“Nara, antarkan minuman ini untuk ruangan VVIP tujuh belas.” Bartender kembali menyodorkan beberapa gelas minuman pada Lionara, setelah sebelumnya ia baru saja kembali dari mengantarkan minuman yang sama ke ruangan yang lain.
Hanya mengangguk, Lionara mengambil nampan berisi minuman yang tadi disodorkan oleh si bartender di atas meja bar.
“Nara, apa kau baik-baik saja?” tanya Jack, sang bartender sedikit cemas. Wajah Nara tampak pucat dan sejak tadi ia memperhatikan cara berjalan gadis itu sedikit terpincang-pincang. “kalau kau sedang tidak sehat, sebaiknya istirahat saja sebentar. Biar—“
“Aku baik-baik saja, Jack” potong Lionara tersenyum kecil
“Kau yakin?” Jack mengangkat sebelah alisnya “tapi kakimu—“
“I’m okay. Jangan kahwatir,” sela Lionara cepat “apa aku sudah boleh mengantarkan
pesanan ini?”
Jack menghela nafas. Ia tahu, selain pekerja keras dan tidak banyak bicara, Lionara juga gadis yang keras kepala. Gadis itu tidak akan berhenti sebelum pekerjaannya selesai.
“Ya, kau boleh pergi. Tapi istirahatlah sejenak jika sudah tidak kuat,” saran Jack menatap cemas pada raut lelah Nara.
Sekali lagi Lionara hanya balas mengangguk, lalu segera pergi dari sana dengan membawa minuman di nampan dengan penuh kehati-hatian. Lionara melalui pinggiran lantai dansa yang dekat dengan meja sambil melindungi nampannya. Di sisi kanan Lionara banyak orang asing berjingkrak-jingkrak, sedangkan di sebelah kirinya beberapa orang sedang mabuk di meja dan kursi. Sungguh zona yang berbahaya. Jangan sampai orang-orang yang sedang menggila itu menabraknya.
Kebanyakan yang bekerja di sana sebagai pengantar minum adalah waiter. Hanya dua orang wanita. Nara dan Camila—sahabatnya. Camila sudah lama bekerja di kelab, sementara ia baru sebulan. Awalnya manager tidak menerima anggota baru masuk lagi, tapi Camila segera meyakinkan sang manager dan akhirnya setujuh menempatkan Lionara sebagai waitress sama seperti dirinya.
Beruntung selama satu bulan ini tidak ada pria yang melecehkan Lionara meski Camila sudah pernah mengingatkannya akan resiko bekerja di tempat itu. Mungkin penampilan Lionara sudah tertutupi oleh penampilan para wanita penghibur yang ada disana. Pakaian Lionara pun masih terlihat sopan dengan kemeja putih dan celana hitam panjang yang dihiasi oleh celemek panjang juga.
Pelan-pelan Lionara membuka pintu ruangan VVIP tujuh belas itu dengan bahu karena kedua tangannya sibuk memegang pinggiran nampan. Suasana di ruangan itu cukup remang-remang dan cukup ramai. Iewat ekor matanya, ia mengamati ruangan itu secepat kilat. Di ruangan itu mereka sedang asik melakukan kegiatan
masing-masing. Ada yang bernyanyi di sofa tempat karaoke yang membuat suasana menjadi berisik, sementara selebihnya hanya duduk-duduk dengan para wanita penghibur yang juga sibuk bercanda ria menuangkan minuman. Mereka sepertinya tidak menanggapi kehadiran Lionara dan ia memanfaatkannya dengan cepat menaru semua minuman itu di atas meja.
Ia selesai meletakkan gelas terakhir saat merasa ada seseorang yang memperhatikannya dan Lionara pun mendongak waspada. Ternyata salah seorang pria di sana tersenyum dan menyodorkan uang tip padanya.
Lionara merasa familiar dengan wajah pria itu. Ia menyipitkan matanya—memperhatikan raut wajah rupawan di hadapannya dan…
Astaga... dia adalah pria angkuh yang menabraknya tadi!
Cepat-cepat Lioara menundukkan wajahnya, “Tidak. Terima kasih, Tuan.” tolak Lionara sopan, berbalik hendak keluar. Tidak. Ia tidak bisa menerima uang tip dari pria angkuh itu. Meskipun ia sudah biasa menerima uang tip setelah mengantarkan minuman, tapi kali ini ia sama sekali tidak ingin menerima uang itu.
“Tunggu,” Jordan menggamit lengan gadis itu dan menariknya sehingga kini mereka berhadap-hadapan. Gadis itu menatapnya dan meski situasi disana tidak terlalu terang, Jordan dapat melihat mata gadis itu yang berwarna… hijau?
Lima detik… sepuluh detik… dua puluh detik…
“Ada apa, Tuan?” tanya Lionara dengan raut datarnya, sedang tangannya yang lain segera melepas cekalan lelaki itu darinya. Ia kembali menunduk.
“Eh?” Jordan mengerjap bingung. Dalam hati merutuki kebodohannya yang bisa-bisanya sempat terpanah dengan mata hijau milik gadis itu. Berdehem, Jordan tersenyum, “Aku
tahu kamu buru-buru, Nona, tapi setidaknya tolong ambil tip ini,” Jordan kembali mengulurkan uang ditangannya.
Lionara mengikuti arah pandang lelaki itu pada tangannya yang mengulurkan uang.
“Maaf, Tuan. Tapi saya tidak bisa. Permisi.” Sekali lagi Nara membungkuk sopan lalu segera pergi dari sana, meninggalkan Jordan yang benar-benar termangu.
Apa dia ditolak lagi?
Oh! Bagus! Hari ini dia benar-benar telah diabaikan sebanyak dua kali oleh seorang
wanita!
Bagus sekali…
****
Jam sudah menunjukkan pukul dua malam, kelab malam ini semakin ramai dan bergemuruh ketika dini hari makin menjelang. Suara entakan musik yang berdentam kian menguji kekuatan gendang telinga yang beradu keberanian dengan debaran jantung di dada. Sementara manusia-manusia yang datang semakin banyak, memenuhi lantai dansa dan tempat-tempat duduk mewah yang telah disiapkan. Malam minggu semakin membuat keramaian di kelab ini tak terkendali.
Para bartender sibuk menyiapkan minuman beralkohol dengan berbagai varian campuran rasa ke pelanggan yang sama sekali tak keberatan untuk mabuk di malam gegap gempita ini. Baik Lionara dan para pengantar minuman yang lainnya pun sibuk berlalu lalang di antara tamu mengantarkan botol-botol minuman berkadar Alkohol dari ruangan satu ke ruangan yang lainnya.
“Hei, ternyata kau wanita!” teriakan seorang pria mabuk yang ada di samping Lionara membuatnya terkesiap. “ayo temani kami sebentar saja.”
Pria mabuk itu dengan seenaknya menggamit pinggang Lionara dan itu memunculkan perasaan waspadanya seketika. Kalau dia diam saja, maka ia akan dilecehkan. Selama ini pekerjaannya terasa damai dan baik-baik saja. Kenapa disaat-saat seperti ini malah mendapat pelecehan?
“Tuan, mohon lepaskan tangan anda,” ucap Lionara, menahan geraman pada nada suaranya. Sebisa mungkin ia tidak ingin memancing keributan, yang nantinya malah membuatnya kehilangan pekerjaan ini.
“Apa? Melepaskanmu? Tidak semudah itu, Nona. Kau harus menari bersama kami dulu” racau pria mabuk itu, semakin melekatkan tubuhnya pada Lionara.
