JORDAN
Lionara Florentine, seorang yatim piatu, tinggal di area pemukiman kumuh bersama adik lelakinya Leon Abraham.
Demi kelangsungan hidup dan biaya sekolah adiknya, Lionara bekerja lebih keras. Saat pagi hari ia bekerja mencuci piring di dapur restoran dan malamnya sebagai pengantar minuman di sebuah Kelab. Hanya pekerjaan yang mengandalkan tenaga itu saja yang dapat ia lakukan, mengingat dirinya yang hanya lulusan JHS.
Saat ini harapan terbesar Lionara adalah bagaimana ia dapat membuat Leon tetap sekolah hingga lulus agar masa depan sang adik tidak berakhir sama seperti dirinya.
"Leon, kamu sudah siap?" teriak Lionara sembari membuka gembok pada rantai sepedanya
"Sudah, kak" sahut Leon, menghampiri Lionara yang sudah berada diatas sepeda tua mereka.
Lionara tersenyum "Ayo naik, nanti kamu bisa terlambat,"
"Siap bos!" seru Leon begitu bersemangat
Lionara mengacak gemas surai halus Leon sebelum mulai mengayu sepeda, keluar dari kompleks kumuh yang mereka tempati selama beberapa tahun ini. Sepanjang perjalanan Leon akan terus bernyanyi dengan riang, sementara dari depan Lionara akan sesekali ikut menyambung nanyian adik kesayangannya itu.
"Belajar yang pintar, jangan buat masalah disekolah," pesan Lionara seperti biasa saat mereka sudah sampai di depan gerbang sekolah.
"Siap, komandan! " sahut Leon dengan gaya menghormat.
Lionara terkekeh, adiknya ini selalu bersemangat dan ia sangat bersyukur akan hal itu. Ia mengecup puncak kepala Leon sebelum melepaskan anak lelaki itu masuk kedalam lingkungan sekolah. Ia baru akan pergi dari sana setelah Leon benar-benar tidak terlihat lagi.
Lionara kembali mengayu sepedanya menuju restoran, tempatnya selama satu tahun belakangan ini bekerja. Ia sangat bersyukur dapat diterima bekerja ditempat itu, tugasnya hanya mencuci piring-piring kotor yang sangat banyak setiap harinya. Sebelumnya, ia pernah bekerja memunguti barang-barang bekas yang sekiranya masih layak pakai di area pembuangan sampah lalu menjualnya. Setelah itu, ia menawarkan tenaga pada tetangga agar di berikan pekerjaan, seperti mencuci pakaian kotor mereka atau menyetrikanya.
Setelah kematian orang tuanya, kehidupan Lionara dan adiknya begitu sulit. Lionara menjadi tulang punggung untuk mencukupi kebutuhan mereka. Terkadang jika benar-benar tidak bisa mendapatkan uang, mereka terpaksa tidak makan dan hanya bisa menganjal perut dengan air putih. Jika dirinya saja yang tidak makan bukanlah menjadi masalah besar, tapi jangan sampai adiknya juga merasakan hal yang sama. Kerap kali hatinya akan terasa sangat pedih jika ia tidak berhasil mendapatkan sepeser lembar uang untuk membeli makanan buat adiknya.
BRAKKK!!
Sepeda dan tubuh Lionara terpental cukup jauh selang satu menit ketika ia baru memasuki area restoran. Decitan ban Lamborghini hitam itu bergesekan keras, berhenti mendadak melihat sosok yang tiba-tiba datang dari depan.
Meringkuk, kedua siku Lionara menahan agar wajahnya tidak langsung berbenturan dengan aspal. Napas Lionara terputus-putus, berusaha bangkit sekuat tenaga dari posisinya.
"Hei, Nona, apa kamu tidak punya mata?" lelaki dengan kemeja putih digulung sampai siku. Ia berdiri angkuh- bersandar disamping mobil setelah sebelumnya mengecek keadaan mobilnya masih dalam keadaan baik-baik saja. "Jika aku tidak memiliki refleks yang bagus kamu akan mati di tanganku,"
Dingin. Itu yang terdengar oleh Lionara dari suara lelaki itu.
Lionara menumpukkan siku, menahan beban tubuhnya dan bangkit dengan segera. Keringat membasahi dahinya, wajahnya ditutupi setengahnya oleh rambut yang berantakan. Lionara bangun dari posisi sepenuhnya dan dengan tertati ia mengambil sepedanya yang sedikit bengkok akibat benturan tadi. Darah mengucur di lutut dan sikunya.
"Maafkan kelalaian saya, tuan." Lionara membungkuk kecil "saya permisi," tandasnya tanpa mau berlama-lama. Terpincang-pincang, Lionara membawa sepedanya, meninggalkan lelaki itu begitu saja.
Melirik sekilas dari mobil dan penampilan, siapapun tahu kalau lelaki itu bukan pria sembarangan, dan sejak dulu Lionara paling malas berurusan dengan orang-orang kaya tersebut. Membela diri bagaimana pun, tetap mereka yang berada di golongan rendah akan selalu dipersalahkan. Jadi, daripada membuang waktu lebih baik ia yang menghindar.
Sementara dibelakang, Jordan terdiam melihat sikap datar gadis itu, yang kemudian dengan ringannya berlalu begitu saja setelah mengucapkan kalimat yang terlampau singkat.
Seriously?? Seorang Jordan diabaikan?!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
💕Leyka Gallardiev 💕
mampir
2021-08-28
2
Ririn Satkwantono
baru kali ini....dilihat dr judul nya ajah berbeda.... smg aq syuukaaa
2021-03-01
2
Herianto Sagala
bagus say karyamu..
semangat yah nang
2021-01-14
1