Gunung Topaz yang berwarna biru kristal itu, terlihat seperti pegunungan berlian bila terkena sinar mentari. Meski begitu indah, namun jalan menuju puncaknya sangatlah berbahaya. Dikatakan bila hanya beberapa orang saja yang mampu berjalan menuju puncak Gunung Topaz dengan selamat. Dan kembali lagi ke bawah dengan keadaan tidak lecet sedikitpun. Dan akademi Topaz, bangunannya sendiri hampir menjadi bagian dari gunung suci itu. Ada sebuah bagian dari akademi, di mana langsung terhubung dengan terowongan gunung Topaz. Yakni ruang Kepala sekolah.
Meskipun hanya satu bagian saja yang menyatu dengan gunung Topaz, namun dari aula saja sudah dapat terasa bila bangunan sekolah benar-benar mendeskripsikan tentang gunung suci itu. Di aula yang sangat luas, di mana bagian atapnya yang terbuat dari kaca, langsung menampilkan kaki gunung Topaz yang berkilau. Tidak sedikit orang yang berdecak kagum pada keindahan gunung suci itu. Mengingat, untuk melihat sedekat ini dengan gunung Topaz haruslah mendapatkan izin dari akademi ini. Sekolah yang juga menjadi pelindung gunung suci.
"Baiklah-baiklah semua, perhatikan ke arahku dengan benar."
Semua langsung mengalihkan pandangannya ke arah Barcus yang ada di podium, bersama beberapa guru lainnya. Jubah birunya bergerak ketika tangannya tidak kunjung diam. Ia memandangi para peserta yang lolos dengan tatapan kesal. Karena masih saja ada orang yang belum menuruti perintahnya.
"Baiklah. Aku apresiasi untuk kalian yang melaksanakan ucapanku barusan dengan cepat." Barcus menghela napas. Ia mulai mengeluarkan sebuah gulungan dari tangannya dengan sihir yang ia kuasai. Salah satu sihir dasar di tingkat Mage. Membuka gulungan kertas itu perlahan, Barcus mendengus keras membuat para pengajar yang duduk di belakangnya termasuk Kepala sekolah, mengerutkan dahi mereka bingung.
"Sebenarnya, kebanyakan dari kalian mendapat keberuntungan bisa menjadi bagian dari akademi ini," Barcus menggulung kembali kertas itu lalu menghilang dengan sendirinya, "karena untuk bisa membuat bola kristal menunjukkan warna, haruslah berada di tingkat Teksis level 21. Itu level paling rendah untuk murid di akademi ini," tutur Barcus dengan suaranya yang begitu lantang. Para pendaftar yang lolos langsung menundukkan kepala. Sebagian dari mereka merasa tersindir dengan ucapan Barcus barusan. Ini sama seperti, Barcus memberitahu bila pemilik level di bawah 21 tidak begitu diharapkan kehadirannya.
Zelden berdehem dengan suara keras yang membuatnya langsung mendapat perhatian penuh dari Barcus. "Ada apa, Kepala sekolah?" tanya guru itu tanpa rasa bersalah sedikitpun. Semua guru yang duduk di sebelah Zelden menggeleng pelan dengan kepala tertunduk ataupun tersenyum masam. Sedangkan Zelden tidak menampilkan ekspresi apapun. Bibirnya terkunci dengan rapat.
"Baiklah, bila tidak ada yang ingin kau katakan, aku akan melanjutkan ini." Barcus kembali menatap para pendaftar dengan raut tegas.
"Sebelum kalian kubiarkan keluar dari aula ini, ada satu hal yang ingin aku sampaikan mengenai akademi Topaz ini. Hal penting yang harus kalian ingat sampai mati." Perkataan Barcus benar-benar berhasil membuat bulu kuduk para pendaftar yang lolos berdiri. Jika sudah menyangkut tentang kematian, maka ini bukan hal yang baik.
"Dalam akademi ini, tingkat kekuatan kalian sangat berpengaruh dalam kegiatan sehari-hari. Maka siapkan mental kalian mulai detik ini. Bila ada yang merasa tidak akan sanggup, kalian tahu di mana letak pintu keluarnya," ujar Barcus datar. Ia mengibaskan tangannya pelan, seolah sudah malas dengan apa yang seharusnya ia katakan pada para pendaftar yang lolos itu.
"Aku sudah selesai bicara. Kalian boleh pergi dari tempat ini," ujarnya lagi ketika tubuh para remaja itu menegang. Ia berjalan acuh melewati para guru yang lebih senior darinya lalu melangkah meninggalkan aula begitu saja. Zelden menghela napas panjang. Sejak awal, memang bukan tindakan yang benar bila menyuruh Barcus bicara di depan para pendaftar yang lolos.
Zelden yang tiba-tiba berdiri, membuat semua orang menutup rapat mulutnya untuk memperhatikan dengan baik Kepala Sekolah Topaz itu.
"Hiraukan saja apapun yang Barcus katakan sebelumnya. Kalian bisa pergi ke gedung asrama untuk pembagian kamar," ujar Zelden. Ia langsung melangkahkan kakinya menuruni podium diikuti oleh semua guru. Mereka berjalan keluar diikuti tatapan penasaran dari para remaja itu.
Meskipun penerimaan murid baru di sekolah ini lebih cepat 4 bulan daripada biasanya, namun Zelden tidak pernah menyangka akan mendapatkan cukup banyak murid dengan kekuatan di atas rata-rata. Ya, setidaknya sudah cukup meski dominan pendaftar yang lolos memiliki tingkat level yang masih sangat rendah.
"Kepala sekolah. Lalu, bagaimana dengan sistem pembelajarannya?" Zelden menoleh ke arah Cheya dengan senyuman yang terukir di wajah keriputnya.
"Jangan pikirkan itu. Tetap lakukan hal yang serupa seperti sebelum-sebelumnya saja untuk menjadikan mereka orang-orang terkuat." Cheya mengangguk mengerti. Ia memelankan langkahnya hingga kembali berjalan setelah satu langkah berada di belakang Zelden.
Sebenarnya bukan hanya Cheya saja yang ragu, namun hampir semua guru. Mereka sudah mendapatkan daftar para pendaftar yang lolos seleksi itu sebelumnya. Dan betapa terkejutnya mereka ketika mendapati jumlah murid dengan level di bawah Teksis cukup banyak. Ini seperti ada sesuatu yang salah dengan bola kristal itu.
"Tidak ada yang salah dengan bola kristal itu." Kepala para guru yang berjalan di belakang Zelden langsung terangkat dengan dahi mengerut. Mendengar hal barusan membuat mereka merasa bila Zelden bisa membaca isi pikiran mereka.
Zelden kembali bicara, "mungkin ini memang takdir dari langit untuk sekolah kita. Lagipula, firasat buruk selalu menghantui diriku akhir-akhir ini." Setelahnya, Zelden kembali melangkah tanpa menyadari para guru yang berhenti untuk mencerna ucapannya itu.
Firasat yang Zelden rasakan bukanlah firasat biasa. Itu adalah salah satu anugerah yang Zelden dapatkan sebagai Kepala Sekolah ini. Bila Zelden mengatakan hal demikian, maka sudah jelas akan ada hal buruk yang terjadi. Mungkin ini juga yang kristal suci itu rasakan, sehingga bisa meloloskan para pendaftar yang levelnya masih sangat jauh dari kata siap. Bukan para pendaftar yang memiliki kekuatan yang bisa digunakan untuk bertempur nantinya.
"Aku masih saja bingung akan sesuatu hal," semua para guru menoleh ke arah Azura, "bagaimana kriteria yang pantas menurut bola kristal suci itu? Bukankah kalian merasakan hal yang sama denganku? Tadi saja, ada pendaftar yang berada di level 27, namun gagal membuat bola itu bersinar," jelas Azura. Semua guru kembali bungkam.
"Hati yang suci? Atau..."
"Aku tidak yakin, Guru Delwana. Sangat sulit untuk menebak benda mati terutama yang suci itu. Hanya Langit dan mungkin saja Kepala Sekolah yang mengetahuinya," ujar Pisces memotong. Semua guru kembali berjalan. Mereka masih saja memikirkan apa yang satu hari ini terjadi. Sangat sulit diterima logika, dengan hasil pendaftaran tahun ini. Mungkin memang benar, bola kristal itu tengah mencari sosok yang bisa diandalkan ketika firasat buruk Zelden menjadi nyata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments