang, Sang Raja yang memang sakti tentu tidak mudah untuk dikalahkan, namun karena permainsuri Dewi Ayu Galuh Ningtyas tertangkap lalu dijadikan sandera dan diancam akan dibunuh, akhirnya mau tak mau membuat Sang Raja Kertalodra menyerah.

Memanfaatkan kesempatan itu, Patih Gandatala dengan sengaja segera melancarkan serangannya hingga membuat Raja Arya Tirta Kusuma Winarang terluka parah.

Patih Gandatala segera mengirimkan Raja Arya Tirta Kusuma Winarang kedalam penjara bawah tanah dan membelenggunya dengan rantai yang berlapis-lapis dan penjagaan yang ketat.

Termasuk permainsuri dan semua orang yang tidak mau tunduk pada kekuasaannya juga tidak luput ia jebloskan kedalam penjara kerajaan tanpa belas kasihan sedikitpun.

Kekalahan Raja Arya Tirta Kusuma Winarang pada pemberontakan Patih Gandatala bukan semata-mata disebabkan karena prajurit-prajurit kerajaan Kertalodra yang lemah namun Patih Gandatala memang telah menghimpun kekuatan, beberapa pejabat dan prajurit berbelot memihaknya dan ia juga merekrut pendekar-pendekar kuat dan sakti mandraguna dari segala penjuru untuk bekerja di bawah perintahnya ditambah dengan ketidakberadaan sang Panglima besar Gantara Wisesa dalam menahan gempuran para pemberontak.

Ketidakberadaan Gantara menyebabkan kecurigaan Patih Gandatala, dan kecurigaannya segera terbukti dan menjadi nyata ketika orang-orangnya melaporkan padanya bahwa mereka tidak menemukan Putri Ruanindya Galuh Winarang bahkan di kamar sang Putri sendiri.

Patih Gandatala menggeram marah dan segera menyuruh beberapa pendekar untuk segera melakukan pengejaran.

Keadaan istana Kertalodra yang biasanya terlihat megah dan indah kini terlihat carut marut, mayat bergelimpangan dan noda darah tergenang di mana-mana.

Ketika kuda yang membawa dirinya dan Ruanindya sudah berlari cukup jauh dari istana, Gantara segera melepaskan totokan pada tubuh sang putri lalu berbicara dengan suara beratnya tepat ditelinga Ruanindya, "Sedang terjadi pemberontakan di istana, dan hamba diutus untuk menyelamatkan Putri dalam sebuah pelarian."

Mata Ruanindya terbelalak, mulutnya terasa kelu, dalam suara lelaki dibelakangnya tidak terdengar sedikit pun suatu kebohongan.

Bersambung...

**Sedikit pengenalan tokoh-tokoh dalam cerita :

Gantara Wisesa, Panglima besar kerajaan Kertalodra.

‎Ruanindya Galuh Winarang, Putri tunggal Raja dan Permainsuri Kertalodra.

‎Arya Tirta Kusuma Winarang, ayah Ruanindya, Raja Kertalodra.

‎Dewi Ayu Galuh Ningtyas, ibu Ruanindya, Permainsuri Raja Kertalodra.

‎Gandatala, Patih Kertalodra, pemberontak.

Hallo saya Rui. Salam kenal, semoga pembaca sekalian menyukai karyaku yang satu ini. Mind to like, tip, follow & comment**?

Terpopuler

Comments

Nurwana

Nurwana

lnjut Thor...

2021-04-20

0

Andi Wahyu

Andi Wahyu

bagus juga,,sejarah kebudayaan ,ada sisi romantis,,aku suka,,lanjut thor

2020-08-06

1

Arinimase

Arinimase

Eh, ini sebenarnya bagus loh ceritanya. mirip kayak buku yang diterbitin sama Gramedia. taulah....

tapi, sugoiii bagus mantap! sampai sini!

2020-08-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!