Aksara adalah Potensiku?

...“Apakah benar nafsi memiliki potensi membanggakan, bahkan bisa mendapati prestasi tak kalah jauh dengan anak pintar di sekolah kah?”...

💕💕💕

Flash black, O2SN SMK YPKP ..

Masih terbentang sebuah retak di pelupuk mata, karena tidak bisa masuk ke dalam lomba debat bahasa indonesia, sadar diri juga kok jika porsi otak di tambah kurang fasih dalam berbicara, hanya bisa partisipasi di bultang doang.

Mau tertawa? Silahkan, karena Arinda tidak memiliki potensi menonjol sama halnya dengan sahabat,  Nazira.

Saat sudah masuk perlombaan sekali pun, tidak ada lawan, menjadi bahan tawa dong dari guru olahraga, hanya lempar cock ke sebrang yang kosong.

“Yey! Menang, kamu bisa masuk final.” Seru guru tersebut.

Ada getir tercipta di hati gadis itu.

Masuk final sekali pun masih terbayang oleh sosok mantan kekasih ternyata ikut lomba debat bahasa indonesia dengan calon pacar, nama yang sama dengannya.

Arinda Arista. Begitulah nama sedang di semogakan lewat cara Hamaz untuk di dapatkan menjadi kekasih.

Ah, melupa ada sosok teman semasa kecil di pinggir lapangan, menyoraki untuk semangat.

Miris sekali tidak ada satu pun untuk mendukung, hanya berdiri melongo nonton nafsi sembari beri intimidasi.

“Ayo, Rin! Ko bisa! Ayo..” Ane menyemangati, dengan teriakan penuh keyakinan.

Hanya di balas senyum miring.

Angka di dapati sangat jauh sekali dengan lawannya, kalah.

Keluar dari lapangan dengan langkah-langkah berat, kenapa tidak bisa menyenangkan orang rumah untuk kali ini saja? Piala O2SN dari hasil lomba bermain bulu tangkis, masih di terima kan?

Tapi? Dia saja sudah kalah dengan skor jauh.

Sangat tidak di tanggapi ketika duduk di meja kantin, teman lain sibuk ngobrol tanpa menanyai kenapa bisa kalah?

Oh, lupa kalau mereka tidak sedang berada di lapangan saat pertandingan bulu tangkis Arinda berlangsung melainkan sibuk melihat pertandingan debat bahasa indonesia Hamaz di kelas keperawatan, lantai dua.

Kedua sahabat masih lomba debat bahasa inggris. Lebih baik balik saja ke rumah dengan membawa bungkusan kegagalan tidak bisa mengantongi juara di salah satu hobi favorit, bultang.

“Rin!” Seru kedua sahabatnya.

Berbalik dan menyambut dengan ekspresi kurang enak.

Melihat kedua bola mata mereka per satu, sangat lelah juga banyak pengharapan terbentang di sana.

“Yah? Sudah selesai kah? Bagaimana?” Sederet tanya di lontari gadis tersebut.

Well, sekedar menutupi luka dalam hati.

Di sambut sangat antusias oleh mereka dan mau ganti baju dulu, sebelum besok pengumuman pemenang, ke rumah juri sekaligus guru bahasa inggris mereka.

Beda beberapa selisih saja sih dengan lawannya, tetap tidak buat sahabat hijabers itu puas dengan penilaian tersebut.

Masih di sekolah, selfie, sudah ganti baju dari beberapa menit lalu di rumah. Setelah puas selfie, mereka pun memutuskan untuk ke rumah beliau sekalian sodorkan catatan tadi di tulis Nazira.

Esok hari ..

Duduk menemani sahabatnya mendengarkan pengumuman, mereka juara dua debat bahasa inggris. Congralutions, bisik Arinda dalam batin.

Kedua bola mata memotret piala-piala berjejer termasuk kategori bulu tangkis, mendadak dentum itu mengiramakan lirih.

Beberapa jam berlalu, sudah pegang piala itu, jujur ketika sahabatnya maju ke depan mewakili kelompok mereka terima penghargaan tersebut, ada debaran iri berasal dari Arinda.

“Enak eh, ko bisa menang juara dua, lah? Sa mana? Bahkan hobiku sendiri tidak bisa juara.” Ringis Arinda.

“Rin, jangan terlalu terpaku sama lomba ini, potensi tersembunyimu jauh lebih membanggakan.” Bisik Nazira.

