Materi diberikan Guru

...“Sudah harusnya sisa-sisa terakhir rayakan pisah sesuai request tempat makan di mana, ternyata lagi AVN retak perulangan.”...

💕💕💕

“Rin, besok kita ujian bahasa indonesia. Nih, sa di kasih materi sama Bu Anindita. Jangan sampai ko kasih tahu teman kelasmu,eh?!” Ditegaskan langsung sama sahabatnya.

Lihat sekilas dengan raut senang, bisa belajar kisi-kisi itu.

Eh, “emang bakal keluar kah di ujian?” Bentar, Arinda bertanya dulu.

Kebiasaan kalau sudah senang, tidak bisa terkontrol. Jadi, sebisa mungkin mencari tahu sebelum di berikan kecewa.

Di luar ekspektasi, dapat anggukan kecil. Berarti tidak perlu repot cari materi lain di luar dari kisi-kisi sudah di berikan oleh beliau.

“Ok deh, sa bawa pulang eh? Trus, ko punya mana?” Seru Arinda, sambil mencari-cari kertas lainnya, nihil, tidak ada selain kertas itu saja.

“Tenang. Punyaku su ada di tas kok, su di fotocopy Vlo juga punya ada di sa tas.” Di balas dengan tenang.

Sisi lain, sangat menyimpan harap sahabat satu ini tidak terlalu baik kasih lihat materi itu ke teman kelasnya yang sudah tidak ngajak ngobrol selama putus dengan keluarganya, Hamaz. Ngaku punya ikatan kekeluargaan, kok satu teman di lantarkan begitu saja? Trus di gantikan dengan sosok teman jurusan beda, keperawatan masuk ke multimedia?

Hah. Ngundang tawa-tawa ngejek saja dari sahabat berdarah padang itu.

Bukan hanya itu saja, takut nanti kedengaran di guru lain, bisa mendapati kisi-kisi itu dari mana?

“Jadi, hari ini tong belajarnya sendiri atau bareng lagi?” Arinda bertanya, serius sangat mengantongi senang dalam hati.

“Ok. Belajar lagi sama-sama sudah. Macam tra tahu ko saja, tra mudah paham, sore begitu kah ko datang sama Vlo ke rumah.” Putus Nazira sambil buang napas dengan pelan.

“Trus, sekarang Vey di mana? Biar sekaligus ke rumahmu sudah. Sa kalau tunda sampai sore, tra belajar, yang ada sa ketiduran. Macam tra tahu kah, kalau su ketemu kasur malas bangun lagi.” Terkekeh, bermaksud menggoda sahabatnya itu.

Please .. Arinda sangat girang kalau bertemu pelajaran yang satu ini, favorit. Berkorban sehari ini saja nahan kantuk, tidak istirahat untuk belajar bersama sahabat-sahabat.

Benar kata perempuan itu, tidak mudah memahami materi bahkan sefavorit apa pun dia dengan pelajaran tersebut, harus mempunyai guru privat yang menjelaskan seperti sahabatnya itu.

“Tadi ke kamar mandi, pas selesai ujian tuh. Dia kebelet katanya.” Nazira menginfokan.

“Oh, begitu. Kita tunggu dia di parkiran su.”

Ngajak ke parkiran, nunggu tapi tidak satu jalur. Arinda parkir di dekat panggung sekolah, lumayan jauh.

“Dasar. Kebiasaan sekali mo jalan sampai ke sana, malas ah. Mending ke sa motor saja, su di kasih tempat parkiran yang dekat dan aman di jaga sama satpam, pilih yang jauh-jauh, terlalu rajin eh.” Sahabatnya langsung nolak sudah gitu di cibir pula.

Berpikir, jika parkir depan SD YPKP, susah buat keluarin motornya nanti. Lagian, di sekitar panggung sekolah ada guru lain kok ada ruangan juga, aman. Tanpa harus ribet berjejer dengan kendaraan lainnya.

