Chapter 2
Pelarian
Derap langkah kaki kuda yang tengah berpacu untuk berlari dengan cepat membelah keheningan malam, kepulan debu yang membumbung sepanjang jalan yang kuda itu lewati tersamarkan oleh gelapnya malam.
Kuda hitam jantan, besar dan gagah itu sama sekali tidak terlihat lelah bahkan setelah menempuh jarak yang jauh, kecepatan larinya bahkan belum menurun sedikitpun.
"Hiaa!!!" Teriakan lantang itu berasal dari salah satu sosok yang menunggangi kuda hitam itu, kedua kakinya menghentak menepuk sisi badan kuda. Itu seperti perintah mutlak untuk sang kuda supaya menambah kecepatan berlarinya, seiring dengan hentakan kaki si penunggang kuda derap langkah kaki kuda menjadi lebih cepat dan lebih cepat lagi.
Samar terlihat ada dua sosok menunggangi kuda gagah itu. Satu sosok yang sedari tadi terus memegang tali kekang kudanya, dialah tuan dari kuda gagah itu. Sosoknya sendiri lebih gagah dari kuda yang ia tunggangi, memakai pakaian hitam yang membalut tubuh tinggi dan kekarnya, rambut hitam sepunggungnya hanya diikat sebagian dengan sederhana, wajahnya luar biasa tampan, namun dengan garis yang sangat tegas, sorot matanya tajam seperti elang yang memandang lurus kearah jalan di depannya. Jelas bahwa itu adalah sesosok pendekar yang sangat kuat.
Di hadapannya duduk satu sosok lain yang seolah berada dalam kungkungan tubuh sang pendekar, sosok itu berkulit putih dengan pakaian sutra indah membalut tubuhnya yang jauh lebih kecil dari sang pendekar. wajahnya ayu dan halus, hidungnya bangir, bibirnya tipisnya sewarna mawar yang sedang mekar menambah keindahan parasnya, rambut panjang hitamnya digelung diatas kepalanya dengan sebuah mahkota emas, dari mata bening teduhnya terus mengalirkan airmata membuat jejak basah dipipinya hingga menetes mengenai tangan sang pendekar. Sosok gadis ayu itu terlihat sangat rapuh.
Merasakan basah di punggung tangannya yang sedang memegang tali kekang, sang pendekar melirik gadis yang duduk di hadapannya. Bahkan dengan sinar cahaya bulan yang remang malam itu sang pendekar masih tetap bisa melihat pipi gadis di hadapannya basah karena air mata, ternyata gadis ayu itu sejak tadi belum berhenti menangis. Sang Pendekar menghela nafas, ia berpikir kalau ia lebih baik memimpin beribu-ribu pasukan dalam medan perang, dibandingkan harus menjadi pengawal dan merawat seorang putri raja yang terkenal manja.
Sang pendekar tampan itu memang tak lain dan tak bukan adalah Panglima Gantara Wisesa, panglima yang paling kuat dan sakti di kerajaan Kertalodra. Kekuatan Gantara terkenal diantara kawan maupun lawannya, tersohor di dalam kerajaan Kertalodra bahkan sampai kerajaan lain karena berhasil memimpin pasukannya memenangkan banyak perang bahkan yang paling berdarah.
Ia telah membuat beberapa kerajaan lainnya untuk tunduk dibawah kekuasaan kerajaan Kertalodra.
Dari sosok Gantara Wisesa bukan hanya kekuatannya saja yang tersohor namun juga ketampanannya, bukan hanya rupanya yang bagus namun tingkah laku dan tutur katanya dalam berbicara juga baik, jauh berbeda dengan para pendekar lainnya yang biasa berbicara dan bertindak kasar. Dengan semua kelebihan itu tidak heran Gantara berhasil mencapai posisinya sekarang di usia mudanya. Oleh karena itu, banyak pejabat kerajaan yang menawarkan putrinya untuk dijadikan istri oleh Gantara, namun dengan halus Gantara selalu menolaknya.
