Datang Bulan

"Benar tidak tahu? Aku suamimu dan kamu istriku," Naoki semakin semangat menggoda Hana yang mulai memerah wajahnya. Ia mendekatkan tubuhnya ke arah Hani yang semakin kalang kabut dibuatnya.

"Itu... Aku..." Hani menggigit bibirnya, gugup dan takut jadi satu.

Tidak tahan lagi karena merasa malu, Hani berdiri dan berbalik memunggungi Naoki. Sedetik kemudian Naoki sudah berdiri di depan Hani yang bersiap melangkah menuju sofa.

"Kenapa kamu gugup?" Naoki menahan tangan kiri Hani.

Hani tidak menjawab dan mengalihkan pandangannya ke sembarang arah, asal tidak melihat mata suaminya.

"Saat di balkon tadi, kamu juga gugup seperti ini," Naoki pura-pura meraih wajah Hani yang langsung menghindar, "Apa yang kamu sembunyikan?"

"Aku belum siap," ucapnya lirih hampir tak terdengar.

"Apa? Aku tidak bisa mendengarnya," Goda Naoki dengan mendekatkan sebelah telinganya pada Hani.

"Hmm.... Itu, aku.... Aku sedang..." Hani menggigit bibir bawahnya lagi. Lidahnya kelu untuk mengatakan alasannya. Rasanya ia sangat malu dan ingin segera pergi dari hadapan Naoki, bagaimanapun caranya.

"Aku.. Hmm, itu sedang datang," ucapnya semakin lirih.

"Hani, katakan dengan jelas dan lihat aku," Naoki meraih tangan Hani yang sedari tadi memegangi ujung jilbabnya dengan gusar.

"Aku..." Hani memainkan jemarinya.

"Ya?" Naoki melebarkan senyumnya menantikan pernyataan Hani. Ia sudah menduganya karena ia tidak melihat Hani sholat sekalipun hari ini.

Hani menunduk dalam, "Ada itu,"

"Hmm... ada apa?" Naoki tergelitik melihat ekspresi Hani yang sangat menggemaskan. Ia semakin merapatkan wajahnya pada Hani yang merasa semakin terdesak.

"Aku tidak bisa melakukannya," Hani akhirnya berani menatap mata Naoki yang semakin dekat dengannya.

"Melakukan apa?" Naoki belum puas menggoda istrinya, semakin menanti setiap kata yang akan ia dengar. Ia penasaran bagaimana Hani bersikap menghadapi situasi canggung ini yang memunculkan sisi imut Hani seperti gadis lain pada umumnya, bukan Hani yang sok kuat dan tak tertandingi.

Hani semakin merasa malu dan tertekan karena Naoki memaksanya menjelaskan, "AKU SEDANG DATANG BULAN JADI TIDAK BISA MELAKUKANNYA," ucapnya keras sambil menyentak tangan Naoki yang sedari tadi menahannya.

Hening

Senyum yang sedari tadi menghiasi wajah Naoki tiba-tiba lenyap membuat Hani merasa bersalah karena bertindak di luar kontrolnya. Tidak seharusnya ia berbicara dengan nada tinggi pada suaminya.

"Maaf..." Hani berbalik hendak pergi saat Naoki menariknya ke dalam pelukan dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang miliknya.

Deg deg deg...

Ken mengelus kepala Hani yang menempel di dadanya, sesekali mencium puncaknya dengan sayang. Sementara Hani masih terlihat syok dengan apa yang ia alami saat ini, tubuhnya menegang seperti patung.

Elusan Naoki di kepalanya perlahan membuatnya tenang. Ia bahkan bisa mendengar detak jantung suaminya dan jangan lupakan jantungnya yang sedang berdisko sekarang. Terlebih lagi ia bisa mencium parfum yang Naoki pakai, rasanya ia tidak ingin melepaskan pelukan pria itu karena merasa begitu nyaman.

"Sudah puas belum?" tanya Naoki.

"Nani?" Hani bertanya lirih tidak memahami pertanyaan Naoki.

(Apa?)

"Sudah puas kamu cium aroma tubuhku? Atau mau lebih?" goda Naoki.

Hani mengurai pelukannya detik itu juga dan memukul dada Naoki dengan kedua kepalan tangannya. Bibirnya mengerucut sebal karena Naoki terus menggodanya sejak tadi.

Cup

Naoki menahan kedua tangan Hani dan mencium bibirnya sekilas, "Aku suka saat kamu marah," ucapnya sebelum berlalu ke kamar mandi untuk cuci muka.

*******

Jam dinding menunjukkan pukul setengah dua belas malam tapi Hani masih terjaga. Ia tak bisa tidur, perutnya terasa nyeri, apalagi di sebelahnya sekarang ada orang lain yang membuatnya tidak nyaman. Ia beberapa kali berpindah posisi dan menutup matanya dengan paksa, tapi tetap tak bisa terpejam.

