Seorang lelaki muda berperawakan tinggi dan tegap sedang terlihat sibuk menyiapkan diri. Ia mondar mandir beberapa kali dari satu tempat ke tempat lain, dari ruangan satu ke ruangan lain, sambil membawa-bawa tas selempang berwarna hitam. Setelah semua dirasa komplit, tas itu ia letakkan di tempat tidur dan ia menyempatkan diri berkaca sambil menyematkan jaket komunitas Harley yang baru ia dapatkan seminggu yang lalu. Di jaket kulit itu terukir nama "Aruna Wira Mahendra."
Hari Minggu pagi ini adalah hari pertama kali Aruna akan touring bersama komunitas motor Harley setelah resmi diangkat menjadi anggota. Aruna merasa sangat bersemangat. Terlebih lagi komunitas yang ia masuki ini terkenal elit. Semua anggotanya termasuk dalam jejeran pemilik black card, sebuah kartu akses ke fasilitas elit sebagai jaminan bayar sebab sudah diakui oleh bank mengenai saldo diatas 10 Juta USD.
Pencapaian ini membuat dada Aruna semakin sesak dipenuhi oleh rasa adrenalin yang membuncah. Kehidupannya dua tahun belakangan ini benar-benar seperti diatas awan. Sukses di awal karir, bisnisnya mulai meraup keuntungan, investor dan jaringan bisnis yang mulai bermunculan di tiap daerah merupakan mimpi-mimpi masa kecilnya yang mulai terwujud satu per satu.
Sebuah pintu garasi samping rumah yang sangat besar perlahan membuka dengan bunyi 'nit...nit...nit...' menampilkan pemandangan pria gagah di atas motor Harley yang mengkilap. Suara deru knalpot yang halus namun berat penuh wibawa seakan mengumumkan betapa mahalnya harga kendaraan yang ia tunggangi itu. Aruna lalu menggembungkan dadanya, mengisi paru-paru dengan sebanyak oksigen yang dapat ia hirup. Hidupnya seperti sangat sempurna hari ini.
"Hati-hati, Den Aruna!" ucap seorang petugas keamanan saat melepas Aruna pergi. Sementara seorang petugas keamanan yang berada di dalam pos yang mengoperasikan buka-tutup gerbang hanya melambai dengan tersenyum.
Begitu rekan satpamnya masuk, si petugas buka-tutup gerbang itu membuka pembicaraan. "Eh, Ujang! Bukannya anak itu baru pulang selepas shubuh tadi ya? Sudah pergi lagi? Bah, udah kayak Ironmen ku tengok!"
"Yah, namanya juga anak muda, Bang Togar! Biarlah! Mumpung masih sendiri, katanya tahun depan mau dinikahkan dia sama Bos Besar," jawab Si Ujang sambil mengipasi dirinya dengan topi.
Togar lalu mendengus kesal, "nge-fans kali kau sama dia ya ku tengok! Tak tau aja kau dia itu cacat juga sebenarnya!"
"Ah, cacat gimana bang? Ganteng, rupawan, tegap, putih, ningrat pula!"
"Duda dia itu, duda! Udah pernah nikah itu dia! Diceraikannya perempuan itu! Macam habis manis sepah dibuang!" Kata-kata Togar barusan diucapkan dengan nada kesal tertahan. Ia tahu kalau ia tidak bisa sembarangan membicarakan 'Sang Bos Muda.'
"Masa sih, Bang!" Ujang langsung merubah raut wajahnya, antara terkejut dan sangat ingin tahu. Muka Togar yang tampak serius seperti menjanjikan sebuah obrolan yang akan mengubah pandangannya terhadap sosok Aruna.
Membenarkan posisi duduknya, satu tangan kanan Togar menutup pintu sementara tangan kirinya berpangku di lutut. "Brengs*k juga dia itu, tau kau?! 3 tahun lalu dia nikahi adik kelasnya di kuliah. Pongah dia sok bergaya menentang keluarga besar ini. Setelah nikah, habis dinikmatinya manis perempuan itu, ditinggalkannya! Balik lagi dia ke rumah ini. Sebab uang dan harta ini membuatnya sadar bahwa berjuang membangun rumah tangga bersama mantan istrinya itu tidak masuk akal. Sekarang melenggang macam tak ada dosa dia, itu!"
"Hah, gimana-gimana bang?! Dia udah pernah nikah bang?"
