Ruangan yang teramat luas dengan lukisan para Dewa di langit-langitnya membuat ruangan ini nampak mewah. Para murid baru berdecak kagum, ketika pintu setinggi 3 meter itu terbuka dan menampilkan isi ruangan yang akan menjadi tempat mereka makan malam. Meja-meja kayu yang panjang telah disusun dengan rapi dengan berbagai macam hidangan mewah di atasnya. Selain itu, ada beberapa lilin yang menjadi penambah kesan mewah untuk makan malam kali ini. Tentunya, kabar tentang kemewahan fasilitas di sekolah ini bukanlah omong kosong belaka.
Para guru sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Dilihat dari ambang pintu saja, sudah dapat dipastikan bila meja dan kursi mereka lebih spesial terutama yang digunakan Zelden. Di sini, pria itu nampak seperti Raja dengan kursi berukiran Pheonix itu. Selain para guru, para murid yang telah lama di sini juga sudah duduk di tempatnya masing-masing. Mereka tidak ada yang mengeluarkan sepatah katapun atau memulai makan malam dengan segera. Salah satu peraturan di sini, sangat mirip dengan aturan makan keluarga Kerajaan.
Semua menoleh dan menatap para murid baru yang mulai memasuki ruangan. Mendapati hal itu, para murid baru hanya bisa menundukkan kepala takut dengan tatapan mengerikan yang diberikan senior mereka. Meskipun ada beberapa yang terlihat tenang bahkan terkesan acuh pada tatapan para senior itu.
Camoline mendengus sangat pelan. Ia langsung mengetahui bila para senior itu memiliki level di atas 30. Benar-benar hal yang menakjubkan. Meskipun, masih ada beberapa senior yang seperti tertahan tingkat levelnya. Pandangan matanya bergerak memperhatikan ornamen-ornamen di ruangan itu. Ornamen yang tidak ada bedanya dengan masa hidupnya dulu.
"Kalian duduklah sesuai warna asrama. Untuk asrama putih, di ujung sana adalah tempat kalian. Itu tempat baru untuk kalian semua." Lagi-lagi Barcus bicara hal yang menyakitkan. Semua pasti menahan diri untuk tidak mengumpat atas apa yang Barcus katakan. Bagaimanapun juga, karena pria itulah para senior mulai mencemooh para murid baru.
Dengan tampang acuhnya, Camoline adalah murid pertama yang berjalan menuju meja asrama putih. Tidak mempedulikan tatapan aneh orang-orang, ataupun tatapan mencemooh dari seniornya. Setelah dirinya mengambil duduk di salah satu kursi, sebelah alisnya terangkat ketika tidak ada satupun murid lagi yang mengikuti langkahnya. Hingga ketika Barcus berdehem, mereka langsung berjalan cepat menghampiri Camoline.
"Kau sangat pemberani Camoline. Para senior itu terus menatap tajam ke arahmu," ujar Lily. Camoline melirik sebentar sebelum mengedikan bahu. Ia tidak merasa melakukan hal aneh, jadi tidak akan menganggap tatapan tajam para senior itu.
"Mereka hanya level 30," ujar Camoline santai. Lily yang mendengar itu berdecak kesal. Meskipun ia juga mengetahui fakta itu, namun tetap saja aneh bila Camoline mengatakannya dengan mudah. Seolah, apa yang Camoline katakan bukan sebuah masalah.
"Aku tahu itu. Tapi, jarak antara level kita dan mereka sangat jauh. Kita masih di level 19," ujar Lily. Camoline menghela nafas panjang. Ia sebenarnya tidak menyukai fakta bila tingkat yang ia miliki hanya sampai dilevel 19 saja. Meski kemungkinan dirinya masih bisa menaikkan level, namun resikonya begitu tinggi. Ia tidak ingin, ada seseorang dari klan hitam yang mendapati dirinya bereinkarnasi.
"Aku tahu. Maksudku, selama mereka bukanlah penyihir tingkat Wiz, kita tidak perlu cemas bukan?"
"Camoline benar," ujar Violetta yang duduk di hadapan mereka berdua. Ia membenarkan letak kacamatanya lalu kembali bicara, "mereka hanya memiliki level lebih tinggi dari kita. Itu saja. Tidak perlu mengkhawatirkan apapun, karena mereka juga manusia."
Lily menghela nafas. Ia memilih untuk menyerah dengan kedua teman barunya itu. Hal yang ia ketahui setelah mengobrol dengan teman sekamarnya sebelum ke ruangan ini adalah, pemikiran Camoline dan Violetta sangat sama. Mereka selalu membahas satu hal sama yang sangat tidak dipahami oleh dirinya maupun Rashi. Violetta kembali sibuk memperhatikan ukiran tempat lilin di hadapannya. Sedangkan Camoline duduk tegak dengan mata terpejam.
"Besok, adalah hari pertama kita belajar, bukan?" tanya Rashi setelah memperhatikan Barcus yang lagi-lagi tengah berbicara. Camoline membuka kedua matanya dengan cepat. Beruntung ruangan ini sedikit temaram, sehingga kedua iris matanya yang berwarna merah beludru tidak terlalu kentara. Ia menatap Rashi yang menampilkan raut bosan itu dengan datar.
"Ya. Hari yang kupikir akan menyebalkan, akan segera datang," ujar Camoline lalu menoleh ke arah Barcus. Namun yang terjadi, ia malah bertemu tatap dengan Zelden yang rupanya menyadari jika meja asrama putih lebih ramai dibanding meja lainnya.
"...kurasa kalian sudah sangat lapar. Silahkan di mulai acara makan malamnya," ujar Barcus menutup kalimat panjangnya.
Camoline menghela nafas panjang. Akhirnya, ia tidak perlu menggunakan kekuatannya agar tidak mendengar ucapan Barcus yang sangat tidak penting. Kedua iris matanya perlahan berubah hingga kembali menjadi hitam legam. Dengan tenang, ia memulai makan malamnya meski sudah tidak terlalu berselera. Terlebih, ia merasakan adanya kekuatan aneh di ruangan ini.
Sedangkan di lain sisi, Zelden masih saja mencoba melirik ke arah Camoline. Ia sangat yakin, bila matanya mendapati perubahan pada kedua iris murid barunya itu. Bila dilihat dari tingkat kekuatan, mengubah kedua iris mata menjadi semerah beludru, minimal harus berada di level 45. Namun ketika ia memastikan level Camoline, hanya sampai di level 19 saja.
"Kepala sekolah, apakah ada yang salah?" Zelden langsung menoleh ke arah Azura lalu menggeleng cepat. Ia mulai memakan makan malamnya tanpa mengatakan apapun lagi. Hari ini, ia benar-benar dikejutkan dengan kehadiran dua murid baru yang dapat mengubah iris matanya tanpa ada perubahan fisik apapun yang terjadi. Sepertinya, ia harus membaca ulang buku mengenai perubahan iris mata seperti itu. Ia merasa ada yang aneh dengan para calon muridnya.
Jika dipikir, seseorang seperti sengaja meloloskan para murid di bawah standar. Namun, Zelden tidak bisa memastikan siapa dan untuk apa hal ini dilakukan.
Makan malam hanya diisi oleh suara dentingan sendok serta garpu yang saling beradu. Tidak ada seorang pun yang mengeluarkan suara mereka ketika makan. Aura di ruangan ini menjadi lebih menyesakkan untuk para murid baru karena para senior mereka yang benar-benar mengeluarkan aura intimidasi. Camoline juga merasakan hal yang sama. Namun sekuat tenaga, ia mengabaikan aura intimidasi yang sangat kuat itu.
"Ini aneh," bisik Lily setelah sedikit menggeser tubuhnya untuk mendekati Camoline. Camoline melirik dengan dahi mengerut. Namun ia langsung mengangguk mengerti.
"Aura ini, bukan sembarangan aura. Ada sedikit kekuatan sihir di ruangan ini, yang membuat para penyihir di bawah level 20 akan merasakan sesak," ujar Camoline. Lily mengangguk membenarkan. Sekarang, nafas menjadi terasa begitu sulit. Seolah, ada sesuatu yang menelan habis oksigen di ruangan ini.
"Ini benar-benar merepotkanku," gumam Camoline. Lily melirik ke arahnya sebentar sebelum kembali memakan makanannya. Berbeda dengan Camoline yang meletakkan kedua alat makannya perlahan. Lalu, ia mulai memejamkan matanya dengan kedua tangan diletakkan di atas meja. Perlahan namun pasti, aura yang mencekik itu menghilang. Menggantikan aura sesak itu menjadi lebih sejuk dan aroma lavender. Aroma yang baru kali ini dicium oleh para murid baru.
Setelah merasa cukup, Camoline membuka kedua matanya lagi. Ia kembali melanjutkan makannya tanpa mempedulikan berbagai raut wajah terkejut dari para murid maupun guru yang ada di ruangan ini. Kekuatan yang baru saja Camoline keluarkan tentunya mudah terdeteksi. Namun sayangnya, tidak ada yang bisa memastikan, siapa orang dibalik semua ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments