CAHAYA JINGGA

CAHAYA JINGGA

01

Seorang gadis kecil yang sangat cantik berlarian di sebuah taman di kota kecil. Tawa riang dan senyuman manisnya tak pernah luntur ia tunjukkan untuk orang yang dianggapnya sebagai malaikat tanpa sayap.

Jingga, gadis kecil berumur 11 tahun dan imut itu sangat bahagia bisa terus menikmati liburan akhir sekolah bersama orang tuanya.

"Sayang, jangan lari!" teriak Linda.

Namun Jingga tak menghiraukan ucapan bundanya, dia terus berlari kesana kemari sambil menyentuh apapun yang dia jumpai di taman itu, sambil sesekali dia tersenyum jahil kala mendapatkan polototan dari Bundanya.

"Sudah lah sayang, Jingga kan udah besar lagian kan ini liburan sekolahnya, biarkan dia menikmati liburannya," ucap Dimas, ayah Jingga.

"Mas kamu gimana sih, kalo Jingga jatuh gimana?" ucap Linda kesal lantaran suaminya itu membiarkan anak semata wayang mereka berlari terus.

Dimas pun hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala, karena dia tahu bahwa sang istri selalu mencemaskan sang putri tercinta. Kemudian telapak tangan nya mengelus pucuk kepala istrinya dengan lembut.

"Mas tahu sayang, tapi coba liat betapa riang nya putri kita sekarang, biarkan dia bereksplorasi dengan alam. Udah lama kan kita jarang berduaan kaya gini," ucap Dimas sambil menyandarkan kepalanya di bahu sang istri.

Linda hanya tersenyum geli melihat betapa manjanya sang suami kala mereka berdua tanpa direcoki putri semata wayangnya itu.

"Mas kamu tuh gak inget sama umur ya, udah tua juga masih manja," ucap Linda.

"Aww... sakit tau sayang," ucap Dimas pura pura kesal, saat pinggangnya dicubit pelan oleh sang istri.

Linda hanya tertawa melihat ekspresi suami.

Beberapa meter jarak dari mereka, Jingga hanya tersenyum melihat keharmonisan orang tuanya. Dia berharap apa yang dia lihat dan dia rasakan sekarang akan seterusnya mengisi kehidupannya.

Jingga pun berjalan ketempat orang tuanya berada.

"Ayah, Bunda. Jingga juga mau ikut peluk pelukan," rengek Jingga sambil merentangkan kedua tangannya, saat dia melihat ayah bundanya saling berpelukan.

"Sini sayang, Bunda peluk," ucap linda sambil meraih tubuh mungil sang putri.

Namun Jingga melepaskan pelukan sang bunda, karena dia hanya ingin dipeluk oleh ayahnya.

"Hahahha..." tawa Dimas pecah kala Jingga memeluk lehernya dan sang istri hanya mengerucutkan bibirnya.

"Sayang, sudahlah jangan ngambek. Sifat putri mu ini kan diturunkan oleh kamu," canda Dimas

"Mas kamu tuh ya, ak,,,,, " ucap Linda terpotong kala sang putri menempelkan jari telunjuk ke bibir merahnya.

"Ssttt, Bunda jangan marah sama Ayah. Jingga kan cuma bercanda, lagian Jingga sangat sayang Ayah sama Bunda. Jingga berharap Ayah Bunda selalu ada di samping Jingga sampe Jingga sukses," ucap Jingga.

Linda hanya diam, namun dalam hati dia bangga. Putri kecilnya berbicara seolah dia telah dewasa.

"Putri Ayah memang cerdas. Sudah sekarang kita makan siang, liat makanannya udah dingin," ucap Dimas.

Mereka pun mulai memakan bekal yang mereka bawa dari rumah, sambil tertawa riang dengan tingkah lucu Jingga dan menghabiskan hari hingga petang di taman itu.

Jingga sangat bahagia berada di tengah tengah orang tua yang sangat menyayanginya, walaupun hidup mereka sederhana tapi tidak mengurangi rasa kebahagiaan keluarga kecil mereka. Dia berdoa terus kepada tuhan agar kebahagiaan ini tak pernah berakhir.

Hal yang sama dirasakan juga oleh Dimas dan Linda selaku orang tua Jingga.

...----------------...

Kehidupan terus berputar mengikuti alur takdir masing-masing. Begitupun kehidupan Jingga yang dulu gadis kecil yang imut sekarang telah menjadi gadis remaja yang sangat cantik dengan balutan jilbabnya.

Linda dan Dimas selalu mendidiknya dengan baik, yang sangat ingat betul sebagai seorang muslimah harus memakai jilbab. Kini Jingga bersekolah si sebuah SMA Negeri yang ada di kota Malang.

Siang itu Jingga sedang mengikuti pelajaran terakhir.

