Chapter 3 : Camoline

Ketika langit sudah memancarkan cahaya jingganya, para calon murid itu sudah berbaris rapi di depan gedung asrama mereka. Pemandangan gunung Topaz dari bawah benar-benar indah. Terutama ketika cahaya senja mengarah pada puncak gunung Topaz. Terlihat seperti berlian yang berkilau di puncak pegunungan tertinggi.

"Hei, apakah akan ada tes dimana kita bisa mendaki puncak Topaz?" tanya salah satu calon murid bernama Zerce pada gadis di sebelahnya. Gadis bernama Camoline itu mengangkat kedua bahunya. Antara tidak tahu dan tidak peduli dengan tes nantinya.

"Tes itu masih sangat lama. Kau tidak akan mungkin lupa bila kita baru saja disindir dengan telak oleh Tuan Barcus karena kekuatan kita yang sangat tidak berguna ini," ujar Camoline dengan nada malasnya. Ia dan beberapa calon murid yang lainnya merasakan hal yang sama. Mereka kesal dengan penuturan Barcus tadi yang kental dengan kalimat sindiran. Meski harus diakui bila ucapan guru itu sangat benar, namun mereka tidak menyukai cara Barcus menyampaikan hal itu.

"Itu wajar saja, Tuan Barcus mengatakan hal tadi. Karena memang, orang seperti kalian tidak ada gunanya. Hanya akan menjadi beban untuk kami yang levelnya di atas kalian," ujar Londer. Seorang calon murid yang memakai pakaian bangsawan. Camoline melirik ke arahnya sebelum kembali menatap ke depan dengan mendengus keras. Tidak menyangka akan bertemu dengan seorang yang sangat percaya diri.

"Kekuatan kalian, bahkan belum menyentuh tingkat Teksis. Wajar saja, Tuan Barcus menyebut kalian sangat beruntung hari ini," ujar Londer lagi. Camoline menghela napas panjang. Ia menoleh penuh ke arah anak bangsawan di sebelahnya dengan wajah kesal.

"Mau bertaruh denganku? Kekuatan yang kau miliki bukan kekuatan paling tinggi diantara murid baru sekarang." Londer mendengus keras ketika Camoline mengatakan hal itu. Zerce yang menjadi penonton hanya bisa bungkam. Karena yang dikatakan Londer sepenuhnya adalah benar.

"Kau berniat untuk bersembunyi di ketiak orang lain, hm?" Camoline menaikkan sebelah alisnya. Kedua tangannya terlipat. Namun sebelum ia berbicara, penjaga asrama terlebih dahulu menyela. Menyuruh mereka untuk segera masuk ke dalam ruangan masing-masing setelah mendapatkan kunci.

Camoline menatap kunci putih di tangannya beberapa saat. Jika tidak salah, warna kunci ini adalah untuk orang-orang yang memiliki level paling rendah. Camoline menghela napas panjang. Ia menolehkan sedikit kepalanya ke arah Londer yang tengah menatap remeh ke arahnya. Camoline mendengus keras. Ia merasa tahu dengan apa yang dipikirkan anak bangsawan itu.

"Tunggu saja hingga aku bisa melewati levelmu, tuan Chromos." Londer menaikkan sebelah alisnya sebelum kedua mata itu terbuka dengan lebar. Ia masih menatap punggung gadis berambut hitam legam itu dengan penuh tanda tanya. Seingat dirinya, ia belum mengatakan nama lengkapnya pada gadis itu. Namun..., Londer menghela napas panjang. Ia mulai berjalan menuju kamar asramanya dengan mengabaikan kejadian barusan yang sebenarnya sangatlah aneh.

Di lain sisi, Camoline masih berada tidak jauh dari tempat tadi. Ia berada di balik tembok. Ia menghela nafas panjang setelah kedua telinganya memastikan tidak ada Londer di tempatnya tadi. Ia sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Sangat fatal bila pria itu masih memikirkan hal tadi. Tangan kanannya terangkat, menutup mulutnya.

Bahkan, sebenarnya ia terkejut ketika menyebut nama klan itu. Ia tidak menyangka, akan menemukan salah satu dari mereka secepat ini. Camoline menghela napas panjang. Ia menatap ke arah lorong asramanya yang saat ini sudah sepi. Tentu saja karena ada satu peraturan menyebalkan yang mengharuskan mereka bersiap untuk makan malam nanti.

Camoline menegakkan tubuhnya. Ia merapikan rambut hitamnya itu. Ia tidak boleh terlihat mencurigakan. Meski saat ini ia ingin sangat mengutuk benda yang katanya sangat suci namun malah menekan habis kekuatan miliknya.

'Jika ini berlangsung lama, aku tidak yakin apakah klan hitam akan berdiam diri lebih lama. Terlebih, Chromos memiliki keturunan saat ini,' batinnya.

