Hanya Sebuah Pernikahan
Hanya Sebuah Pernikahan
Perkenalkan namaku Arina Dwi Renata. Secara fisik aku bertubuh mungil dengan tinggi tidak sampai seratus lima puluh centimeter alias hanya 145 saja. Berat badan hanya 30 kilogram. Bisa dibayangkan aku memiliki postur tubuh sebaya anak SMP. Aku lulusan S1 di perguruan tinggi negeri di kotaku. Sekarang aku bekerja di perusahaan swasta di kotaku. Aku menjalani hari - hari biasa saja. Impianku juga tidak muluk-muluk hanya membina rumah tangga dengan damai dan bahagia. Kenyataannya tidak seindah impianku.
Disaat semua kakak dan adikku sudah menikah aku tak kunjung menikah. Setiap kali aku keluar selalu saja jadi bahan ghibah yang empuk buat para pejuang ghibah. Bagaimana tidak ? Di usia yang sudah memasuki kepala tiga tidak kunjung menikah dan tidak pernah terlihat memiliki pacar. Kemana - mana selalu dengan ibuku yang menemani.
Sering kita mendengarkan jawaban dari pertanyaan
" Kamu kalau menikah memilih pria yang mencintaimu apa dengan pria yang bertanggung jawab?"
"Kamu memilih menikah dengan orang yang mencintaimu apa yang kamu cintai?"
Inilah jawaban dari semua pertanyaan pertanyaan yang dulu sering aku dengar. Aku memilih menikah dengan pria yang mencintaiku. Setidaknya itu menurutku. Aku memilih menikah dengan pria yang mempunyai sifat selalu bertanggung jawab.
Tentu jawaban setiap orang selalu berbeda tergantung dengan takdir yang mereka jalani. Di dalam cerita ini, jawabannya menurut segi pandanganku saja dan juga karena pengalamanku.
Menjalani masa kecil dari keluarga sederhana dan bahkan mungkin kurang. Membuat aku hidup tidak terlalu memikirkan materi. Cukup untuk makan itu sudah membuat aku senang. Ibu membuat makanan - makanan kecil yang dititipkan di warung - warung dan di kantin - kantin sekolah dekat rumah.
Lahir, tumbuh dan dibesarkan dari keluarga broken home. Membuat aku selalu berkata pada diriku sendiri untuk bisa berdiri di atas kaki sendiri tanpa harus meminta dan bersandar pada laki - laki.
Melihat ibu yang kesulitan secara ekonomi setelah ayahku menikah lagi. Beliau harus bersusah payah membiayai kami anak - anaknya untuk tetap bisa sekolah bahkan sampai ke perguruan tinggi.
Melihat kakakku yang dengan suka rela berhenti bekerja. Menjadi ibu rumah tangga biasa, karena mengikuti suami. Membesarkan buah hati mereka. Di tengah perjalanan rumah tangganya ternyata harus kecewa dan harus berjuang lagi. Menjadi tulang punggung ekonomi keluarga karena suaminya berselingkuh. Hartanya habis terkuras oleh wanita simpanannya
Melihat adikku memiliki keluarga kecil. Hidup bahagia walau dengan keadaan yang naik turun, karena masih menanggung biaya kebutuhan dari keluarga suaminya.
Tiga contoh rumah tangga diatas. Membuat aku memantapkan hatiku untuk tetap bekerja, setelah aku menikah kelak.
Dari semua yang aku pelajari, di sanalah aku selalu berharap dan berdoa bertemu dengan jodohku kelak. Pria yang bisa menerima aku apa adanya dan bertanggung jawab.
Impianku memiliki keluarga kecil yang bahagia. Suami yang sangat bertanggung jawab. pada diriku istrinya dan anak - anak kami kelak.
Entahlah siapa yang salah dalam pernikahan yang aku jalani ini. Aku atau suamiku ? Biarkanlah orang yang menilai dengan sudut pandang mereka sendiri. Aku hanya menjalani takdirku yang sudah di digariskan untukku.
Dari awal pernikahan yang salah dan harus berakhir dengan aku " meninggalkannya ". Merupakan sebuah keputusan yang benar - benar membuat aku harus kuat menjalani hari - hariku dan membesarkan kedua buah hatiku.
Arti kata meninggalkan suamiku. Bukan berarti meninggalkan suamiku yang sebenarnya. Bukan meninggalkan dia karena cerai dalam ketukan palu hakim. Bukan meninggalkannya karena aku lari dengan pria lain. Mencari pria yang lebih baik dari suamiku secara fisik dan psikis. Tapi aku meninggalkannya dalam segala hal. Dalam pikiranku. Dalam tindakanku bahkan mungkin aku mengajari anak - anakku hidup tanpa ayah mereka. Belajar tidak mengenal kata ayah. Belajar tidak merindukan ayah mereka. Belajar tidak melibatkan ayah dalam semua kegiatan. Aku dan anak - anakku ingin bahagia dengan cara kami sendiri.
Mungkin sebagian menganggap aku bodoh. Kenapa harus bertahan dengan rumah tangga yang kacau ? Jawabannya adalah karena anak - anakku. Aku tidak bisa memisahkan mereka dari ayah kandungnya, dari ayah biologisnya. Didalam pikiranku aku takut memberikan ayah tiri untuk anak - anakku. Banyak pikiran dalam benakku. Bagaimana kalau aku menikah lagi ? Apa suami baruku bisa menerima dua anakku yang bukan darah dagingnya ? Karena itulah aku memilih menutup diri untuk tidak mencari laki - laki lain, walau kehidupan rumah tanggaku hancur. Aku sudah senang memiliki sepasang anak yang tampan dan cantik yang membuat hari - hariku bahagia.
Kalau ditanya " Apa aku sanggup menjalani hari - hariku? " jawabannya adalah sulit. Membesarkan dua anak dalam keadaan ekonomi yang sulit. Berpura - pura bahagia. Berpura - pura seolah olah aku dalam keadaan baik - baik saja. Berpura-pura selalu bisa menahan emosi yang bergejolak untuk berontak ditengah-tengah masyarakat yang memandang cerai sebagai suatu aib. Berpura - pura bisa tersenyum setiap hari. Andai ada ahli gestur tubuh yang melihat foto-foto ku, tentu bisa dengan mudah menebak kalau aku tertekan. Kalau aku hanya pura - pura bahagia. Bahkan mungkin bisa menebak kalau aku sudah lelah berpura - pura bahagia dalam kehidupan pernikahanku.
Andai aku sanggup memegang status janda. Andai aku sanggup menderita karena kata perceraian. Andai aku tidak takut dengan pandangan sebelah mata dari orang - orang, yang selalu berkata " pasti karena janda yang gatal. " Andai aku berani berkata kepada anak - anakku, kalau aku memilih berpisah dengan ayahnya. Andai aku bisa menjelaskan kepada anak - anakku apa arti pernikahan dan apa arti perpisahan. Mungkin aku memilih langkah bercerai dengan suamiku.
Tetapi kenyataannya aku tidak sanggup. Ternyata sulit sekali membuat menjadi nyata berdiri di atas kaki sendiri. Didalam harapan - harapan kosong. Didalam hati kecilku. Aku tetap berharap, aku bisa terus bersama dengan suamiku. Membesarkan anak - anak kami. Menua bersama dalam satu atap, seperti pasangan suami istri pada umumnya. Duduk bersama ketika sore hari menikmati senja dengan menyeduh teh dan menikmati biskuit. Pergi berbelanja bersama ke pasar, berdiskusi besuk masak apa?
Tiap kali khayalan - khayalan itu datang di pikiranku. Hatiku lah yang sakit karena semua tinggal khayalan. Kenyataan yang ku hadapi jauh dari itu. Jauh dari kata suami istri yang sebenarnya.
Pilihan yang aku ambil adalah meninggalkan dia. Menjadi batu saat dia ada di depanku. Menjadi pohon pisang saat di tempat tidur. berbicara hanya seadanya. Tanpa ada perdebatan. Tanpa ada kata tapi, jangan, nanti dulu. Aku tidak pernah kirim pesan atau telepon lebih dulu dengan suamiku. Aku hanya menjawab saja telepon darinya dan hanya menjawab saja pesan - pesan yang masuk darinya, tidak lebih dari satu kalimat kata Y dan T saja.
Bersambung,...............
Mohon dukungan dan like.
Mohon maaf kalau ada typo dan dalam pengolahan kata. karena masih pemula.
sampai bertemu dengan cerita selanjutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Maryam Heni
penasaran,,,🙏👍
2022-04-13
1
Nur Hayati
aku mampir thor 😍
2022-03-22
0
Ghoz
keren thor👍👍
2022-03-22
0