The Ex'S Mission
Di sebuah rumah dengan isi puluhan kamar kos, seorang gadis cantik dengan kuncir ekor kuda yang tinggi berjalan cepat menuju dapur. Kedua tangannya memegang empat buah mangga yang tampaknya baru dicuci di westafel kamar mandi. Westafel dapur mereka sedang rusak sebab keran airnya patah dan belum juga di perbaiki oleh penjaga kosan.
Gadis itu ternyata sudah di tunggu oleh kedua temannya didapur. Saat mereka berkumpul cepat mereka memulai agenda mengupas kulit mangga untuk dijadikan smoothies dingin yang nikmat di santap di siang hari yang sangat panas ini.
"Kana, jadi gimana? Masa sih lo gak punya rasa sama Kak Aruna? Gila aja! Mahkluk seganteng dan sebaik itu, Kanaaa!" celoteh gadis bernama Mega yang sedang mengupas mangga dengan sebuah cutter sebab kedua teman lainnya sudah memakai semua pisau yang ada di dapur.
"Iya nih si Kana! Aneh banget, semua orang suka sama si Kak Aruna. Dia sendiri doang nih yang jaim ngaku suka. Sebel deh. Selera lo siapa sih? Si Agung joki tiket konser Sheila on 7 itu?!" timpal Dian dengan semangat.
Gadis bernama Kana yang sedang diajak ngomong oleh Dian dan Mega itu lalu tertawa kecil. "Hey, lo boleh aja ngomongin si Kak Aruna. Tapi jangan mendiskreditkan Agung juga dong. Dia itu berjasa banget buat gue. Berkat dia loh gue gak pernah absen acara dan konsernya Sheila on 7! Seneng gue berteman dengan dia tuh!"
"Loh, daripada lo pergi ke konsernya Sheila on 7 sama Agung, mendingan banget sama Kak Aruna," ucap Mega sambil membuang kulit mangga hasil kupasannya.
Alis Kana berkerut, "Emang dia suka Sheila on 7, gitu?"
"Hm! Eh kuncir kuda, jahat emang lo ya! Follow dong twitternya Kak Aruna. Akun lo aja di follow sama dia!" tukas Dian sambil mengacungkan pisau yang ia pegang.
"Oh iya ya?! Ga sadar gue dia follow!" Cepat-cepat Kana meletakkan pisau lalu mengelap tangannya pada lap dapur. Ia langsung membuka ponsel dan akun twitternya. Dengan segera Kana kemudian mengerti apa yang Dian maksud. Ada sebuah cuitan dari akun Aruna Wira Mahendra tentang betapa ia rindu dengan konser band ternama dari Jogja itu yang sudah cukup lama tidak mengadakan konser besar di kota gudeg ini.
Mulut Kana membentuk huruf O setelah membaca cuitan itu dan segera ia menyimpan kembali ponsel di saku celananya. "Oh, I see. Udah gue follow ya Kakak Ganteng lo itu," ujar Kana kemudian sambil menuangkan hasil potongan mangganya ke dalam blender.
"Lagian, kata siapa gue jaim ngaku suka sama Kak Aruna?" Kana membalik badannya dan kini bertatap muka dengan dua sahabatnya itu. "Gue suka-suka aja kok. Lagian dia emang baik orangnya."
Dian memutar bola matanya dengan sebal. "Dih, dia itu baiknya beda ke elo, Kana. Masa lo ga bisa bedain sih? Dia itu baiknya beda karena suka sama lo!"
***
Tubuh Kana terasa berat, ia berusaha memegangi kepalanya yang terasa berputar. Memaksa sekuat tenaga untuk bangun dari posisi yang saat ini ternyata sedang tertidur, jemari Kana bergetar hebat. Ia tahu dan sangat kenal reaksi ini. Lalu dengan terburu-buru, Kana berlari ke kamar mandi dan memuntahkan seluruh isi perutnya sore itu.
Jemari Kana yang masih bergetar mengelap mulutnya dari sisa-sisa muntahan. Ia lalu mengambil sebuah langkah besar melewati muntahannya di lantai dan membuka keran dari selang shower. Air segera mengalir dan membersihkan lantai dari muntahan Kana. Sore itu, Kana berakhir dengan berendam di bathtub dengan baju lengkap setelah begitu lelah menyikat lantai kamar mandi agar tidak menyisakan bau muntah menjijikkan.
Di sela hening dan helaan nafas Kana, ia teringat lagi akan mimpinya tadi. Mimpi-mimpi itu adalah potongan kilas balik dari kejadian hidup yang pernah ia alami. Dan setiap kali terbangun dari mimpinya, Kana selalu merasa mual dan mengigil. Sering kali hal ini yang membuat perempuan muda berumur 24 tahun ini membenci hari libur. Ia lebih baik bekerja terus menerus sepanjang hari tanpa libur dari pada harus diseret pada kenangan-kenangan lama yang menyesakkan jiwa dan perlahan membunuh karakternya.
Kenangan itu adalah bagian dari kesalahan terbesar di hidupnya. Kisah yang sangat Kana sesali. Baginya, kenangan 3 tahun yang lalu adalah bagai merobek jalan pintas kehidupannya menuju jalan pintas neraka. Dan sekarang bagi Kana, hidup yang ia jalani ini tidak ada bedanya dengan kegelapan. Baginya, susah sekali meraih kebahagiaan saat ini. Seolah stok kebahagiaan untuknya sudah habis sebab hari-hari yang telah ia jalani 2 tahun belakangan ini terasa penuh derita. Semua hal yang ia lakukan terasa sulit. Bahkan hanya untuk sekedar tersenyum.
Sudah satu jam Kana berendam, jemarinya mulai keriput dan perutnya terasa lapar. ia beranjak perlahan dari kamar mandi, mengeringkan tubuhnya dan segera berpakaian. Kana membuka kulkas dan mengambil sebuah apel, lalu mencucinya. Ia mengigit dengan keras menyebabkan bunyi 'krauk' yang memecah sunyi. Sambil menikmati hujan dan menunggu rambut panjangnya yang basah kering, Kana menikmati makan malamnya yang memang hanya sebuah apel merah tadi. Sebab, jika karena tidak dilihat orang lain dan agar tubuhnya masih berfungsi untuk hidup, Kana mungkin lebih baik mengunyah udara kosong. Baginya, sulit sekali memperoleh nafsu makan. Ah, jangankan nafsu makan. Nafsu untuk menjalani hari esok saja sudah tidak ada.
Perempuan muda itu berjalan dan berhenti di depan sebuah kalender. Jemarinya menunjuk sebuah tanggal di kolom hari senin. Besok adalah hari kerja dan merupakan hari penting bagi Kana. Ia akan mempresentasikan final project yang sudah ia kerjakan selama 5 bulan terakhir. Menghela nafas, Kana memilih untuk segera tidur saja. Semua hal untuk besok sudah ia siapkan dari waktu yang cukup lama. Dan tidak perduli seberapa keras usaha yang Kana lakukan nanti atau seberapa hebat pencapaian tentang hasil projectnya ini, ia sudah tau akan akhir dari hari senin besok. Ya, akhirnya akan biasa saja. Kana akan dipandang so-so. Tidak hebat, tidak spesial. Yah, meski begitu mau tidak mau Kana bersyukur. Paling tidak ia selalu menerima gaji tiap akhir bulan. Paling tidak, ia bisa menghidupi dirinya sendiri. Paling tidak, ia bisa sekedar... hidup.
Sebelum tidur, Kana duduk tenang sambil memejamkan matanya. ia sedang berdoa. Berdoa pada tuhan tentang betapa terpuruknya Kana sendirian menghadapi hari ini. Namun di doanya, Kana bersyukur, bahwa hari ini akhirnya berakhir pada malam juga. Ia lalu menghembuskan nafas panjang dan menarik selimutnya. Namun, sebelum ia jatuh pada pelukan lelap, jauh di lubuk hati Kana yang sudah lama ia paksa bisu, ada sebuah nama yang terselip dalam doanya.
"Semoga kamu bahagia disana, tidak merasakan kegelapan, derita, penyesalan, kesepian dan kehilangan seperti yang ku rasakan setiap hari. Selama ini, Aruna."
***
Deru kaki-kaki bersepatu putih bersih berjalan cepat diiringi empat pasang roda dari sebuah tempat tidur besi. Diatasnya terbaring kaku sebuah tubuh dengan kulit pucat. Selang dan masker oksigen yang terikat di mulut pasien tersebut tidak lagi berembun. Seolah organ nafasnya sangat lemah bekerja. Ah, jangankan organ nafasnya, alat vital kehidupan yang ia miliki sekarang tampaknya tidak lagi berdetak.
"Aruna! Aruna! Aruna bangun, Nak! Jangan tinggalkan Mama! Bangun, Nak!" teriak seorang ibu sambil meronta-ronta dipegangi oleh pria tua yang merupakan suaminya. Disamping perempuan itu ada juga menemmani seorang wanita dewasa dengan pakaian necis. Ketiga dari mereka itu bertampang sedih dan penuh derita.
Sementara itu, pasien yang bernama Aruna Wira Mahendra tadi sedang di bawa masuk kedalam ruangan ICU. Begitu pintu tertutup, seorang suster tampak menyerahkan alat kejut jantung pada dokter yang mengulurkan tangan. Suasana mencekam dan penuh fokus saat alat itu menghentak tubuh kurus pemuda tampan yang pucat di tempat tidur. Sekali percobaan, "Lagi!" ucap sang dokter.
Dua kali.
"Aruna! Bangun! Ayo Nak! Mama disini!" gaung suara itu bergema di lorong rumah sakit.
'Beep! Beep... beep...'
"Huuft," Sang Dokter menghela nafas lega mendengar dan melihat alat monitor detak jantung pasien didepannya itu bekerja kembali. Masih tidak melepas fokusnya, ia lalu memerintah pada susternya, "pasang ventilator!"
Selang beberpaa menit saat situasi terlihat lebih terkendali, Sang Dokter mengangguk. Menandakan mereka bisa segera bubar dan menyerahkan pasien pada penjagaan suster di ICU. Sementara sang dokter pergi untuk mengabari keluarga pasien yang histeris di luar ruangan tindakan, sepasang suster yang merapikan tempat tidur pasien dan alat-alat medis lainnya membuka pembicaraan.
"Ikutan gugup saya mbak, pasti itu tadi ibunya sedih banget. Anak ganteng begini, masih muda, sekarat, duh loro ati ku gusti," ucap seorang suster yang terlihat masih muda.
"Iya. Makanya, punya anak ya disayang segenap hati. Kita kan gak pernah tau umur. Kadang yang muda duluan pergi. Cantik, Ganteng, Muda, Kaya bukan jaminan. Waktu adalah hal yang dianugerahkan pada kita. Selama masih diberi waktu, sayangi sebaik dan sepenuh hati orang-orang terdekat kita," ujar suster yang lain sambil mengangguk, menandakan ajakan pergi meninggalkan sang pasien istirahat sejenak lagi.
Ruangan ICU itu sejenak sepi, hanya terdengar bunyi beep teratur dari suara monitor dan detik jam yang menunjukkan pukul 01:30 Fajar.
Seorang suster jaga yang sedang menulis dokumentasi laporan mendadak merinding. Ia lalu melirik ponselnya dan segera paham bahwa suhu ruangan mendadak turun sebab cuacanya ternyata hujan. Notifikasi aplikasi ramalan cuaca menunjukkan 'Thunderstorm.' Badai yang dingin sedang berlangsung di luar sana.
Anehnya, jemari kaki Aruna bergerak-gerak. Ia juga merasakan dingin yang menjalari telapak kakinya. Aruna lalu mendadak terduduk dan segera mendekap tubuhnya sendiri.
"Sial! Dingin banget AC nya!" serunya saat terduduk dan membuka mata.
"Hah? Dimana nih gue?" Ini seperti bukan ruangan kamar apartmen miliknya. Apa ia sedang di rumah orangtuanya?
"Ma?! Pa?!" Aruna menjulurkan kepalanya. Pandangan lurusnya terpaku pada seorang perempuan yang sedang duduk disebuah meja sibuk menulis sesuatu.
"Permisi?!" teriak Aruna. "PERMISI! HEY! HALO!" urat leher Aruna sampai muncul saking ia berusaha membuat perempuan berbaju suster itu melihat padanya.
Alih-alih melihat, suster tadi hanya sejenak berhenti menulis sambil melirik ponselnya. Sedetik yang lalu ada notifikasi dari aplikasi ramalan cuaca pada ponselnya. Suster itu lalu kembali menulis lagi, tidak menghiraukan teriakan Aruna.
***
Halo!
Selamat datang di Novel baru saya.
Semoga suka ya!
Jangan lupa selalu dukung saya ya! Agar semangat mengisi waktu pembaca yang baik dengan karya jemari-jemari dan ide halu saya!
Stay safe!
Love,
Author
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
OFF
Masih meraba alurnya..dibaca pelan dan diresapi...
ni sepertinya alur maju mundur cantik bergabung 😂😂..tinggalin jejak thor
2022-04-23
0
Tri Dikman
Baru tau ada novel baru thor
Mulai baca
2022-03-09
0
fw'riana
dear ayy,
tbh aku belum bisa move on dr the bridesmaid's secret ... tetap jadi favorite, di novel ini aku belum berani baca cukup 1 chapter dulu, tunggu end deh ... 😅
2021-10-28
2