Tangis histeris Jingga membuat orang yang melihatnya pilu. Bagaimana tidak, orang yang sangat Jingga sayangi kini tergeletak tak berdaya dengan darah mengalir dari kepalanya.
"Bundaa, Bunda bangun.... Buka mata Bunda jangan tinggalin Jingga..... " Tangis Jingga pecah kala sang bunda tak membuka matanya. Di peluknya Linda sang bunda dengan erat seolah dia tak akan membiarkan bundanya pergi.
Sedangkan tetangganya membantu membawa Linda ke rumah sakit terdekat. Didalam ambulans Jingga terus memegang erat tangan Linda yang mulai terasa dingin. Air matanya terus membasahi pipi putihnya, pikirannya kosong, sampai dia tak ingat dari pulang sampai bundanya di bawa ke rumah sakit dia tak melihat siulet ayahnya.
Sesampainya di rumah sakit, Jingga hanya menangis dan melantunkan doa untuk sang Ibunda.
Dia berharap pikiran buruk tentang yang akan terjadi pada bundanya tidak akan pernah jadi kenyataan.
Dia hanya berjongkok, menangis tanpa mengeluarkan suara.
Srettt!
Suara decitan pintu yang di geser membuyarkan lamunan Jingga. Dia segera berdiri dan mendatangi dokter tersebut.
"Dokter bagaimana keadaan bunda saya?" tanya Jingga sambil mengusap air matanya.
Dokter itu menghela nafas sebelum berbicara, sungguh dia tak tega mengatakan yang sebenarnya.
"Maaf tapi saya sudah berusaha semaksimal mungkin, namun cidera kepala pasien sangat parah, juga pasien kehabisan darah, jadi..... " ucap dokter itu sedikit ragu mengatakannya.
"Jadi apa dok? Bu,, Bunda saya selamat kan? Bunda udah bangun kan?" tanya Jingga sedikit tersekat karena sesak didadanya menduga-duga hal yang tidak ia inginkan.
"Saya sangat menyesal tetapi pasien tak bisa di selamatkan," ucap dokter itu.
Deg
Deg
Bagai disambar petir di siang hari. Ucapan dokter itu bagai melumpuhkan saraf dan melemaskan otot tubuhnya.
Brukkk
Jingga ambruk ke lantai. Dia menangis sejadi- jadinya. Tangisannya begitu pilu, menyayat hati siapapun yang mendengarnya.
Dia tak percaya bundanya yang ceria yang selalu membanggakannya yang selalu ada di sisinya kini telah menutup mata untuk selamanya.
Orang orang yang melihatnya mencoba menyadarkan Jingga.
"Nak, sabar. semua sudah di atur sama Tuhan. Ini takdir yang harus kamu terima," ucap seorang Nenek sambil mengelus pelan pundak Jingga.
"Bunda, bundaaaa... Jangan tinggalin Jingga." Hanya kata itu yang mampu dia ucap ditengah pikirannya yang kosong. Akhirnya dia tersadar ada yang mengelus pundaknya, dia lihat dan ternyata seorang Nenek paruh baya yang tersenyum padanya mencoba menguatkan Jingga.
Akhirnya dia sadar dari pikiran kosongnya bahwa dari pertama bundanya dibawa ke rumah sakit dia tak melihat ayahnya.
Dia mengambil polselnya dan mencoba menghubungi sang ayah.
Tuuuuuuut.....
Nomor ayahnya tak bisa di hubungi. Akhirnya dia berdiri dan berlari menuju ke tempat bundanya.
Saat pintu di buka tampaklah sang bunda yang terbaring dengan wajah yang sudah pucat dan tak bergerak.
Jingga mencoba menguatkan hati, mencoba menghalau air mata yang siap turun. Dia berjalan perlahan menuju ranjang bundanya. Tangis nya kembali pecah saat dia memeluk bundanya untuk yang terakhir. Dilihatnya wajah yang selama ini memberikan dia senyuman hangat penuh kasih sayang. Di cium dari sang bunda sampai air matanya membasahi wajah bundanya.
Namun dia tersentak kala telapak tangan besar menyentuh pelan pundaknya. Di lihat siapa pemilik tangan itu dan segera memeluknya.
"Hiks hiks hiks Ayah,,,, Bunda, Bu Bunda udah meninggal." Tangis Jingga dipelukan sang ayah.
Dimas hanya mengelus pelan pundak sang Putri. Dia pun tak bisa membendung air matanya. Dia merasa gagal menjadi suami yang baik pikirnya.
"Kamu harus tabah sayang, Tuhan lebih menyayangi Bunda," ucap Dimas.
Setelah lama menangis dipelukan ayahnya, dia melepaskan pelukannya.
Jingga membeku melihat dibelakang ayahnya ada seorang wanita cantik tengah tersenyum licik.
...----------------...