Grep

Naoki menangkap jemari Hani dan membawa tangan mungil itu ke dadanya, "Kamu membuatku tidak bisa tidur," ucapnya dengan mata yang masih terpejam.

Nafas Hani tercekat dan memandang wajah suaminya di bawah bias cahaya lampu dari balkon. Jantungnya berdetak lebih keras dan cepat.

"Ada apa?" Naoki memiringkan badannya menghadap Hani, "Kamu merasa tidak nyaman tidur satu ranjang denganku, hmm?"

"Ano...," Hani bingung menjelaskannya, "Perutku sakit," ucapnya menghadap wajah Naoki.

"Apa kamu lapar? Mau ku buatkan sesuatu untuk dimakan?" tanya Naoki perhatian.

"Bukan," Hani menggigit bibir bawahnya, "Aku datang bulan. Biasanya minum obat atau jamu tradisional, tapi kemarin lupa tidak membawanya. Ibu juga sering memijit perut dan punggungku agar rasa sakitnya berkurang," ucapnya menjelaskan.

"Mau kubantu? Bagian mana yang sakit?" Naoki mencoba meraba perut Hani yang tertutup baju tidurnya.

Hani tersentak dan berusaha menjauh, "Aku baik-baik saja," ucapnya gugup.

"Aku suamimu, kamu lupa? Bukan hanya perutmu, aku bahkan berhak melihat lebih dari itu," Naoki menarik pinggang Hani yang sedetik lalu mundur dan membuatnya hampir jatuh. Naoki meraba perut Hani dengan pelan, "Hadap ke atas," pintanya.

Hani seperti kerbau yang dicucuk hidungnya dan menuruti permintaan Naoki. Naoki semakin mendekatkan tubuhnya, meraih pinggang Hani dan mengelus perutnya perlahan, "Seperti ini?"

Hani hanya bisa mengangguk pelan, merasa geli karena tangan Naoki ada di perutnya. Tapi rasa sakitnya sudah berkurang sekarang. Perlahan ia menutup matanya dan masuk ke alam mimpi.

Naoki tersenyum mendapati gadis kecilnya terlelap begitu cepat. Ia semakin mengeratkan pelukannya dan sesekali mencium kepala Hani yang sekarang ada di atas lengan kirinya.

*******

"Welcome to Indonesia," ucap Hani seraya merentangkan kedua tangannya ke udara begitu mereka keluar dari pesawat. Wajahnya berbinar menghirup udara hangat yang beberapa tahun ini menemaninya.

Naoki segera meraih jemari mungil itu dan menggandengnya menjauh dari orang-orang yang mulai memandangi mereka.

"Hani, sebelah sini" seorang gadis berponi melambaikan tangannya sembari tersenyum. Di belakangnya ada 2 gadis lainnya yang ikut mendekat.

"Irene, Amel, Nayaaa" Hani memeluk ketiganya begitu mereka bertemu. Naoki tersenyum melihat kedekatan istrinya dengan sahabatnya. Saat di pesawat tadi Hani sudah menjelaskan pada Naoki bahwa teman-temannya datang menjemput.

1 jam berlalu...

Hani menjauhkan piring bekas spaghettinya setelah memasukkan suapan terakhir ke mulutnya, "Enak Ren, besok traktir lagi yaa," candanya sambil mengerlingkan sebelah matanya.

"Yee, bisa bangkrut gue kalo nanggung makan kalian tiap hari," jawab Irene sembari menjawil lengan Hana yang ada di sebelahnya.

Amel dan Naya juga sudah menyelesaikan makannya dan sekarang keduanya sedang mengamati Naoki yang berdiri di balkon melihat pemandangan sekitar cafe milik Irene.

"Itu beneran suami lo?" tanya Amel ragu, memandang Hani tak yakin lalu beralih ke arah Naoki lagi.

"Iya, gue juga ngga percaya Mel," imbuh Naya.

Hani tersenyum, "Duh, berapa kali gue harus jelasin sampe kalian percaya? Dia suami gue, kita nikah kemarin. Nih buktinya jari manis gue udah pake cincin. Masih ngga percaya juga?" Hani menunjukkan jemarinya. Sebuah cincin berwarna silver melingkar di jari mungilnya.

"Ah ngga percaya. Palingan itu sepupu lo, atau sodara jauh lo, yang pasti lo lagi ngprank kita bertiga," Amel semakin berapi-api menuduh Hani dengan pendapatnya.

Hani tersenyum dan menyeruput jus alpukatnya yang tinggal separuh, "Ren, lo percaya gue ngga?"

"Hmm, fifty-fifty Han, hehehe,"

"Kok gitu Ren?" Naya meminta penjelasan Irene yang tak sepaham dengannya.