Gantara Wisesa adalah satu-satunya murid dari empu Indrayana yang tersohor, bukan hanya karena bisa membuat pedang dan keris[1] yang sangat bagus namun juga karena kesaktiannya dalam ilmu beladiri dan ilmu kanuragan[2], awalnya ia tidak memiliki murid karena ia tidak mau ilmunya disalahgunakan dan berbuah dosa untuknya, namun Gantara adalah anak yatim piatu yang tidak sengaja ia temukan hampir mati kelaparan di sebuah desa terpencil, empu Indrayana bisa melihat bahwa watak anak itu baik dan memiliki cikal bakal tenaga dalam yang besar, jadi empu Indrayana membesarkan anak itu dan menurunkan semua ilmu dan kesaktiannya pada Gantara. Setelah merasa tugasnya selesai, empu Indrayana menghabiskan masa tuanya bertapa digunung menyucikan dirinya sampai sang kuasa (Tuhan) menjemputnya.
"Kita harus kembali. Bagaimana dengan Ayahanda dan Ibunda?" Suara bergetar karena tangis menembus indra mendengaran Gantara, pemilik suara itu tak lain dan tak bukan adalah Putri dari kerajaan Kertalodra, Ruanindya Galuh Winarang anak tunggal dari Arya Tirta Kusuma Winarang, raja Kertalodra. Orang yang kini harus Gantara lindungi dan rawat dalam pelarian akibat dari prahara yang ditimbulkan dari pemberontakan oleh Patih[3] Gandatala.
Dalam anggapan Gantara Wisesa, seorang putri adalah seorang gadis yang sangat dimanjakan, yang hanya bisa memerintahkan dayang-dayangnya sesuka hati, mendapatkan apapun yang mereka inginkan tanpa perlu bersusah payah, tidak bisa melindungi diri sendiri karena biasanya seorang putri tidak akan tertarik belajar seni bela diri atau pun ilmu kanuragan[2] yang melelahkan, oleh karena itu Gantara tidak begitu menyukai sang Putri Raja namun hanya ia simpan di hati dan tidak berniat mengungkapkannya untuk menghormati Raja sebagai junjungannya. Bagaimana pun Raja Arya Tirta Kusuma Winarang adalah lelaki yang sangat kuat dan berwibawa yang ia sendiri kagumi dan ia jadikan panutan.
"Tidak bisa, Gusti Prabu [4] menitahkan hamba untuk membawa Putri sejauh mungkin dan melindungi Putri dari para pemberontak," walau pun Gantara tidak menyukai Ruanindya, tapi ia tahu batasan dalam hal tata krama dalam berbicara.
Ruanindya tahu kalau titah raja untuk prajurit seperti Gantara adalah mutlak, "Bagaimana bisa...pemberontakan..." ucapnya kembali terisak. Kini ia jauh dari Ayahanda dan Ibundanya, jauh dari kerajaannya dan di bawah kejaran para pemberontak yang ingin membunuhnya, bahkan Ayahandanya hanya mengirimnya dalam pelarian dengan satu pengawal. Ia memang tidak terlalu mengenal Gantara bahkan sebelumnya tidak tahu seperti apa wajah dan sosoknya, namun Ruanindya cukup tahu kalau orang yang bernama Gantara Wisesa adalah pendekar terkuat di Kertalodra, Panglima besar kebangggaan Ayahanda Raja, bahkan ia sering mendengar dayang-dayang membicarakan sang Panglima kemudian memuji kekuatan dan ketampanan Gantara Wisesa. Namun tetap saja semua ini tidak dapat dipercaya, hanya satu orang untuk melindungi Putri tunggal Raja? Yang benar saja.
Gantara mengarahkan kudanya melesat memasuki sebuah gua, ia melihat sekeliling gua dan setelah merasa kalau gua tersebut cukup aman untuk mereka beristirahat malam ini, Gantara segera melompat turun dari kuda, "Mari saya bantu Putri turun," Gantara memegang pinggang ramping Ruanindya sementara Ruanindya sendiri segera memegang bahu kokoh Gantara, setelahnya dengan mudah seperti mengangkat sehelai bulu, Gantara mengangkat tubuh Ruanindya turun dari kuda. Untuk ukuran pendekar yang kuat seperti Gantara, tubuh langsing dan ramping sang Putri yang terawat terasa sangat ringan.
"Kenapa kita berhenti disini?" Kini giliran Ruanindya yang menatap sekeliling gua, namun sejauh yang ia lihat hanya gelap, tentu saja matanya tidak setajam mata pendekar seperti Gantara.
"Kita bermalam disini," Gantara mengambil buntalan kain yang menggantung dipelana kudanya.
"Disini sangat gelap, aku tidak bisa melihat apapun," Ruanindya mulai panik, tangannya seolah menggapai-gapai udara kosong mencoba meraih Gantara.
Gantara mengetahui Ruanindya yang mulai panik segera meraih tangannya, "Tenanglah Putri," kemudian gantara mengarahkan tangan Ruanindya untuk memegang leher kudanya, "Tunggulah disini sebentar dengan Beliung, aku akan mencari kayu bakar didepan gua."
"Beliung? Siapa itu?" Ruanindya mengedipkan matanya dengan tidak mengerti.
"Itu kudaku."
"Apa?" Ruanindya tidak bisa menahan kekehannya, "Kau memberi nama pada kudamu? Manisnya," setelah mengatakan itu ia kembali terkekeh, merasa lucu sekaligus senang bisa menggoda --mencemooh--Panglima besar di hadapannya.
Gantara mengabaikan perkataan Ruanindya, ia memang sengaja memberi nama pada kudanya supaya kudanya bisa dengan mudah ia panggil bahkan untuk menciptakan keterikatan yang kuat dengan kudanya, Gantara merawat sendiri kudanya sedari kuda itu masih kecil, "Hamba akan pergi sekarang," ketika ia mulai melangkah, Ruanindya segera mencegahnya.
"Tunggu tunggu! Kau bermaksud meninggalkanku di dalam gua yang gelap ini di bawah perlindungan seekor kuda? Apa kau gila?" Berbeda dengan nada bicaranya tadi yang diselingi kekehan, kali ini nada bicara Putri Raja itu terdengar kesal.
"Beliung adalah kuda yang tangguh." Gantara mencoba menenangkan Ruanindya, dengan alasan yang menurutnya logis.
"Tidak! Aku tidak mau! Aku harus ikut kemana pun kau pergi," Sedangkan Ruanindya merasa alasan Gantara sangat konyol.
Karena Gantara sama sekali tidak ingin berdebat dengan Ruanindya akhirnya mereka berdua pergi bersama mencari kayu bakar sedangkan Beliung masih tetap di dalam gua.
Setelah terkumpul kayu bakar yang cukup ditambah telinga Gantara yang sudah tidak tahan mendengar keluhan dari mulut Ruanindya akhirnya mereka kembali ke dalam gua.
Gantara segera membuat api unggun dan seketika gua menjadi terang, awalnya dia sama sekali tidak ingin menerangi gua ini sedikitpun karena bisa memancing musuh mengetahui di mana mereka bersembunyi tapi sepertinya Ruanindya tidak akan mau diam dalam gua yang gelap jadi ia terpaksa membuat api unggun.
Gantara membuka buntalan kain yang ia bawa, di sana ada beberapa setel pakaian, beberapa potong kain yang panjang, sebuah topeng dan dua buah apel bahkan 5 kantong koin emas. Gantara lalu mengambil satu setel pakaian, melihat pakaian di tangannya tidak bisa tidak membuat keningnya mengernyit, yang ia pegang jelas-jelas adalah pakaian untuk seorang lelaki tapi ukurannya benar-benar pas untuk tubuh Ruanindya, akhirnya Gantara mengerti maksud dari pakaian lelaki dan kain panjang bahkan sebuah topeng yang diberikan Raja Arya Tirta Kusuma Winarang padanya didalam buntalan kain, Raja ingin putrinya untuk menyamar menjadi seorang lelaki demi keselamatannya, Gantara kemudian memberikan pakaian laki-laki dan kain panjang itu pada Ruanindya, "Lebih baik Putri mengganti pakaian."
"Kenapa aku harus? Yang aku pakai belum kotor," walaupun bertanya demikian Ruanindya tetap mengambil pakaian yang disodorkan Gantara dan melihat pakaian itu, "Pakaian ini...ini pakaian untuk laki-laki dan sangat jelek," protesnya. Memang pakaian itu adalah pakaian standar yang biasa para pendekar pakai, bukan pakaian sutra indah yang biasa keluarga kerajaan kenakan.
"Mulai saat ini, Putri harus menyembunyikan identitas Putri. Baju kerajaan yang Putri gunakan terlalu mencolok, kalau Putri ingin selamat lebih baik Putri mendengar saranku, lagipula semua barang-barang ini Gusti Prabu Arya Tirta Kusuma Winarang sendiri yang menyiapkan, ia ingin Putri menyamar menjadi seorang lelaki," Sambil menjelaskan Gantara menghamparkan sebuah kain ditanah, kain itu digunakan untuk alas tidur Ruanindya nantinya.
"Lalu untuk apa ini?" Ruanindya mengangkat kain panjang yang diberikan Gantara.
Gantara melihat apa yang di pegang Ruanindya, "kain itu tentu saja untuk membebat dada Putri, agar nampak rata seperti laki-laki," jelasnya tanpa merasa malu ataupun ragu.
"Kau! Beraninya--"
"Itu keinginan Gusti Prabu Arya Tirta Kusuma Winarang," potong Gantara sebelum sang Putri kembali protes.
Wajah Ruanindya tertekuk kesal namun tetap akan mengganti pakaiannya, bagaimanapun Ayahandanya sendiri yang menyiapkan untuknya, "Balikan tubuhmu, awas kalau kau sampai mengintip! akan kucongkel matamu!" Titah Ruanindya dengan suara ketus. Sesuai perintah Ruanindya, selama Ruanindya mengganti pakaian Gantara membalikan tubuhnya membelakangi Ruanindya. Mau tak mau Sang Putri membebat dadanya hingga rata lalu memakai pakaian laki-laki yang diberikan Gantara, "Aku sudah mengganti pakaianku, kau bisa berbalik."
Mendengar itu Gantara segera membalikan tubuhnya dan mengamati penampilan Ruanindya dari ujung kepala sampai ujung kaki, tatapan Gantara masih pada Ruanindya kemudian pendekar gagah dan tampan itu mulai melangkah mendekati Sang Putri.
Melihat Gantara semakin mendekat dengan tatapan tajam dari mata elang Gantara tentu saja membuat Ruanindya tergagap, "Ma-mau apa kau?"
Detik berikutnya tangan Gantara mulai terulur kearah Ruanindya...
[1. Keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara bagian barat dan tengah. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnya berkelok-kelok, dan banyak di antaranya memiliki pamor (damascene), yaitu terlihat serat-serat lapisan logam cerah pada helai bilah.]
[2. Kanuragan adalah ilmu yang berfungsi untuk bela diri secara supranatural. Ilmu ini mencakup kemampuan bertahan (kebal) terhadap serangan dan kemampuan untuk menyerang dengan kekuatan yang luar biasa.]
[3. Patih adalah jabatan Perdana Menteri pada kerajaan Nusantara kuno.]
[4. Gusti prabu sama dengan yang mulia raja.]
Bersambung...
Mind to like, tip, follow & comment? ^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Nurwana
keren
2021-04-20
0
Andi Wahyu
lanjut...💪💪💪
2020-08-06
0