Lionara memejamkan mata frustasi, ia memeluk kuat ketiga botol minuman di dadanya. Ia sudah berusaha menormalkan napasnya yang mulai tak beraturan—ketakutan kian melingkupinya. Dan saat tangan pria mabuk itu mulai merajai tubuhnya, dengan tergesa-gesa ia menarik tubuhnya agar lepas dari cengkraman tangan pria itu. ia
kehilangan keseimbangan dan dari sudut matanya Nara sempat melihat ketiga botol yang ia bawa melayang membentur lantai dan…
PRANGGGG!!!
Botol itu pecah berkeping-keping dan seluruh isinya berhamburan di dekat lantai
dansa.
Orang-orang di sekeliling Lionara ikut terkejut dan tidak bergerak, menonton Lionara yang juga sedang membeku dengan wajah pucat pasi, menatap nanar pada kekacauan yang ia ciptakan di lantai. Nara berharap ini semua hanya mimpi, tapi ia cukup sadar bahwa ini semua nyata.
“Dasar bodoh! Salahmu sendiri menghindar tiba-tiba!” bentak pria yang tadi menarik pinggangnya.
Lionara tidak mempedulikan. Percuma berdebat dengan pria mabuk. Ia hanya memikirkan bahwa manager kelab malam ini sebentar lagi akan memarahinya dan menganggapnya tidak becus bekerja padahal ia anak baru.
Dengan gerakan yang begitu kakuh, Lionara melangkah mendekati pecahan beling dan tumpahan
minuman tadi—ia berjongkok. Air matanya menetes keluar begitu saja, tadi Jack sudah mengingatkannya untuk berhati-hati membawa botol-botol minuman itu karna harganya sangat mahal. Oh Tuhan… apa
yang harus ia lakukan sekarang? Ia benar-benar dalam masalah besar. Bukan hanya resiko dia dipecat, tapi dia akan dituntut untuk membayar mahal kerugian dari minuman tersebut.
Lionara menoleh ke sekeliling, orang-orang disana masih menatapnya dengan pandangan
mencemooh—tidak ada satu pun yang berinisiatif untuk menolongnya. Bodoh, kenapa dia malah mengharapkan
orang-orang itu mau berbaik hati menolongnya.
Lionara menghapus air matanya kasar, dan dengan tangan yang masih bergetar ia mulai
memunguti pecahan kaca itu dengan air mata yang terus mengalir. Beruntung cahaya kelab dalam keadaan remang-remang sehingga orang-orang disana tidak akan bisa melihat air matanya.
Tapi tanpa Lionara sadari, di balik kerumunan orang-orang itu, sejak tadi Jordan berdiri tenang di sudut ruangan—melihat semua kejadian yang menimpahnya dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana. Ia menatap Lionara tanpa ekspresi. Tadinya ia dan kedua sahabatnya akan kembali pulang, tapi ketika hendak melewati area lantai dansa, langkahnya terhenti oleh keributan kecil yang tak jauh darinya. Sedang Aldrich
dan Evan yang sudah setengah teler tampak tidak terusik dan malah meneruskan langkah mereka keluar dari kelab.
Malam ini entah mengapa, untuk pertama kalinya ia cukup tertarik dengan situasi yang terjadi di sekitarnya. Padahal selama ini dia sama sekali tidak pernah sekalipun tertarik mencampuri urusan orang lain. Hanya karna gadis pemilik mata hijau itu, ia memutuskan berdiri diam menonton disana. Ia melihat Lionara yang hampir
dilecehkan dan gadis itu terjatuh bersama botol-botol itu. Gadis itu melangkah kakuh menghampir pecahan botol dan berjongkok disana.
Jordan menajamkan matanya saat melihat gadis itu mulai memunguti pecahan kaca. Tubuh
gadis itu gemetar. Atau… cuma perasaannya saja?
To be continued
IG : rianitasitumorangg
See youuuuu ^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Zulfa
Salken kak, JIKA mampir membawa like nih. Mari saling dukung kakak😍
2021-04-25
0
Ririn Satkwantono
mmg resiko terberat kerja d club
2021-03-01
0
Nova Yuliati
kenapa lama gak up thor
2020-12-03
0