"Aduh kepala aku mau meledak kali yah. Sumpah ini materi gak ada satupun yang masuk," ucap Dina frustrasi dengan pelajaran fisika yang sangat dia benci, hanya saja dia mengikuti pelajaran itu karena gurunya seperti oppa korea yang dikaguminya.

"Nih aku kasih saran, mau enggak? Biar mendapat nilai gede dari bapak guru oppa mu itu," ucap Jingga kala melihat sahabatnya itu uring uringan.

"Hah ah iya apa apa, ayo buruan apaan Jingga cantik ku," ucap Dina semangat 45

"Nanti tulis materinya terus kertasnya di blender, tinggal minum aja deh, gampang kan," ucap Jingga sambil tersenyum jahil.

"Yah, itu mh bukan nambah pintar yang ada aku masuk rumah sakit, ih gimana sih kamu," kesal Dina lantaran menjadi bahan guyonan sahabatnya itu.

Sedangkan Jingga hanya tersenyum geli melihat betapa imutnya Dina saat memonyongkan bibirnya kedepan pertanda dia sangat kesal.

"Udah dong Dina sayang, kamu kalo ngambek itu jelek kaya bebek," ucap Jingga sambil terus menulis

Dina hanya memutar bola matanya malas, dia kesal lantaran sahabatnya itu tidak peka. Akhirnya saking kesalnya dia mencubit pinggang Jingga yang terus fokus pada materi yang disampaikan pak budi.

"Aww,,,, kamu kena...... " Jingga sedikit berteriak karena kaget tapi ucapan nya terpotong kala mendengar deheman sang guru kilernya.

"Jingga kamu tahu kan bapak paling tidak suka saat pelajaran berlangsung mendengar keributan kaya kamu tadi," ucap Budi.

"I---iya pak, saya minta maaf soalnya tadi ada nyamuk gigit kaki saya," bohong Jingga sedikit menunduk karena semua mata menuju padanya.

"Ya sudah jangan ulangi lagi. Kalian semua lanjutkan menulis materi yang bapak sampaikan karena sebentar lagi jam mata pelajaran ini akan berakhir," ucap Budi.

Jingga hanya mengelus dadanya pelan, rasanya lega pak budi tak menghukumnya. Ini semua salah Dina awas saja nanti pulang sekolah pikirnya.

Dina hanya cuek sambil sesekali tersenyum, dia senang melihat raut kesal Jingga yang jarang-jarang ditunjukkan nya itu.

"Oh iya bapak lupa satu hal lagi. Sekarang kan kalian sudah kelas XII semester akhir, bapak harap kalian belajar sungguh-sungguh untuk Ujian Nasional nanti," ucap Budi sambil menutup mata pelajaran siang itu.

"Baik pak," ucap semua siswa serentak.

Mereka pun pulang satu persatu dari sekolah dimana mereka tinggal beberapa bulan lagi menimba ilmunya.

"Jingga nanti kamu mau kuliahnya dimana? Di Universitas Swasta atau Negeri?" tanya dina penasaran.

"Hah, entahlah aku belum ada gambaran. Kamu tau sendiri kan keluarga ku sangat sederhana sedangkan biaya kuliah itu kan mahal. Ya kalo rezekinya mungkin aku bisa kuliah kalo enggak ya kerja dulu paling," ucap Jingga setengah lesu.

"Udah jangan sedih gitu, aku yakin kamu bisa dapat beasiswa kuliah secara kamu kan pinter," ucap Dina sambil merangkul sahabatnya itu.

"Hehe, kamu tuh paling bisa ya nyemangatin aku, makasih udah jadi sahabat aku yang nerima kekurangan aku," ucap Jingga sambil memegang kedua pipi sahabatnya.

"Ih kamu apaan? Jangan cium aku! Yang pertama itu buat oppanya aku," canda Dina.

Jingga hanya tertawa dan mereka pun menaiki bus. Di perjalanan pulang mereka hanya bercerita satu sama lain, sampai bus pun berhenti di dekat rumah Jingga.

Jingga pun berjalan kecil ke rumahnya, namun alangkah dia kaget rumahnya itu di kerumuni tetangganya. Pikirannya pun kalangkabut.

"Bundaaaaa....... " teriak Jingga kala melihat sang Bunda tak sadarkan diri dengan dahi yang penuh darah.

Terpopuler

Comments

Puan Harahap

Puan Harahap

salken thor

2021-09-21

0

피롷

피롷

thor utk nama org yg lbh tua ditambahin pke pak bu gtu ya gtu jga utk kakek nenek intinya pemeran yg lbh tua dri pemeran utamanya thor

2021-01-22

0

MeliMelo💦

MeliMelo💦

Lanjutt baca kak.

2021-01-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!