"Ya kita tau Hani kan? Dia ngga mau pacaran, ngga mau dating, kenal cowo juga ogah. Lah ini tiba-tiba ngaku nikah, pasti bakal sulit dipercaya. Tapi mungkin juga dia suaminya beneran, kalo ngga mana mungkin Hani mau gandengan tangan waktu keluar dari bandara tadi," jelas gadis bersurai coklat itu.

"Hmm, iya juga sii," Amel mengangguk-anggukkan kepalanya menyetujui pendapat Irene.

"Huh, terserah kalian deh," Hani menyandarkan punggungnya ke tembok yang ada di belakangnya, mengeluarkan ponsel dari dalam saku dan meletakkannya di meja.

"Gue perlu bukti," Amel segera meraih ponsel Hani dan membukanya tanpa menunggu izin si pemilik. Naya segera merapatkan kursinya ke arah gadis berjilbab coklat itu. Keduanya asik dengan mainan barunya.

"Kok bisa si Han?" tanya Irene mendekat setelah melepas apronnya.

"Panjang ceritanya. Intinya dia udah suka sama gue sejak 5 tahun lalu. Dia nganter gue sama ibu gue ke bandara pas mau pulang kesini. Tapi gue ngga merhatiin mereka, kan waktu itu gue lagi sebel banget tuh sama Maruko, gue jadi sebel sama semua orang Jepang"

"Ooh..." jawab ketiganya berbarengan.

Amel dan Naya memamerkan gigi mereka setelah puas melihat foto-foto pernikahan yang tersimpan di ponsel Hani.

"Kita percaya Han, sorry ya. Kirain lo becanda doang," Naya meletakkan ponsel Hani di meja, mengangsurkannya pelan sambil memasang wajah tak bersalahnya.

"Gapapa, lagian gue maklum kok sama jomblo akut kek kalian berdua tuh," cibir Hani pada Amel dan Naya di depannya.

"Aah Haniii...." teriak keduanya berbarengan.

Naoki menoleh mendengar ribut-ribut itu dan memandang Hani seolah minta penjelasan situasi mereka sekarang. Hani menautkan ibu jari dan jari telunjuknya membentuk simbol Ok sambil tersenyum. Naoki ikut tersenyum dan kembali membelakangi gadis-gadis itu.

"Eh tapi, kok lo pulang cepet banget? Kenapa?"

"Dokumen gue belum beres semua. Lagian gue juga males disana, males ketemu Maruko," ucapnya jujur. Ya, di depan sahabatnya dia tak perlu menutupi apapun. Mereka tahu dengan jelas cerita dibalik kepulangan Hani dan ibunya.

"Inoue masih DM elo?"

"Ngga tau. Gue ngga pernah buka instagram lagi sekarang, udah uninstall sekalian" jawab Hani acuh.

"Tapi Han, sebenernya dia ngga salah kan? Dia ngga pernah khianatin elo, buktinya mereka cuma pacaran seminggu doang. Artinya Inoue..."

"Gue cabut sekarang ya," Hani berdiri hendak pergi. Malas mendengarkan Amel yang suka membela Inoue.

"Aduh sorry sorry Han. Gue ngga maksud gitu," Amel meraih tangan Hani dan memintanya duduk lagi.

"Ok, ganti topik deh," Naya ikut menarik Hani untuk kembali ke kursinya, "Kita masih mau denger cerita lo sama si sipit itu," tunjuknya ke arah Naoki yang sedang memainkan kameranya.

"Ok, tapi please jangan sebut nama itu lagi," pinta Hani yang dijawab anggukan oleh ketiga sahabatnya itu.

"Han, to the point aja yaa, gue penasaran nih," Naya berubah serius.

" Apa?"

"Lo udah .... Mmm..." Naya kesulitan mengeluarkan pertanyaannya," Lo sama Naoki, kalian udah itu??" tanyanya hati-hati takut Hani tersinggung dan marah lagi.

"Belum," jawab Hani enteng, "Gue lagi dapet,"

"Yaah... Penonton kecewa," celoteh Amel tapi buru-buru menutup mulutnya setelah mendapat tatapan tajam Irene.

*******

Author amatiran.

Big love buat yg mau baca karya pendatang baru seperti saya. Arigatou.. 🌷

Hanazawa easzy

Terpopuler

Comments

Me, MySelf and I

Me, MySelf and I

okelah mirip ma Gangster Boy.
ceweknya yang kl laper gak bisa dikondisikan.
pemilihan kata "permainan semesta". Jepang dan Indonesia.
cari lagi yang lain ya Thor? Next Chapter

2021-05-31

0

Nafisyah Hummairoh

Nafisyah Hummairoh

yg namanya Ken tu sype thorr.. udh 2 x ente tulis Ken.. ape namenye Ken Naoki

2020-10-14

1

Shii An

Shii An

Ketagihan baca ini 😍

2020-10-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!