"Iya! Udah hamil istrinya, tega dia niat ceraikan, tau kau?! Dulu dia nikah di tentang habis-habisan sama orangtuanya. Gengsi orangtuanya menerima perempuan biasa jadi menantu. Dulu kagum kali aku, bah! Ku pikir tak sama lah anak muda satu ini dengan orangtuanya yang sombong itu. Maunya dia sama perempuan dari kalangan biasa. Eh, setelah setahun, tak tahan juga dia hidup tanpa uang orangtuanya. Ditinggalkannya istrinya itu! Disitu lah habis rasa hormatku sama dia," jelas Togar sambil mulai menghidupkan rokoknya.
Setelah dua kali hembusan, Togar kembali berkomentar. "Sekarang gonta-ganti dibawanya perempuan. Dari kalangan-kalangan terhormat. Hanya karena kaya bisa dia hapuskan sejarah kelam itu. Sekarang sudah macam pria terhormat tanpa cela."
"Lalu kenapa kau sepertinya benci kali, bang?" tanya Ujang perlahan. Mendadak wajah istrinya terlintas di pikirannya. Betapa ia bersyukur bahwa Elis, istrinya, mencintai dirinya tanpa pandang harta.
"Sebab malam mereka bercerai, ku saksikan sendiri dengan mata kepalaku di depan gerbang rumah ini. Menangis histeris perempuan itu, saking sedihnya dia, sampai tiba-tiba perempuan itu memegangi perutnya kesakitan. Mengucur darah dari kakinya. Kau tahu apa yang anak itu lakukan?" Mata Togar membesar dan wajahnya memerah marah. Ujang sampai menelan ludah menunggu kelanjutan cerita Togar.
"Pergi dia, Ujang! Di tinggalkannya perempuan itu berlutut menangis dan penuh darah. Begertar seluruh badan dan tanganku. Untung masih bisa ku tahan amarahku karena ingat bekerja disini sumber penghasilanku. Kalau tidak, Ujang, lepas ku masukkan ke ambulan perempuan itu sudah pasti kucari dia di kamarnya, ku hantam dia pakai tinju ini!" Togar menghembuskan nafasnya, melepaskan amarah.
"Sudah berlalu dua tahun, tetapi tiap kali hujan deras, masih terngiang di ingatanku tangis perempuan itu di depan gerbang. Rasa bersalah kadang-kadang masih terasa, kenapa tidak ku hantam muka anak kurang ajar itu," ucap Togar sambil menghempaskan diri bersandar di kursi.
Ujang menutup mulutnya yang sedari tadi ternganga mendengar kisah kelam Aruna. Ia memang baru 3 bulan bekerja disini. Belum banyak hal ia dengar tentang Aruna maupun keluarga ini. Tetapi Ujang tahu bahwa ia tidak pernah mendapat perlakuan ramah dari kedua orangtua Aruna.
"Bang," sapa Ujang takut-takut. Ia menelan ludah saat Togar menatapnya. "Perempuan itu, mati bang?"
Tentu saja itu adalah pertanyaan logis. Angan-angan Ujang sudang membayangkan hidupnya akan di penuhi oleh kengerian kisah mistis hantu perempuan yang menangis di depan gerbang saat sedang bertugas jaga malam.
"Ah, kau ini. Kebanyakan nonton sinetron kau! Tak kau simak ceritaku? Kan sudah ku tolong! Ku telepon ambulan, ku gendong, ku masukkan ke dalam ambulan! Sudah di tangan yang tepat dia!"
"Tapi, abang yakin dia selamat?" tanya Ujang masih dengan nada curiga.
Togar mendecak kesal. "Selamat, dah pernah jumpa beberapa kali aku sama perempuan itu. Yang bikin aku marah adalah, dulu seingatku perempuan ini...ah siapa namanya ya, lupa aku! Si.. Si.. Beti lah umpama ya. Si Beti ini cantik dan enerjik! Sekarang suram kali dia. Macam bunga layu! Jauh beda dari yang pernah ku lihat sebelum dia ditinggalkan si Aruna!"
"Oh, saya pikir dramatis. Si perempuannya mati, lalu jadi hantu. Hiii!" ucap Ujang sambil memeluk dirinya sendiri berlagak ngeri.
Alis Togar malah semakin berkerut, "drama kali kau, bah!"
Diam sejenak, Togar lalu berkata lagi, "sesekali aku sering berjumpa dengan Si Beti itu. Ah! Kana! Kana namanya. Baru ingat aku!"
"Kalau membahas seperti ini lagi rasanya ada panas di dadaku. Entah dendam entah kesal. Aku dan istriku bertahun-tahun menunggu dikaruniai anak. Sementara cecunguk muda ini, sudah kaya, tampan, hidup enak, bisa menikah muda, dapat istri baik, pintar dan cantik lalu langsung bisa punya anak, malah dia sia-siakan semua karunia Tuhan itu. Benar-benar tidak bersyukur!" Diujung ocehannya, Togar menekan mati puntung rokoknya di asbak.
Ujang menelan ludah, seketika sosok majikan mudanya itu tak lagi bersinar seperti sebelum mendengar cerita Togar. Jika benar Aruna meninggalkan Kana hanya karena lebih memilih kembali kepada orangtua dengan alasan hidup bergelimang harta, sungguh rasanya itu jahat sekali. Ujang menghela nafas. Ia menatap derasnya hujan dari jendela pos. Rasanya, ia tidak ingin mendengar cerita Togar. Cerita gelap itu, sungguh tidak pernah cocok dengan sosok Aruna yang selama ini ia lihat.
***
Langit semakin gelap, iring-iringan tour motor komunitas Harley yang disegani di Kota ini tampak sedikit memacu kecepatan untuk sampai pada titik rest area terdekat. Seorang Road Captain mengirimkan signal untuk mengurangi kecepatan karena gerimis mulai turun membasahi jalanan.
Aruna mengerjapkan matanya dan menahan nafas saat seorang sweeper tengah melanjutkan pemberian sinyal untuk kelompok belakang termasuk dirinya. Ini adalah touring pertamanya, Aruna berharap perjalanan ini bisa mulus, dan gerimis ini sungguh membuatnya tidak senang.
Sebuah motor perlahan mendekati Aruna, ia adalah sweeper belakang yang mendahului beberapa pengemudi. "Bro, kita pisah kelompok dulu. Yang depan udah terlanjur basah kena hujan. Kita stop dulu, berhenti di depan ada warung warga."
Aruna menggeleng, ia yakin hanya tinggal 10 menit lagi akan sampai di rest area sebagai tempat pemberhentian pertama sesuai rencana. Ikut berhenti saat ini di warung warga akan membuatnya kehilangan kesempatan untuk mengobrol dekat selama istirahat dengan senior-senior di klub ini yang urutan motornya ada di depan rombongan. "Gue ikut rombongan depan aja, bro!" balasnya sedikit berteriak dan langsung memacu kecepatan motor mengejar sweeper tengah dari kelompok depan.
Tak lama, Aruna kini sudah bergabung dengan kelompok tengah. Dan sesuai dugaannya, meski cukup basah diguyur hujan, ia sudah sampai di rest area kurang dari 10 menit. Senyumnya terukir saat memarkirkan motornya. Segera Aruna turun dari motor dan hendak bergegas bergabung bersama para senior elite di bawah atap rest area. Sambil setengah berlari, ia melepas tali pengaman helm.
Namun, aneh. Saat Aruna melepas helmnya, bukan rombongan para senior yang ia lihat. Aruna justru kini menatap langit dan bulir-bulir hujan yang jatuh mengenai wajahnya. Tiba-tiba telinganya berdengung sampai ia tak lagi bisa mendengar apapun. Dari kedua lobang hidungnya, mengalir cairan hangat. Aruna mengerjapkan matanya beberapa kali dan berusaha menggerakkan badannya, tapi tidak bisa. Satu menit kemudian, ia melihat rombongan senior yang ia tuju tadi mengerubungi dirinya dengan tatapan ngeri dan panik.
Sementara itu, ditengah rintik hujan yang kian deras dan rombongan ramai orang-orang di lokasi tergeletaknya tubuh Aruna, sebagian orang sibuk mengamankan lokasi dan sebuah truk yang terguling hingga ke sisi parkiran motor di rest area.
Beberapa detik yang lalu, baru saja terjadi sebuah kecelakaan tunggal sebuah truk pasir besar yang rodanya tergelincir jalan yang licin. Badan mobil lori yang besar itu terbanting ke arah parkiran motor dan menubruk seorang pengendara yang sedang memarkirkan motor seketika.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩFajar¹
masih menikmati alur cerita
2021-02-25
0
Cantika
Aruna ertabrak kah???
kepingan puzzle, bacanynga bisa dilewat, artinya... NOVEL Baguuuusss 👍👍👍👍
2021-02-12
0
💕GALUH_CHAN_MinG💕
abis bca mbak maya,melipir kesni😊
2021-02-12
0