Time

"There is a fine line between life and death. It’s called Time" - by Cheryl Haggard

Lelaki muda dengan poni yang berantakan duduk di ujung tepi lantai teratas gedung rumah sakit. Ia tidak lagi merasa takut sebab ia benar-benar sudah mencoba berkali-kali untuk menjatuhkan diri namun nyatanya ia malah kembali lagi pada tempat ia berdiri. Kesimpulan yang ia dapatkan adalah, saat ini ia sedang tidak hidup dan juga tidak bisa mati. Di dalam kebingungan dan kekalutannya, ia mencoba duduk tenang dan mencari penjelasan yang bisa ia terima tentang keadaannya saat ini.

"Aruna, selamat malam..."

Secepat kilat lelaki muda itu membalik badannya mencari suara yang menyapanya. Arah pandangnya menyapu seluruh arah di tengah kegelapan malam dan dinginnya cuaca. Tidak ada siapun. Aruna menghela nafas lagi, ia berusaha keras mengendalikan diri dari kebingungan dan kekalutan yang berkecamuk di kepala dan dadanya saat ini.

Baru saja Aruna kembali duduk ke tempat semua, seseorang berbaju piyama putih bersih dan bercahayaar mendadak muncul dengan senyum lebar.

"Waaaaaaaa!!!"

Terpelanting jatuh tiga langkah ke belakang, Aruna mencengkram dada saking kagetnya. Makhluk kurus berpiyama putih itu tampak merasa bersalah telah mengejutkan lelaki muda malang didepannya, tapi juga tidak bisa menahan tawa.

"Haha, ubbpphhff, haha, ups! Maaf. Maaf sudah mengejutkan kamu, Aruna. Jangan takut," bujuk makhluk berbaju putih itu.

"Siapa kau? Malaikat maut ya?" tanya Aruna masih dengan raut terkejut.

Cahaya putih perlahan memudar, memperlihatkan jelas bahwa makhluk tersebut berupa seorang lelaki muda juga. Dari perawakannya terlihat seperti hanya terpaut satu dua tahun lebih tua saja dari Aruna. Lelaki berpiyama putih itu melompat turun dari tepi dinding tempat Aruna duduk dan terperanjat jatuh tadi. Ia berjalan mendekati Aruna dan mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri.

"Kau tidak perlu tahu siapa aku, tetapi aku punya tugas untuk membantu mu," jawabnya singkat saat Aruna sudah berdiri.

Alis aruna berkerut, "membantu apa? Memangnya aku butuh bantuan apa?"

Si Piyama putih mengangkat bahunya, "memangnya kau tidak bingung kenapa keadaanmu seperti ini?"

Menghela nafas, Aruna berjalan perlahan menjauhi Si Piyama putih sambil menatap langit. "Apa aku sudah mati?" tanyanya kemudian.

"Belum. Kau berada diantara itu," jawab suara dari belakang Aruna.

"Lalu, apakah aku bisa hidup kembali?"

"Kau akan tahu jawabannya nanti."

Jawaban barusan membuat Aruna berbalik dengan perasaan berat. "Maksudmu aku akan mati?"

"Kita semua akan mati. Semua yang hidup pasti akan mati, kan? Hanya saja kita semua menunggu waktu yang tepat."

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Menunggu?" tanya Aruna lagi.

"Well, kau bisa menunggu... untuk waktu yang lama. Sangat lama, mungkin hingga kau bosan. Dan sangat bosan. Atau, kau bisa mempercepat masa tunggu ini," kata Si Piyama Putih sambil berjalan mendekati Aruna.

"Caranya?"

"Menyelesaikan apa-apa yang belum kau selesaikan, Aruna."

Aruna menghela nafas panjang. "Pekerjaanku, ah benar! Tender Pak Tedy belum ku tandatangani, Project Skywave bisa tertunda karena ini. Ah, aku harus--"

"Bukan itu!" potong Si Piyama putih.

Alis Aruna terangkat seolah berkata 'lalu apa?' tanpa suara.

Si Piyama putih lalu tersenyum. "Aruna, hal-hal semacam yang kau khawatirkan tadi itu sangat tidak berguna. Pegang tanganku sekarang, agar kau mengerti kenapa hal semacam tadi tidak patut kau khawatirkan."

Meski sedikit meragu, Aruna meraih tangan yang terulur didepannya dan detik itu juga lantai tempat ia berpijak amblas dan membawanya jatuh melayang diantara cahaya putih yang membutakan.

***

Di sebuah ruangan kantor megah dengan tatanan modern dan terasa sangat nyaman, cahaya mentari pagi masuk dengan leluasa dari arah jendela besar di ujung ruangan. Pemandangan dari jendela itu pun sangat luar biasa. Langit begitu cerah, dan pemandangan taman kota dari lantai 55 gedung ini benar-benar mencerminkan keistimewaan status pemilik ruangan ini.

Tepat disebuah meja kerja kaca mewah, terdapat sebuah papan nama akrilik bertulisan nama 'Aruna Wira Mahendra' sebagai seorang direktur. Benar. Ini adalah perusahaan milik Aruna, namun aneh. Seharusnya ruangan ini dikunci, tetapi kenapa ada seseorang yang duduk di kursi tamunya?

"Ini kantorku, seharusnya ruangan ini di tutup selama aku terbaring di Rumah Sakit, kan?" tanyanya tanpa menoleh pada Si Piyama putih. Ia lalu berjalan mendekati orang yang sedang duduk di kursi tamunya. Dan seolah ada iblis di depan Aruna, wajahnya tiba-tiba berubah bengis.

"Elo! Sial! Ngapain lo ada di kantor gue? Berani-beraninya lo datang kesini, hey!" teriak Aruna tepat di depan wajah seorang pria gemuk yang sedang duduk nyama tak bergeming.

"Dia gak akan bisa dengar dan melihat lo, Aruna. Tenang dan perhatikan saja," ujar Si Piyama putih sambil berjalan-jalan melihat isi ruangan Aruna.

Tak berapa lama, ada suara tawa dari arah pintu masuk dan sangat familiar di telinga Aruna.

"Selamat Pagi, Jay! Terimakasih sudah mau datang," sapa seorang bapak tua yang tak lain adalah Papa Aruna.

Lelaki yang disapa Jay tadi dengan cepat berdiri dan menyambut kedatangan Papa Aruna dengan uluran tangan. "Pagi, Pa!" jawabnya dengan senyuman lebar.

"Maaf harus mendadak memintamu pulang dari London. Barang-barang mu bahkan masih di lobby. Apakah kamu perlu minuman untuk meredakan jetlag?" tanya Papa Aruna - Abraham Mahendra sambil memberikan gestur mempersilahkan Jay duduk kembali.

"Tidak, terimakasih, Pa. Saya... turut berduka dengan kabar kecelakaan Aruna. Pasti berat banget untuk Papa dan Tante Lastri. Saya ikut sedih," ucap Jay dengan tatapan iba.

"Dasar ular! Penipu! Lo gak pernah simpatik dengan gue! Lo adalah orang yang paling senang kalau gue mati, bangs*t!" Aruna kehilangan kesabarannya, ia berusaha meninju sosok Jay tapi sayang, kepalan tinjunya hanya seperti menembus angin saja.

"Sepulang dari sini, saya akan mampir dan menjenguk Aruna, Pa!"

"Gaperlu! Gue gak butuh!" teriak Aruna lagi, yang tentu saja tidak ada gubrisan dari orang-orang didalam ruangan.

Pak Hendra mengangguk pelan dengan air muka yang sedih. "Kasihan Aruna, dia masih sangat muda dan begitu gemilang. Semua kerja keras dan pencapaiannya sampai saat ini sangat berhasil. Tapi tiba-tiba keadaan sangat jauh berubah seperti ini. Sudah hampir dia minggu ia masih belum siuman juga."

Ada helaan nafas berat sebelum Pak Hendra kembali berbicara. "Walau bagaimanapun, bisnis ini harus tetap berjalan. Permasalahannya adalah, ada banyak hal yang harus segera ditangani dan diambil keputusan demi berjalannya kembali kantor ini. Papa punya permohonan... dan meski memberatkanmu, tolong bantu Papa, jangan menolak permohonan ini," ucap Pak Hendra sambil menunduk lesu.

Aruna yang sedari tadi duduk disamping Papanya menggelengkan kepala dengan keras. "No, Pa! No! No! Please don't do that!"

"Tolong gantikan Aruna dan jalankan perusahaan ini," Pak Hendra menahan nafasnya saat mengucapkan kalimat ini, menandakan bahwa ini juga merupakan keputusan yang berat untuknya.

Jay terdiam, air mukanya datar dan ekspresinya tidak terbaca. "Tapi Pa, sekolah PhD saya-"

"Cuti dulu dari program doktoral kamu, Jay. Maaf harus mengalihkan beban ini ke pundakmu," ucap Pak Hendra pelan.

Suasana menjadi sangat hening hingga Jay dan Pak Hendra keluar ruangan. Sementara itu, Aruna masih duduk memegangi kepala dan sesekali mengusap muka hingga rambutnya.

Sanjaya Mahendra adalah anak dari madu Ibu Aruna. Saat itu, ibu Aruna sudah sangat ditekan oleh keluarga besar karena tak kunjung hamil. Padahal sudah melakukan berbagai pemeriksaan dan usaha medis lainnya termasuk mencoba metode in vitro fertilization (IVF) atau bayi tabung. Terpaksa, Abraham Mahendra harus menikahi seorang perempuan muda lainnya demi mendapatkan keturunan.

Hidup terkadang memang suka bercanda dan menguji iman. Tepat sebulan setelah pernikahan kedua Abraham Mahendra dengan Kaliandra, ibu dari Sanjaya Mahendra, Lastri justru hamil anak pertama mereka. Prahara terjadi dikarenakan Lastri yang murka akan tekanan yang selama ini ia hadapi. Lastri menuntut semua haknya dikembalikan. Yakni kemampuannya menghasilkan keturunan diakui, juga sebagai istri tunggal Abraham. Baru setahun pernikahan Abraham dan Kaliandra, mereka harus menghadapi perceraian, tepat setelah kelahiran putra mereka, Sanjaya.

Konflik terjadi karena meski Aruna adalah keturunan Abraham, tetapi Sanjaya juga memiliki darah konglomerat itu. Terpaksa Abraham meminta agar Kaliandra dan Sanjaya untuk hidup jauh dari keluarga Abraham dan Lastri.

Kaliandra merasa tidak diperlakukan adil, terlebih lagi karena kehadiran Sanjaya dipelukannya. Dengan masih menyimpan dendam pada Lastri dan keluarga besarnya, Kaliandra menuntun sejumlah harta yang sangat besar demi jaminan hidupnya dan Sanjaya. Persetan ia dikata sebagai makhluk penghisap darah, baginya kebahagiaan hidup Sanjaya adalah segalanya.

Yang membuat Aruna membenci Sanjaya adalah karena ia tahu, dendam Kaliandra turun dan mengalir pada anaknya. Di setiap kali ada kesempatan, maka Kaliandra dan Sanjaya tidak segan menelusup masuk mencoba mengambil alih dengan dalih darah Hendra mengalir juga pada Sanjaya.

Ya, hal itu pula lah yang menyebabkan Aruna mencoreng sejarah hitam dalam hidupnya. Yakni meninggalkan istri sahnya demi mempertahankan tahta keluarga Mahendra agar tidak jatuh ke tangan Sanjaya dan Kaliandra sebagai satu-satunya keturunan Mahendra dan Lastri.

Aruna kembali menghela nafas, ia merasakan tangan dan kakinya begitu dingin. Perlahan perasaan putus asa menelusup kedalam lubuk hatinya. Beginikah rasanya mati? Segalanya akan direnggut paksa oleh orang-orang yang masih memiliki nafas?

"Hey, Aruna, mau aku bantu simpulkan? Terkadang yang kamu anggap penting dalam hidup ternyata tidak seberarti itu. Setelah kamu tak lagi disana, dunia dan seisinya masih akan terus baik-baik saja," lirih Si Piyama putih sambil bersiur memaparkan mukanya pada sinar mentari pagi.

Perlahan, Aruna mengangkat wajahnya dengan mata sembab. "Aku sudah mengerti. Dan jika aku sudah mengerti berarti waktu ku sudah tiba, kan? Aku akan mati?" Tanpa sadar, air mata jatuh membasahi kedua pipi Aruna. Ia mulai menangis, lalu semakin keras, dan akhirnya menghempaskan diri di sofa tak berdaya.

"Tidak, atau mungkin belum. Kau akan tahu jawabannya nanti. Kan sudah pernah ku bilang," jawab Si Piyama putih.

Si Piyama putih lalu mengulurkan tangannya, "Aruna, kau akan tahu jawabannya setelah tugasku selesai. Jika kau mau tahu jawabannya, maka kau harus bekerjasama denganku. Begitulah syaratnya. Jika kau tidak mau, maka kau akan terus menunggu."

Masih mengulurkan tangannya, ia melanjutkan, "jabat tanganku dan aku akan sebutkan namaku. Begitu kau mendengar namaku, maka kontrak kita akan terikat."

Aruna menoleh lemah dan menjabat tangan si Piyama putih tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Namaku, Chas," ucap Chas, Si Piyama putih. Sebuah tali berwarna putih berpendar melingkari tangan Chas dan Aruna yang masih terjabat.

"Tugasku adalah, membantumu menyelesaikan sesuatu yang belum kau selesaikan," lanjutnya lagi.

Masih dengan suara lemah, Aruna bertanya, "semua yang tak ku selesaikan sekarang baik-baik saja seperti yang kau bilang tadi, kan? Jadi tugasmu sudah selesai!"

"Tidak, belum. Ada seseorang yang tidak baik-baik saja setelah kau tinggalkan. Dan kau harus menyelesaikan sesuatu tersebut, hingga orang tersebut baik-baik saja."

Aruna tidak sepenuhnya memahami apa yang Chas ucapkan. Tetapi ia merasakan sesuatu yang sangat berat di dadanya. Seolah dadanya di timpa ribuan ton batu bata.

"Apakah kau merasakannya sekarang?" tanya Chas dengan mata berbinar.

Chas mendekatkan wajahnya lalu berkata dengan wajah puas, "Aruna, Itu adalah beban yang kau tinggalkan, sembunyikan dan selalu berusaha lari dari semua kesibukanmu. Itu adalah perasaanmu... pada Kana, mantan istrimu."

***

 

 

 

 

Terpopuler

Comments

Yuko_Arfa

Yuko_Arfa

Aruna...hidup tak...mati pun segan...sebab kesalahan yg bgtu besar...🤨🤨.

2021-04-13

0

🍭ͪ ͩFajar¹

🍭ͪ ͩFajar¹

mulai paham konfliknya

2021-02-25

0

Cantika

Cantika

mulai paham dan bikin sesaakkk

2021-02-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!