Langit yang mendung seolah mewakili hati Jingga yang dipenuhi kabut kesedihan. Hari ini sang bunda tercinta dikebumikan. Semua pelayat telah pulang, begitu pula Jingga dan Dimas telah kembali kerumahnya.
Namun yang menjadi rasa penasaran Jingga, siapa wanita yang bersama ayahnya dan apa penyebab Bundanya sampai kepalanya terluka. Semua kejadian itu dihubungkan Jingga dalam lamunannya.
Namun suara ketukan dari luar pintu membuyarkan lamunannya.
"Masuk aja Yah! Pintunya enggak dikunci," ucap Jingga setengah berteriak.
Srettt ! Suara pintu di buka memunculkan sosok Pria yang menjadi cinta pertama Jingga.
"Sayang makan dulu yuk. Kamu belum makan dari tadi siang. Ayah tahu ini cobaan berat tapi kita harus ikhlas menerimanya. Bukan hanya kamu yang kehilangan, Ayah pun sangat kehilangan Bunda mu sayang," ucap Dimas sambil mengelus pucuk kepala Jingga.
"Iya Yah Jingga mencoba ikhlas, Jingga yakin Bunda mendapat tempat yang indah disana," ucap Jingga pelan.
Hati siapa yang tidak teriris melihat orang yang sangat kita cintai tidak lagi disamping kita. Namun penyesalan Dimas yang kini sedang dirutuki didalam hatinya.
Dia menyesal dengan apa yang telah terjadi dan bagaimana cara menjelaskan semuanya pada Jingga.
"Yah,,,Ayah. Kenapa Ayah melamun?" tanya Jingga sedikit menepuk nepuk pelan lengan Ayahnya.
"Ah eh iya sayang. Ayah enggak melamun kok, Ayah cuma lagi inget sama Bunda aja," jawab Dimas sedikit tersentak.
"Oh iya Yah, ada yang mau Jingga tanyain sama Ayah," ucap Jingga.
"Kamu mau tanya apa sayang?" tanya Dimas.
"Pas kejadian tadi siang, Ayah kemana? Kok gak ada di rumah? Terus wanita yang tadi di Rumah Sakit sampe sekarang ada di rumah kita, itu siapa?" tanya Jingga penasaran.
Dimas hanya diam. Sungguh dia bingung bagaimana cara menjelaskan semua yang telah terjadi pada putri semata wayangnya itu. Dia yakin Jingga pasti marah, dan Dimas takut Jingga membencinya.
Setelah sekian menit Dimas hanya diam saja akhirnya dia menceritakan semua kejadiannya dari awal. Jingga hanya diam mematung tak percaya dengan apa yang Ayahnya jelaskan.
"Ayah tega, kenapa Ayah tega menyakiti Bunda?" tanya Jingga dengan suara meninggi.
"Sayang tenang dulu, Ayah tidak melakukan nya dengan sengaja. Ini hanya sebuah kecelakaan," jelas Dimas.
"Apa? Ayah bilang ini hanya sebuah kecelakaan sedangkan Ayah dan wanita itu yang sudah membuat Bunda meninggal," ucap Jingga masih dengan suara meninggi.
Seumur umur dia tak pernah berbicara kasar apalagi dengan nada tinggi pada orang tuanya. Namun apa yang dilakukan ayahnya sungguh keterlaluan.
"Hikhiks,,, Ayah tega, Ayah tega menghancurkan semuanya. Ayah tega menghancurkan impian Jingga. Jingga benci sama Ayah." Teriak Jingga.
"Sayang ini tidak sepe...." ucapan Dimas terpotong kala Jingga mendorongnya keluar kamar. Dan Dimas hanya bisa pasrah karena memang ini kesalahannya. Sekarang dia akan memberi waktu Jingga untuk tenang dulu.
Sedangkan didalam kamar Jingga menangis sejadi-jadinya. Dia tak menyangka bundanya sampai terluka gara-gara melihat ayahnya membawa seorang wanita ke rumahnya. Dan ayahnya malah pergi dengan wanita itu disaat bundanya terluka dan meregang nyawa.
Sungguh alasan apapun yang diberikan ayahnya seolah menutup mata hati seorang Jingga. Sekarang Jingga sangat membenci ayahnya itu.
Di ruang tamu Dimas duduk bersama wanita yang tadi siang dia bawa kerumah, dia tidak menyangka awal petaka ini dimulai dari kesalahannya.
"Mas kamu udah jelasin sama anak kamu tentang kita?" tanya Syeli. wanita yang sebentar lagi akan dinikahi Dimas.
Namun Dimas hanya diam tak menggubris pertanyaan Syeli. Pikirannya benar-benar kosong akibat semua yang terjadi.
Dari pintu kamar diam diam Jingga mengintip apa yang dilakukan dua orang yang menyebabkan bundanya meninggal. Dia berjanji akan membalas perbuatan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
MeliMelo💦
Wahhh apa ayah ny jingga selingkuh trs bundanya liat y
2021-01-21
0