Kadang juga parkir di wilayah khusus pegawai, buguru. Melihat siswa lainnya ikut parkir di sana, dia ikutan parkir dengan perasaan santai.

“Lama apa yo! Sa curiga nih, Vlo tra buang air kecil.” Gerutu Nazira langsung berdiri dari tempat duduk motornya.

“Ko mau ke mana, Nai?” Gadis itu langsung mencengat.

Capek. Di tambah cuaca panas sudah bisa masak telur di bawah terik matahari.

“Samperin anak itu!” Kesalnya.

“Duh, tunggu di sini saja sudah. Pasti tra lama lagi muncul mo.”

Nihil. Tidak bisa buat sahabatnya tetap tunggu di parkiran, mengoceh kalau curiga tidak buang air di kamar mandi.

“Tunggu kah!” Teriak Arinda, sedikit kesal juga.

“Makanya, jan jalan lama. Su panas nih, Vlo lagi bikin gerakan lambat-lambat. Su tahu besok ujian terakhir, belajar sama-sama, tra kasih muncul batang hidung dari tadi!” Cerocos Nazira.

Halaman sekolah sejak tadi sudah sepi, hanya beberapa saja yang masih di sana termasuk guru.

“Oh, dari tadi bikin tong tunggu kepanasan di parkiran, de enak-enak di sini!” Perempuan itu langsung semprot tidak ada ampun.

Ternyata Vlo dengan tanpa dosa sedang menyantap cilok serta nasgor di kantin, sedangkan kedua sahabatnya dari tadi menunggu dengan kepanasan di parkiran, bukannya minta maaf justru cengir.

“Sa lapar. Tadi di toilet tuh antri, trus pas sa mau masuk, bau sekali. Jadi, sa rasa buang air kecil langsung hilang saat perut su keroncongan.” Kata Vlo.

“Alasan sekali. Bilang saja mo makan di sini!” Kesalnya.

“Bude..masih ada cilok kah?” Sedangkan Arinda bertanya ke pemilik kantin, tidak mau dengar pergelutan mereka.

Well, hanya canda tidak di bawa serius kok kalau marah.

“Masih, Rinda. Mau beli berapa?”

Langsung masuk ke dalam kantin, “sa beli ini juga su, bude.” Ngambil beberapa wafer favorit teman sekelasnya juga.

Syukur uang jajan belum sama sekali di pakai, jadi bisa isi perut di kantin sekolah sebelum belajar serius nanti di rumah Nazira.

“Makan dulu sudah, sa juga lapar eh.” Arinda menaruh beberapa jajanan yang sudah di beli dari kantin tadi.

“Ais, sa maunya makan di kantin panjang atau bakso di pojok.” Mengeluh, masih belum terima sudah tunggu lama ternyata sahabatnya lagi makan enak di sini.

“Sudah. Makan saja yang ada dulu, dari pada nanti tong belajar tra konsen, bagaimana?” Kata gadis itu sambil mengode ke arah Vlo lalu di balas anggukan kecil. Sangat khusyuk sekali makannya.

Berdecak pinggang. Masuk ke dalam kantin, ngambil pop mie karena tahu nasi goreng sudah tidak enak, dingin.

“Bude, masih ada pentolannya kah?” Ucap Nazira.

Perempuan itu tidak bisa makan mie tanpa pentol, sama seperti sahabat keras kepalanya itu.

“Masih. Tapi, cilok bukan bakso.”

“Nggap papa, sudah, bude. Itu saja.”

Kembali ke meja kantin, melihat dua sahabatnya sibuk menikmati makanan masing-masing, ada senyum terukir di sana. Bakal merindukan bangku ini setiap kali Arinda ngambek waktu kelas sepuluh hingga sekarang pun suka merajuk.

“Ko mau ikut ke rumah sekalian belaja kah tidak?” Nazira menawarkan.

“Boleh. Daripada sa di rumah dapat suruh bersihkan rumah. Kalau di ko rumah kan, sa bisa belajar dengan tenang.”

