( Aku nanti ke rumahmu untuk besuk ibu )
Berkali - kali aku membaca pesan Wastapp dari mas Ravi. Aku tidak bermimpi kan ? Aku tidak berkhayal kan ? Karena senangnya aku sampai lupa membalas pesan mas Ravi.
Mas Ravi
( Kenapa cuma di baca. )
Aku
( Iya mas maaf. Iya mas Arin tunggu )
Mas Ravi
( Ibu sukanya apa Rin? Aku ingin bawa buah tangan untuk ibu )
Aku
( Tidak usah repot- repot mas. Ibu masih makan bubur )
Mas Ravi
( Ok. Nanti pulang kerja aku langsung ke rumahmu. )
Seperti mimpi mas Ravi mau ke rumahku. Ini pertama kalinya mas Ravi ke rumahku. Walaupun kami sudah bersama tujuh tahun bersama, tapi kami selalu bertemu di luar.
Ketika aku memberi tahukan ibuku, kalau mas Ravi akan ke rumah ibu sangat senang.
Sore hari sesuai janjinya mas Ravi datang ke rumah. Menggenakan kemeja putih lengan panjang dan celana jeans membuat mas Ravi sangat tampan. Aku duduk bersebrangan dengan mas Ravi sementara ibu diantara kami berdua. Meja ruang tamu di rumahku hanya meja tua. Terdiri dari empat kursi dan satu meja bundar peninggalan nenekku.
Mas Ravi tampak canggung bertamu ke rumahku, karena ini pertama kalinya mas Ravi datang ke rumah. Tidak banyak yang kami bicarakan. Mas Ravi memperkenalkan dirinya. Pekerjaannya dan asalnya.
" Tolong jaga Arin ya nak, ibu sudah tua. Terima kasih sudah jenguk ibu nak...," begitu permintaan ibu ketika mas Ravi pamit pulang.
" Iya ibu. Insha Allah saya akan selalu menjaga Arin sampai kapanpun," suara santun mas Ravi membuat ibu tersenyum. Mencium punggung tangan ibuku, kemudian berjalan mundur. Sampai pagar baru mas Ravi melangkah menuju mobilnya yang terparkir di sebrang jalan.
Sejak mas Ravi bertemu dengan ibu Hubungan kami menjadi sangat baik. Tidak jarang mas Ravi sering ke rumah menjenguk ibu. Walaupun aku sedang bekerja. Aku sangat bersyukur mas Ravi ternyata mau terbuka dengan hubungan kami.
Tidak terasa dua bulan sudah berlalu. Keadaan kesehatan ibu walau terlihat sehat tapi masih lemas. Apa yang beliau makan selalu kembali karena lambungnya sudah tidak bisa menerima makanan. Seperti hari ini walau tidak diopname tetapi ibu terbaring di ranjang. Ketika aku berkerja, adikku yang merawat ibu. Tak jarang aku melibatkan Jhoji keponakanku untuk merawat ibu.
Notif di hp ku berbunyi tanda ada wa masuk. Aku membaca ternyata dari mas Ravi.
Mas Ravi
( Maaf aku tidak sempat ke rumahmu hari ini. Mendadak ibuku sakit, aku pulang dulu. )
Aku
( Iya mas hati - hati. Salam buat ibu mas )
Mas Ravi
( Aku agak lama karena sekalian aku ambil cuti tahunan. Selama dua belas hari aku di rumah ibu. Kamu baik - baik ya jaga ibu )
Aku
( Iya mas siap )
Mas Ravi
( Aku setir mobil sendiri. Doakan aku Yach )
Aku
( Iya mas. Kalau mas Capek, mas istirahat dulu )
Setelah memasukkan hp ke tas, aku segera mengemasi barang di meja kantorku. Sekarang sudah menunjukkan pukul empat sore, sudah waktunya pulang.
Aku lihat Dita tersenyum dan melambaikan tangan padaku.
" Mbak aku pulang dulu yach. Sudah di jemput nich sama Rian," pamit Dita padaku dengan riang.
" Yach, hati - hati, " jawabku dengan tersenyum pada Dita.
Ketika aku hendak melangkahkan kaki. Henry menepuk pundak ku." Pulang sama aku mbak...... ? Aku lihat tadi mbak Arin gak bawa motor,"
" Boleh..........Aku terima daripada naik gojek bayar...." jawabku sambil terkekeh.
" Waaaah sungguh - sungguh menerapkan prinsip ekonomi, " gurau Henry ikut tertawa.
" Tapi tidak ada yang marah kan ?" tanyaku kepo pada Henry.
Henry semakin tertawa lebar. Matanya juga menyipit ikut seakan ikut tertawa. " Kalau ada ya pasti dari kemarin - kemarin mbak," jawabnya santai sambil melangkah melewati aku yang berjalan tertinggal darinya.