Potensi tersembunyi? Apa? Desak Arinda, masih belum terima kalau diri payah.

“Tidak semua orang bisa seperti ko, Rin. Tulisanmu itu suatu hari akan jadi prestasi. Bahkan kalah jauh dengan piala yang sa dapat hari ini.” Lagi, Nazira berkicau.

Oh, aksara adalah potensiku? Pikir gadis itu.

Tetiba saja teringat dengan ucapan mantan kekasih, saat menang lomba debat bahasa indonesia, juara dua yang di menangkan oleh Arinda Arista, adik kelas itu merebut point dari lawan dengan cekatan.

Ah, mendadak ambyar perasaan Arinda saat ini, kalau membicarakan persoalan karya, pasti berhubungan dengan kedua pasangan menyebalkan!

End flash black.

🌏🌏🌏

Tumben sekali Nazira mendatangi kelas gadis itu, apakah ingin ngajak sarapan di kantin panjang?

“Rin, sa ada mau kasih ko formulir tes masuk kuliah.”

Retak.

“Ah, sa malas!” Langsung dengan penolakan tegas.

Ups, percakapan tersebut sudah lama yang mendadak muncul begitu saja di kepala Arinda.

Sedangkan sahabat berdarah padang itu, tidak ada niat untuk menyerah begitu saja untuk ngajak jemari Arinda pergi.

Jangan ditanyai lagi. Bahkan Vlo mendukung keputusan Nazira untuk ngajak sahabatnya lanjut kuliah.

Well, hari ini hanya apel pagi di lapangan sekolah, tidak belajar. Bisa membuang napas tenang, tidak lagi mendapati pertanyaan lebih seputar formulir kuliah dari mereka.

Ok. Berasa sesak mengepung hati, tahu beberapa bulan lagi takkan bisa kumpul seperti ini dengan kedua sahabat.

“Sa sudah isi formulir itu, Nai. Kalau ko sudah kah belum? Biar nanti kita sama-sama ke sana untuk kasih di sa kakak.” Seru Vlo.

Arinda hanya sibuk mendengarkan dengan santai, walau tahu ada sisi lain meronta ingin bergabung dengan topik perkuliahan.

Sa juga mau ikut kalian ke kampus! Teriak gadis itu dalam batin, sangat tersiksa antara ikut isi atau kerja saja nanti?

Sebab, fakta yang mendukung sepenuhnya adalah tidak akan mendapati restu sama sekali sama keluarga terutama ibunda.

“Ko pasti bisa kuliah, Rin. Trus, formulir itu bagaimana, ko sudah isi kah?” Eh, di tanya tiba-tiba dong dari Nazira.

“Sa belum isi sama sekali. Dan, sa tidak tahu sekarang kertas formulir itu ke mana, mungkin mamaku buang kali?” Di balas enteng dong.

“Rin?! Ko tahu kah tidak, kertas itu sa berjuang sekali buat kita bertiga! Kenapa ko ceroboh begini kah. Kalau memang ko trada niat untuk kuliah, bilang, supaya kertas itu sa kasih ke siapa kah yang lebih membutuhkan.” Duar. Pecah sudah, Vlo langsung semprot amarahnya.

Heh? Kenapa sampai segitunya sih? Kesal Arinda dalam batin.

Ok. Fine, saat ini masih belum terasa niat kejar ilmu di bangku kuliah, berada dalam fase bermain.

“Kalau memang kalian serius kejar cita, sa bisa apa, selain nulis. Itu pun masih absurt haha.” Balas Arinda.

Yah. Memang masih sangat absurt bahkan butuh pelatihan nulis setiap saat, di tambah novel-novel di bacanya belum nyantok di kepala, sangat bingung.

“Kejar sudah ko prestasi tersembunyi itu, Rin. Tapi, sa kasih tahu ko, ilmu dan title tra bakal datang dua kali.” Kali ini Nazira bersuara.

Datang dari mana pikiran mengenai mendalami sebuah bangku kampus? Suer, saat ini Arinda terdiam cukup lama berbanding terbalik saat ngobrol dengan sahabatnya yang satu itu.

Wait, apa untungnya sih kuliah? Jiah, buang biaya saja! Hah. Terkadang mood gadis itu berubah-ubah, susah di tebak.

Satu hari kemudian ..

“Kalian mau ke mana nih? Rajin apa bawa baju ganti di tas.” Di sambut ledekan dari Arinda.

“Mau antar formulir buat masuk tes nanti di uncen toh. Kenapa, mau ikut?” Kata Vlo.

“Malas ah, bosan yah kalau su datang ke sana. Tunggu kam lagi, tambah bikin sa bosan saja.” Tapi, suer deh, sa juga mau ikut. Imbuh Arinda dalam batin.

“Trapp, ikut saja mo. Hanya antar formulir ini, trus kita cus pulang, sekalian ke jayapura.” Mulai deh, pikiran Nazira berkeliaran.

“Tra lama nih, yakin? Soalnya kalau pulang ke rumah bosan juga yah langsung tidur. Pengen cari hiburan sebelum Ujian Nasional.”

Ah, selalu. Hiburan kepunyaan Arinda sudah sangat banyak, karena cepat bosan hanya duduk pegang benda pipih, dia butuh healing diatas motor juga.

Yang tentunya berbarengan dengan kedua sahabat.

Ternyata sedikit asyik juga mengenakan seragam bebas nanti kalau lulus jadi mahasiswa baru.

Tidak ada namanya peraturan seragam seperti di sekolah, seringkali Arinda langgar.

“Sa nanti pakai tas ransel eh?” Seru Arinda.

“Serah. Asal nanti kalau ko capek, jan over ke sa eh?!” Sahabat hijabers sudah peringatin.

Mendapati cengir kuda sangat lebar, “tenang, kan, ada Vlo yang baik hati tidak mudah ngeluh di minta tolong. Apalagi sahabat sendiri.” Ucpa gadis itu dengan intonasi sedikit lebay.

“Malas! Sa mau urus formulirku, bukan mau sibuk angkat ko ransel yang berat itu!” Yah, di balas ketus.

Fuh. Buang napas sangat gusar, “aish, sa pakai ini sudah.” Sambil mengenakan tas samping itu.

“Kalau mau beli novel, jan titip di sa tas cup!”

Mulai deh nih anak. Kesal Arinda dalam batin, sudah dapat dua peringatan dari Nazira.

Tidak mendapati kemungkinan besar dari sahabat berdarah papua itu mengizinkan kantong ransel nampung novel akan di belinya.

Pernah .. Vlo mendengar kedua sahabatnya mengeluhkan kelebihan masing-masing.

Seperti, “Vlo, enak eh jadi Arinda, cantik, banyak cogan yang naksir sama dia. Lah, apa kabar sa yang gaya kampungan, tidak ada yang mau.”

“Nai, ko itu sudah cantik dari hati. Dan, ingat satu hal ini, Arinda main sama kita bukan karena wajah tapi niat baikmu mau sahabatan dengan dia.”

Setelah mendengarkan insecure dari sosok sahabat paling bijak, dewasa juga berhasil mengambil hati Arinda yang keras kepala tidak mau kuliah. Ternyata insecure kepunyaan gadis itu berbanding terbalik.

“Vey..enak yah jadi Nai. Su pintar, dapat ranking trus bisa menang lomba debat juga.”

Yang membedakan dari panggilan keduanya adalah Arinda kurang tahu pasti dari mana nama Vey di dapatkannya. Jelas, bagi dia sangat berarti dan berkesan saja sih untuk sosok sahabat pedengar setia di AVN.

Insecure milik Arinda terbilang berfaedah tapi sisi lain tidak bisa melihat potensi tersembunyi yang dimiliki, karya di balik tulisannya.

Tadi, sebelum mereka balik ke rumah buat ganti baju di kamar Arinda, mendengar ..

“Nanti, kalau su lulus, kam bakal kangen duduk di bangku ini kah tra?” Nazira bersuara.

Sampai di toko buku jayapura, “katanya besok su pada pembagian kartu ujian nasional. Ko jurusan yang duluan di bagi tuh, Rin.” Nazira menginfokan.

“Dengar dari mana kalau besok su pembagian kartu ujian?” Ketus gadis itu.

“Jih, makanya dengar pengumuman pas apel beberapa hari yang lalu kah! Ada juga di mading sekolah, makanya jan hanya pintar baca novel tapi pintar-pintar baca informasi mengenai ujian di mading sekolah.” Lah, Nazira kok semprot sangat tidak suka?

Kenapa, ada yang salah kah di balik hobi Arinda? []

Terpopuler

Comments

Tukang Kritik dan saran

Tukang Kritik dan saran

kalau menurut saya bagusnya di angka nominal uang nya itu di tulis Rp. 255.000-, tapi itu terlalu detail jg sih

2020-02-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!