Langkah Camoline semakin cepat, hingga akhirnya ia berhenti tepat di depan kamarnya. Menghela nafas panjang, Camoline membuka pintu kamarnya tanpa memastikan terlebih dahulu apakah pintu itu dikunci ataupun tidak. Ini semua adalah salah satu kelebihan yang ia miliki. Kelebihan yang sebenarnya hanya bisa diperoleh beberapa orang tertentu namun menjadi hal menyebalkan untuk dirinya saat ini.

"Ah, kau kah orang terkahir yang akan satu kamar dengan kami?"

Camoline menatap tiga orang gadis di ruangan itu. Ia memasang wajah canggung. Mereka semua berada di level 19. Ia masuk perlahan ke kamar itu masih dengan senyuman canggungnya.

"Benar. Aku terlambat masuk, ya?" Salah satu dari mereka menggeleng. Ia mendekat ke arah Camoline dengan senyuman bersahabatnya.

"Tidak juga. Kau mau mandi dahulu atau beristirahat?"

"Aku akan berbaring beberapa saat untuk meredakan kakiku yang pegal," ujar Camoline. Gadis bernama Lily itu mengangguk mengerti. Ia menarik Camoline ke arah salah satu ranjang tingkat di ruangan itu. Menunjuk ranjang yang ada di atas dengan tangannya.

"Ini tempatmu. Tidak apa, bukan?" tanya Lily. Camoline hanya mengangguk. Ia segera naik ke atas ranjangnya itu dan berbaring. Namun sebelum itu, ia menoleh ke arah tiga gadis yang masih memperhatikan dirinya. Akan terasa aneh bila lagi-lagi hanya dirinya yang tahu nama mereka saat ini.

"Namaku Camoline. Semoga kita bisa menjadi teman sekamar yang baik."

"Ya, tentu saja. Namaku Lily, ngomong-ngomong," ujar Lily dengan senyuman di wajahnya.

"Namaku Violetta," ujar gadis berambut biru dengan kacamata yang bertengger di hidungnya.

"Namaku Rashi. Senang menjadi teman sekamarmu," ujar gadis berambut pirang. Rambut panjangnya diikat menjadi dua. Seperti anak kecil yang manja.

Camoline hanya mengangguk dan menampilkan senyuman yang tidak lagi canggung. Meskipun ia sudah mengetahui nama mereka secara lengkap tanpa diberitahu. Ingatkan dirinya untuk terus bersikap normal selama beberapa minggu ke depan. Itu yang harus ia lakukan saat ini, selama belum ada rencana pasti yang akan ia lakukan.

Bereinkarnasi menjadi seorang gadis yang berada di level 20 bukanlah impian dirinya. Seharusnya, ia memiliki level paling rendah 50. Namun, ia teringat pada siapa lawannya ketika tersadar dari takdirnya. Kelompok hitam yang saat ini bersembunyi entah di mana. Karena menurut perhitungannya, ini sudah 500 tahun semenjak dirinya mati saat itu. Sudah bersyukur, karena tidak ada satupun ingatan yang hilang saat ia kembali bereinkarnasi meski 5 abad telah dilalui.

Camoline menghadapkan tubuhnya ke arah tembok. Matanya terpejam, namun kedua telinganya masih waspada. Kematiannya 500 tahun lalu membuatnya belajar jika dirinya harus lebih waspada. Klan dirinya sudah punah. Ya, anggap saja seperti itu. Dan kini, ia bisa dikatakan bekerja seorang diri untuk menyingkirkan orang-orang yang ingin merebut batu Opal dari dalam tubuhnya. Ya, batu suci yang anehnya masih diketahui banyak orang meski sudah 5 abad menghilang. Sudah pasti, karena ada orang yang masih sangat menginginkannya.

Dan itu, tentulah klan hitam.

Episodes
1 PROLOG
2 Chapter 1
3 Chapter 2 : Topaz Academy (2)
4 Chapter 3 : Camoline
5 Chapter 4 : The Dinner
6 Chapter 5 : Theory
7 Chapter 6 : 3 Elemen Alam
8 Chapter 7 : Pindah Tingkatan
9 Chapter 8 : Klan Chromos
10 Chapter 9 : Rahasia
11 Chapter 10 : Bertarung
12 Chapter 11 : Khawatir
13 Chapter 12 : Fakta Baru
14 Chapter 13 : Petinggi Klan Putih
15 Chapter 14 : Mate Different Fate
16 Chapter 15 : Petinggi Istana
17 Chapter 16 : Petinggi Istana (2)
18 Chapter 17 : Pertunjukkan
19 Chapter 18 : Pertunjukan (2)
20 Chapter 19 : Kesedihan
21 Chapter 20 : Diskusi
22 Chapter 21 : Latihan
23 Chapter 22 : Bagaimana jika...
24 Chapter 23 : Mate
25 Chapter 24 : Kutukan
26 Chapter 25 : Siapa?
27 Chapter 26 : Kekuatan
28 27. Ketahuan
29 Chapter 28.
30 Chapter 29. Hari Ujian
31 30. Keputusan
32 31.
33 32.
34 Chapter 33. Penyerangan
35 Chapter 34. Bertemu
36 Chapter 35.
37 Chapter 36. Ayah
38 Chapter 37. Kisah Lalu
39 Chapter 38. Asdus
40 Chapter 39. Hilang
41 Chapter 40 : Hilang (2)
42 Chapter 41 : Batu Opal
43 Chapter 42 : Sang Tetua dan Cahaya Kutukan
44 Chapter 43 : Rahasia Penjelajah
45 Chapter 44 : Mengetahuinya
46 Chapter 45 : Retakan
47 Chapter 46 : Kisah
48 Chapter 47 : Rindu
49 Chapter 48 : Kabar
50 Chapter 49 : Aliansi
51 Chapter 50 : Kunjungan
52 Chapter 51 : Dilema
53 Chapter 52 : Bagian Terakhir
54 Chapter 53 : Azura sang Putri
55 Chapter 54 : Kekuatan yang Meningkat
56 Chapter 55 : Rahasia Violetta
57 Chapter 56 : Langit Jingga
58 Chapter 57 : Terlihat
59 Chapter 58 : Bergerak tanpa Berpikir
60 Chapter 59 : Kesepakatan
61 Chapter 60 : Keributan
62 Chapter 61 : Surat
63 Chapter 62 : Hancur atau Dihancurkan
64 Chapter 63 : Jiwa yang Bereinkarnasi
65 Chapter 64 : Cahaya di balik Bayangan
66 Chapter 65 : Di balik Cerita
67 EPILOG
Episodes

Updated 67 Episodes

1
PROLOG
2
Chapter 1
3
Chapter 2 : Topaz Academy (2)
4
Chapter 3 : Camoline
5
Chapter 4 : The Dinner
6
Chapter 5 : Theory
7
Chapter 6 : 3 Elemen Alam
8
Chapter 7 : Pindah Tingkatan
9
Chapter 8 : Klan Chromos
10
Chapter 9 : Rahasia
11
Chapter 10 : Bertarung
12
Chapter 11 : Khawatir
13
Chapter 12 : Fakta Baru
14
Chapter 13 : Petinggi Klan Putih
15
Chapter 14 : Mate Different Fate
16
Chapter 15 : Petinggi Istana
17
Chapter 16 : Petinggi Istana (2)
18
Chapter 17 : Pertunjukkan
19
Chapter 18 : Pertunjukan (2)
20
Chapter 19 : Kesedihan
21
Chapter 20 : Diskusi
22
Chapter 21 : Latihan
23
Chapter 22 : Bagaimana jika...
24
Chapter 23 : Mate
25
Chapter 24 : Kutukan
26
Chapter 25 : Siapa?
27
Chapter 26 : Kekuatan
28
27. Ketahuan
29
Chapter 28.
30
Chapter 29. Hari Ujian
31
30. Keputusan
32
31.
33
32.
34
Chapter 33. Penyerangan
35
Chapter 34. Bertemu
36
Chapter 35.
37
Chapter 36. Ayah
38
Chapter 37. Kisah Lalu
39
Chapter 38. Asdus
40
Chapter 39. Hilang
41
Chapter 40 : Hilang (2)
42
Chapter 41 : Batu Opal
43
Chapter 42 : Sang Tetua dan Cahaya Kutukan
44
Chapter 43 : Rahasia Penjelajah
45
Chapter 44 : Mengetahuinya
46
Chapter 45 : Retakan
47
Chapter 46 : Kisah
48
Chapter 47 : Rindu
49
Chapter 48 : Kabar
50
Chapter 49 : Aliansi
51
Chapter 50 : Kunjungan
52
Chapter 51 : Dilema
53
Chapter 52 : Bagian Terakhir
54
Chapter 53 : Azura sang Putri
55
Chapter 54 : Kekuatan yang Meningkat
56
Chapter 55 : Rahasia Violetta
57
Chapter 56 : Langit Jingga
58
Chapter 57 : Terlihat
59
Chapter 58 : Bergerak tanpa Berpikir
60
Chapter 59 : Kesepakatan
61
Chapter 60 : Keributan
62
Chapter 61 : Surat
63
Chapter 62 : Hancur atau Dihancurkan
64
Chapter 63 : Jiwa yang Bereinkarnasi
65
Chapter 64 : Cahaya di balik Bayangan
66
Chapter 65 : Di balik Cerita
67
EPILOG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!