Perempuan padang itu hanya berdesir dalam diam, berasa iba dengan sahabatnya yang ini, sangat tertekan tiap kali pulang sekolah, di sambut dengan pakaian kotor bertumpukan walau pun sudah di bilang bakal di kerjakan setelah belajar, tetap tidak mendapati respek bagus.

Ternyata mereka berdua harus bersyukur, bisa mendapati ruang nyaman dan tenang ketika mau belajar. Yah, Vlo tidak mendapati ruang privasi bahkan saat ujian nasional sekali pun di rumah buat belajar.

Broken home, bisa di telusuri di pelupuk mata tapi masih memiliki keluarga lengkap. Hanya perbedaannya adalah Vlo di perilaku tidak adil oleh orang rumah.

Yang sangat di kagumi kedua sahabatnya adalah mampu bertahan tanpa berbagi kisah bersama di ruang AVN. Sangat butuh pertolongan lewat bercerita, tapi Vlo menolak untuk hal ini.

Justru .. “Sa lihat kam dua bahagia saja sudah buat sa bebas dari luka.” Terus terang perempuan itu dengan senyum tanpa beban.

Padahal kalau mau di bilang, pundak-pundak rapuh itu sudah tidak kuat menahan traumatis di berikan lewat orang terdekatnya.

🌏🌏🌏

Sangat bersemangat buat hari ini. Terakhir ujian nasional. Uhuy!

Juga kemarin belajar dengan mereka, ada beberapa materi bisa di serap otak Arinda, ternyata tidak serumit di bayangkannya.

Walau pun sedikit kantuk, ujian nasional terakhir kali ini lebih mendominasi tubuh gadis itu, semoga tidak lupa saat sudah bertemu soal nanti.

Sebelum pegawas ujian masuk, dia belajar ulang.

Tetiba ada beberapa teman menegur sedang bikin apa dengan kertas di atas mejanya.

Apakah berharap bisa mendapati ruang family multimedia, dengan gampang mengatakan kalau sedang belajar kisi-kisi dari guru bersangkutan, ngajar bahasa indonesia?

Benar. Tidak ada sesal-sesal terbit selain senang masih di pelihara ekspresi.

Teman lainnya berdatangan, melihat isi kisi-kisi tersebut dan menanyai kenapa bisa dapat sedangkan yang lain tidak tahu apa-apa, hanya di balas cengiran, “sudah ah, kam kembali ke tempat sudah. Nanti pengawas ujian datang tuh.” Kata Arinda.

Beberapa menit kemudian ..

Melihat beberapa teman sekelas menggaruk kepala tak gatal itu, juga melirik ke arah soal, ada dentum-dentum senang, kali ini sangat sumringah sekali materi diajarkan sahabatnya bisa bertahan sampai duduk kerjakan ujian nasional terakhir hari ini.

Thanks Nai. Bisik Arinda dalam batin, senang bukan main.

Tidak butuh waktu lama, sudah selesai di kerjakan, sangat yakin dengan jawabannya sendiri. Memprediksi salah soal hanya beberapa saja.

Mengulum senyum dalam diam. Menunggu teman lainnya saja dulu yang kumpul baru gilirannya.

Menit-menit menunggu, akhirnya bisa keluar dengan lega, sudah tidak sabar menunggu kedua sahabatnya.

Sambil mengeluarkan lagi kertas itu, “yes! Benar!” Girang Arinda sendiri.

Lalu menyimpan kembali kertas itu dan ngobrol dengan teman sekelasnya, bertumpukkan, seperti biasa.

“Rin!” Seru kedua sahabatnya.

Gadis itu melambaikan tangan.

Setelah ketiganya berhadapan bersama, “tanya kah, tadi toh sebelum ujian sa juga kasih lihat ke sa teman.” Seru Arinda.

Wajah Nazira berubah, murka. Sangat.

Karena kadar kepekaan itu belum terasa, asik bercerita soal kedekatannya dengan mereka juga bilang kecewa kenapa harus sekarang bisa rasakan keharmonisan mereka, setelah mau lulus sekolah?