Aku hanya mengangguk - anggukkan kepalaku dengan berjalan mengikutinya dari belakang menuju tempat parkir.
" Kita cari makan dulu mbak ? tanya Henry ketika di dalam mobil
" Tidak, masih sore buat makan malam," tolakku halus pada tawaran Henry.
" Dibungkus kan bisa untuk makan nanti malam," saran Henry dengan menoleh ke arahku.
Aku hanya mengiyakan saja perkataanya. Entahlah perasaanku tidak enak. Aku sendiri tidak tahu karena apa ? Jantungku berdetak dengan ritme seperti biasa tapi sangat kuat sampai terasa. Aku tidak tahu, ini perasaan apa tapi aku sangat gelisah ? Tampaknya hal ini disadari oleh Henry, dia beberapa kali menoleh padaku dengan mengerutkan keningnya.
" Mbak sakit ? sambil mengurangi laju mobilnya dia bertanya penuh kecemasan padaku.
Tetap dengan perasaan gelisah aku menjawab pertanyaan Henry.
" Tidak kok. Cuma perasaanku tidak enak itu saja, aku ingin cepat pulang."
" Iya mbak kita langsung pulang saja. Lain kali kita bisa makan bersama," Henry menoleh ke arahku lagi, tapi tetap awas dengan jalurnya.
Jarak dari tempat kerjaku dari rumah tidak terlalu jauh. Sekitar dua km saja. Tetapi di jam - jam pulang kantor seperti ini memang agak ramai di jalan.
Begitu sampai rumah, aku langsung menuju pembaringan ibu. Ternyata benar, ibu kembali sakit. Henry langsung menawarkan bantuannya untuk mengantar ibu ke rumah sakit. Aku dan adikku langsung menyetujui tawaran Henry.
" Ibu tidak bisa makan mbak, dari tadi muntah - muntah terus," cerita adikku ketika dalam perjalan ke rumah sakit. Aku tidak bisa berkata apa - apa aku hanya menggenggam tangan ibuku.
Kembali ibu masuk rumah sakit. Kembali ibu harus menjalani rawat inap. Agak lama di IGD, karena prosesnya yang aku kurang tahu entah kenapa, hingga aku tidak sadar sekarang sudah jam tujuh malam.
Henry datang dengan membawa dua bungkusan nasi. " Mbak Arin makan dulu sama adik mbak. Ini sudah waktunya makan malam. Aku sama Jhoji sudah makan,"
Aku kaget, karena jam enam sore Henry biasanya kembali ke toko untuk bekerja lagi.
" Kok Belum pulang ? Cepat pulang saya tidak apa - apa."
" Aku sudah telepon mama mbak. Besuk Mbak Arin tidak usah masuk kerja ! Jaga ibu saja ! Nanti masalah kantor aku dan Dita mbak,"
Saran Henry padaku
" T..........t........tapi.......,"
Belum selesai aku melanjutkan kalimatku Henry sudah memotongnya
" lain - lain gak usah dipikirkan dalam - dalam mbak. Nanti sakit."
Aku hanya terdiam menunduk. Benar kata Henry, aku hanya ingin fokus merawat ibuku dulu. Aku sangat beruntung Henry dan mamanya sangat baik padaku, walau sudah berapa kali aku ijin dan mereka tetap baik padaku.
" Aku keluar dulu ya mbak. Kasian Jhoji sendirian. " kata Henry membuyarkan lamunanku.
Setelah urusan di IGD selesai. Ibu sudah mendapatkan kamar, adikku dan Jhoji pulang. Hanya aku dan Henry yang menunggu ibu. Tidak begitu lama Henry pun pamit pulang ketika jam menunjukkan pukul sepuluh malam.
Bagiku Henry sahabat yang baik. Ketika kami menjaga ibu di IGD. Ternyata dengan cekatan Henry membelikan perlengkapan ku menginap di rumah sakit. Ada pasta gigi, handuk, sabun, sampai air mineral dan camilan dia belikan. Benar- benar pria yang baik, beruntung kelak yang akan menjadi istrinya.
Malam ini kembali aku tidur di rumah sakit menemani ibuku. Ibu yang masih lemah tertidur dengan sangat pulas membuat aku sedikit tenang. Tetapi kenapa masih saja ada perasaan yang mengganjal di hatiku ? Ya Allah perasaan apa ini ? Jantungku tetap saja berdebar - debar dan gelisah. Ya Alloh aku tidak tahu ini pertanda apa. Jika harus terjadi, hamba mohon kuatkan hamba menghadapi semua takdir yang engkau berikan.
Bersambung.........
Beri masukan kritik dan saran karena masih pemula. Jangan lupa like nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments