Camoline duduk bersandar di bawah pohon Apel yang tengah berbuah dengan lebat. Disimpannya sebuah buku bersampul kulit cokelat yang ia temukan kemarin malam. Sebenarnya, bukan secara kebetulan, buku di pangkuannya ini ia temukan. Karena sebenarnya, buku ini adalah salah satu koleksi milik Ayahnya yang merupakan Profesor Tinggi di Perpustakaan Pusat Kota. Tempat di mana ribuan bahkan lebih buku berada di sana. Dan untuk mendapatkan posisi seperti Ayahnya adalah hal tersulit. Karena, tidak semua orang mampu mendapatkan gelar itu.
Dan buku ini, adalah sebuah buku yang berada di ruang kerja milik Ayahnya di rumah. Ruangannya bisa dikatakan Perpustakaan Pusat Kota dalam versi yang lebih kecil. Hampir semua buku di ruangan Ayahnya telah Camoline baca. Namun, secara diam-diam. Ia masih merasa canggung bila meminta izin untuk meminjam buku koleksi Ayahnya itu secara langsung. Termasuk dengan buku di pangkuannya saat ini. Buku yang menjelaskan tentang cara untuk mengetahui elemen dasar yang dimiliki seseorang tanpa dibantu oleh orang lain. Camoline sangat penasaran semenjak ia melihat sampul buku ini saja.
Ia penasaran dengan elemen yang ia miliki. Walaupun Ayahnya memiliki elemen cahaya, namun Camoline tidak pernah merasakan bila kekuatannya akan serupa dengan milik Ayahnya. Walaupun jarang, namun bukan hal yang aneh lagi bila seorang anak memiliki elemen yang berbeda jauh dengan milik kedua orang tuanya. Karena itulah, buku ini akan benar-benar menjawab pertanyaan yang sangat mengganggunya selama sepekan ini.
Dibukanya dengan perlahan, halaman per halaman buku itu. Hingga, tangannya berhenti memindahkan halaman ketika melihat sebuah mantera yang begitu asing di matanya. Ia benar-benar baru melihat mantera di buku ini. Di bacanya dengan baik halaman tersebut, tentang langkah-langkah mengetahui elemen yang dimiliki secara cepat dan cukup aman untuk seorang pemula.
Setelah hapal di luar kepala, Camoline menyingkirkan buku itu dari pangkuannya. Ia menegakkan tubuhnya dengan benar, lalu menjernihkan pikirannya. Ia sudah menghapal sebisanya tentang mantera di halaman itu. Berharap, agar ia tidak melakukan kesalahan apapun hari ini. Karena, itu akan mengerikan nantinya.
"Oscail an geata," gumam Camoline dengan mata yang terpejam erat. Mengembuskan napasnya perlahan, Camoline mulai membuka kedua matanya. Bersamaan dengan itu, dirinya dikagetkan dengan pergerakan sulur tanaman yang mulai membelit dirinya. Camoline tetap berusaha untuk terus tenang, tidak ingin mengakibatkan kekacauan besar di kebun apel milik orang lain. Hingga, sulur tanaman itu berhenti bergerak setelah membentuk sebuah perisai di hadapan Camoline. Rupanya, sulur tanaman itu hanya mengikat tangannya dengan lemah.
Senyuman gadis berambut hitam itu terbit, kala dirinya menyadari, bila elemen yang ia kuasai ialah tanaman. Perlahan, ia mulai menggerakkan tangannya. Dan secara mengejutkan, tanaman itu bergerak sesuai gerakan tangannya. Membuat senyuman di wajah Camoline semakin lebar. Sangat tidak menyangka, elemen yang ia miliki saat ini. Walaupun termasuk ke dalam kategori elemen yang lemah, Camoline tidak mempedulikannya. Yang terpenting, dirinya sangat senang setelah mengetahui hal ini.
Kembali fokus pada kekuatan yang baru sedikit diketahuinya, Camoline menyingkirkan semua tanaman yang ada di hadapannya. Ia tidak yakin, darimana sulur tanaman ini berasal. Karenanya, ia hanya menyingkirkan tanaman merambat itu dari sekitarnya begitu saja. Setelahnya, Camoline bangkit dari duduknya sambil membawa buku bersampul kulit itu. Ditepuknya pelan gaun berwarna cokelat yang ia gunakan itu, sebelum berjalan keluar dari perkebunan apel milik Bibi Joarn.
Karena terlalu senang, Camoline sampai melupakan alasan utama kenapa dirinya datang ke tempat ini. Ia benar-benar lupa. Buku yang ada di pelukannya ini, terlalu menggoda untuk segera di baca. Yang mana berhasil membuatnya lupa akan sesuatu hal. Dalam hati, Camoline berharap bila apa yang ia lupakan, bukanlah hal yang sangat penting.
Perkebunan Apel milik Bibi Joarn cukup luas. Luasnya, bahkan sampai mendekati hutan perbatasan. Di perkebunan ini, bukan hanya ditemukan apel-apel merah segar yang tumbuh di sepanjang mata memandang. Namun juga, beberapa peri tanaman dan hewan yang akan terlihat sibuk di sekitar pohon. Bukan Bibi Joarn yang mempekerjakan para peri kecil itu. Melainkan, para peri itu yang memang selalu tiba-tiba muncul di tempat yang dianggap mereka tepat untuk tinggal.
Sesekali, Camoline tersenyum ketika beberapa dari mereka terbang di sekitarnya. Karena sering berkunjung, para peri itu menjadi tidak asing lagi dengan kehadiran Camoline. Bisa dikatakan, hanya mencium aromanya saja, mereka dapat mengenali bila itu adalah Camoline.
Setelah berjalan kaki menyusuri jalan luar satu arah, akhirnya Camoline sampai di depan jalan keluar-masuk perkebunan ini. Langkah kakinya terhenti ketika melihat Bibi Joarn —yang membelakangi dirinya— tengah mengobrol dengan seorang pemuda berpakaian bangsawan. Langkah Camoline terhenti, tepat di belakang Bibi Joarn. Ia menatap lekat ke arah pakaian yang digunakan pria berambut merah itu. Tidak asing di mata Camoline, namun dirinya masih meragukan ingatannya.
Bibi Joarn menoleh ke belakangnya, setelah menyadari bila lawan bicaranya sesekali menoleh ke arah belakangnya. Dahinya mengerut, sebelum senyuman terbit di wajahnya. "Ah, Camoline. Kau sudah bermain di kebunku?" tanya Bibi Joarn. Yang tidak dapat Camoline pastikan, apakah Bibi Joarn tengah menyindirnya atau tidak. Terkadang, Bibi Joarn memang sangat sulit untuk ditebak.
"Begitulah," jawab Camoline seadanya. Kembali, matanya menatap ke arah pakaian si pemuda itu sesekali. Terlihat jelas dirinya penasaran.
"Perkenalkan, beliau adalah Pangeran Londer, dari klan Chromos. Tuan, perkenalkan dia adalah Camoline Laufie, keponakanku," ujar Bibi Joarn. Kedua orang itu langsung membungkuk dengan hormat.
"Senang bertemu dengan Anda, nona Camoline."
"Suatu kehormatan bisa bertemu dengan Anda, Pangeran Londer."
Bibi Joarn tersenyum puas. Sebelum, kerutan di dahinya mendalam ketika menyadari sebuah buku di pelukan Camoline. Ia benar-benar baru menyadarinya. Kembali, ia menatap Camoline penuh tanya. Ditatap demikian, membuat Camoline menjadi salah tingkah. Ia khawatir, akan sesuatu hal yang tidak dapat ia ketahui.
"Itu... Buku darimana?" Camoline mengedipkan sekali matanya. Ia sangat bersyukur bila Bibi Joarn tidak menyadari bahwa buku di tangannya termasuk koleksi milik Ayahnya.
"Aku meminjamnya dari seseorang. Bibi, terima kasih sudah mengizinkanku ke perkebunan Apel lagi. Aku akan pulang lebih cepat hari ini," ujar Camoline dengan senyuman. Bibi Joarn hanya mengangguk saja. Ia membiarkan Camoline berjalan meninggalkan area perkebunan milik dirinya.
Camoline melangkah dengan ringan. Kabar tentang kekuatannya tadi, ia ingin segera memberitahu Ayahnya. Bisa saja, dirinya memberitahu Bibi Joarn tadi. Namun, ia merasa kurang yakin dengan hal itu. Karenanya, ia tidak mengatakan apapun tentang apa yang terjadi tadi di perkebunan. Yah, walaupun Bibi Joarn pasti akan bertanya bila melihat setumpuk tanaman yang tiba-tiba mengganggu kebersihan kebunnya.
Setelah beberapa meter jauh dari Bibi Joarn dan Londer, tubuh Camoline sedikit berputar untuk menatap kembali ke arah mereka. Lebih tepatnya ke arah Londer. Di saat yang bersamaan, pemuda itu juga rupanya tengah memperhatikan dirinya. Hal yang membuat senyuman Camoline terbit walau hanya tipis. Satu hal yang membuat Camoline penasaran pada sosok pemuda itu ialah, aroma yang keluar dari tubuh pria itu.
Matcha?
Revisi : 14 - 03 - 2020
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Kita_Yama
Kak, saran aja dari aku. Sebenernya novel ini bagus loh, kenapa sepi? mungkin karena cover yang kurang menarik. Cover buku itu sangat penting untuk menarik pembaca
2023-05-05
3