Ok. Tahu sekolah dalam keadaan ramai, mereka ngobrol sangat kecil. Sebab, masih berada dalam kerumunan siswa-siswi lainnya.

“Ko kenapa begitu?” Arinda bertanya dengan ekspresi canda, masih belum peka.

Berada dalam perasaan sendiri, senang bisa masuk ke ruang family multimedia, menawari tawa-tawa hangat mereka.

Diksi sa juga kasih lihat ke sa teman berasal dari pertanyaan .. “tadi bagaimana, ko bisa jawab semuanya atau ada pertanyaan yang tidak bisa ko jawab?” Dari Nazira.

Masih lama sekali pendam amarah lewat diam.

Cukup lama.

Hingga .. “Ko kenapa kasih ke mereka, Rin?! Tahu kah tidak, kalau sampai guru tahu apalagi ada guru pengawas dari luar tahu, bisa-bisa sa kena marah sama Bu Anindita, Rin!” Kesal perempuan berdarah padang itu, sangat murka.

Bergetir, salah lagi?

Benar. Arinda sangat tidak amanah dalam menyimpan rahasia yang sudah terlanjur di kuasai oleh perasaan luluh di berikan tawa ramah oleh mereka, hanya karena ada maunya.

“Cukup, Nai! Semua sudah terjadi, tong mau apa lagi? Masa iyo bilang ke temannya Arinda, jan kasih tahu siapa-siapa. Apalagi kan, kita tahu kalau mereka dekat sama guru di sekolah.” Vlo menengahi.

Sedangkan gadis itu? Terdiam sangat panjang, baru terasa bersalah.

“Begini jadinya, kalau ko terlalu baik sedangkan mereka campakkan ko!” Gerutu Nazira.

Masih belum puas semprotkan kekecewaan ke sahabat sendiri.

Lagi, “kan, waktu itu sa sudah bilang, jangan di kasih. Kenapa sih ko kasih?!” Perempuan itu mengoceh dengan nada tinggi.

Bisa bernada tinggi, karena suasana sekolah sudah mulai sepi.

“Yah..maaf. Tadi tuh tra sengaja.” Arinda membalas sangat bersalah.

Membuang napas sesak. Lalu melihat keduanya pergi meninggalkan nafsi di lapangan sekolah.

Yang biasa kalau melihat AVN retak lagi, pasti sosok Vlo menengahi tapi untuk kali ini nihil sosok itu lebih berada dalam gandengan sahabat padang.

Sudah harusnya sisa-sisa terakhir rayakan pisah sesuai request tempat makan di mana, ternyata lagi AVN retak perulangan.

Senyum miring lalu berjalan cepat mendahului mereka ke parkiran, ekor mata melihat kalau kedua sahabatnya masih memberikan kesempatan buat berhenti lalu berbalik minta maaf.

Impossibel. Sangat keras. Arinda jauh lebih memilih balik ke rumah dengan motornya.

Sampai dalam kamar, tercetak sebuah getir-getir diri, merutuki nafsi yang terlalu cepat hanyut dengan tawa sesaat di berikan mereka yang sudah mencampakkannya.

Benar. Kata sahabatnya, hanya datang saat penasaran setelah itu pergi tak menggandeng harmonis.

Arinda sangat menyesali perbuatan baiknya itu, berikan materi dari guru cuma-cuma. Now, sepi menyergapi tanpa adanya acara perpisahan dengan dua sahabat usai ujian nasional terakhir hari ini. []

Terpopuler

Comments

Tukang Kritik dan saran

Tukang Kritik dan saran

ini jg Kak Thor, bnyk yg perlu di revisi katanya seperti absurt, rifleks dan masih bnyk lgi.
dan bagian bahas cowok Julio ini memang di singkat/potong tiba-tiba kok pembahasan jadi berbeda atau kah Adinda yang mengalihkan pembicaraannya atau siapa kah? terasa sangat singkat ceritanya di situ saya kira bakal ada plot twist disitu hehe

2020-02-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!