Menjadi Suami Guruku
Tidak ada yang lebih membahagiakan ketika mengetahui bahwa yang kita cintai mencintai kita.
Namaku Raka, usiaku 16 tahun. Aku baru menginjakan kaki di SMA. Mungkin sudah 2 bulan lamanya aku duduk di sekolah yang baru ini, yang kata orang lain bilang SMA masa-masa paling indah.
Tinggi dan berat badanku cukup ideal dengan kebanyakan orang lain.Tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek, tidak gemuk pun tidak terlalu kurus. Intinya aku mempunyai badan yang ideal.
Apakah aku berwajah tampan? Menurutku iya, dan tidak ada keraguan dengan itu.
Kalau hobi, aku masih bingung, mungkin saja hobi ku bermain game dan membaca. Cita-citaku tidak bisa di ceritakan di sini, itu terlalu rahasia, dan aku pun malu mengatakannya.
Segitu saja pengenalannya dulu. Sangat sedikit dan terlalu simpel bukan? Tapi nanti-nanti kalian akan lebih mengenalku di masa depan, jadi ikuti saja cerita ini.
\*\*\*
Di awal musim hujan, langit sepertinya tidak terlalu ramah dengan orang yang beraktivitas keluar. Baru saja kemarin malam hujan deras, angin kencang, guntur berteriak, namun kini setelah beberapa jam reda. Langit mulai kembali mendung.
Sambil duduk di kursi yang paling belakang dan pojok. Aku menggesekkan kedua tangan agar tidak kebas kedinginan. Ini menyebalkan, seharusnya tadi aku membawa sarung tangan ke sekolah jika bakal sedingin ini.
Sekarang hampir jam setengah sembilan pagi, itu tanda bahwa pelajaran matematika akan di mulai. Anehnya sampai saat ini keberadaan gurunya masih tidak ada, sepertinya dia datang terlambat.
Ngomong-ngomong pelajaran matematika di sekolah ini adalah pelajaran favorit bagi kaum laki-laki. Mereka di setiap minggunya selalu menunggu kapan pelajaran itu akan tiba. Bukan karena mereka pintar di bidang matematika, melainkan karena hal lain.
Aku akan memberitahukannya langsung pada kalian. Semua murid laki-laki di kelas rata-rata menaksir pada guru matematika tersebut. Itu tidak mengherankan, karena secara jelas gurunya cantik dan begitu muda. Bahkan kalau dilihat-lihat dia seperti anak remaja sama seperti kami.
Begitulah alasan semua laki-laki menyukai pelajaran matematika, walaupun alasan ini membuatku kesal, tapi setidaknya mereka jadi lebih giat dalam belajar.
Pintu depan kelas akhirnya terbuka dan terlihatlah sesosok wanita cantik berambut sepinggang. Dia mempunyai mata hitam indah dengan bulu matanya yang lentik alami. Tubuhnya ideal untuk seumurannya, kulitnya pun seputih mutiara. Dia tampak bagaikan wanita yang memiliki segala keindahan.
Dia adalah guru yang aku maksud, namanya Bu Lisa, atau biasanya kami menyebut sebagai Bu Lisa. Guru matematika tercantik dan termuda di sekolah ini.
Dengan aura tegas dan kedewasaannya, membuat kami menjadi lebih menghormati dia. Jika tidak ada aura itu, mungkin kami akan selalu menggodanya di saat dia mengajar, dan jelas itu adalah hal buruk baginya.
“Selamat pagi anak-anak.” Ucap Bu Lisa menyapa, melangkahkan kakinya ke tempat meja guru.
“Selamat pagi, Bu.” semua murid menjawab, terutama laki-laki yang berkata dengan keras saking semangatnya.
Bu Lisa tersenyum. Dia menulis sesuatu terlebih dahulu di buku absensi sebelum berdiri dan berkata pada kami semua, “Seperti biasa, kumpulkan tugas rumah terlebih dahulu ke depan. Ibu akan memeriksanya di awal!”
Tanpa di suruh dua kali, semua murid kelas langsung bergegas mengambil buku di tasnya, karena buku matematika memiliki dua kategori yaitu catatan dan tugas, jadi tidak masalah jika salah satu buku di kumpulkan di bagian awal waktu.
Akupun tak kalah sama dengan mereka dan langsung merogoh tas, berniat mengambil buku tugas tersebut, namun setelah beberapa menit kemudian aku mengerutkan alis, buku tugas matematikaku tidak ada.
Wajahku berlipat kesal ketika mengingat bahwa buku tersebut tertinggal di meja belajar. Aku lupa pas tadi pagi untuk mengambilnya ke dalam tas.
“Apakah ada yang tidak mengerjakan tugas?”
Tepat aku dalam keadaan masih mencari buku, berharap semoga saja buku tersebut tiba-tiba langsung ada di tas. Bu Lisa berseru dari depan.
“Apakah ada yang tidak mengerjakan tugas?” dia bertanya lagi, yang berarti Bu Lisa sudah menyadari kalau ada orang yang tidak mengumpulkan bukunya ke depan.
Aku menghela napas panjang, siap berdiri untuk mengaku, sebelum nanti Bu Lisa yang akan menangkap basah bahwa aku tidak mengerjakan tugasnya.
“Kau tidak mengerjakan tugas, Raka?” dia bertanya padaku saat aku mengacungkan tangan.
“Sudah, Bu. Cuma tugasnya tadi ketinggalan di rumah.”
“Sayang sekali kalau begitu. Tidak membawa sama dengan tidak mengerjakan. Raka kamu harus keluar.”
Aku sudah menduganya jauh-jauh menit lalu. Pada akhirnya aku akan di hukum keluar kelas walaupun alasanku berlaku jujur. Tidak ada yang bisa aku perbuat selain berjalan keluar.
Aku menghela nafas panjang di kursi panjang luar kelas, menatap ke langit yang kini sudah mulai menjatuhkan buliran jutaan tetes air. Sejam tiga puluh menit ke depan aku akan seperti ini, menunggu pelajaran selesai dengan perasaan bosan.
Kira-kira sekitar 30 menit berlalu, suara langkah kaki melangkah terdengar dari dalam menuju keluar, Ia terdengar tenang dan halus. Saat aku mendengarnya, aku tidak harus repot-repot untuk mendongak, karena aku tahu siapa orang itu.
“Jadi, buku tugas kamu ketinggalan dirumah?” Bu Lisa menatapku dari lawang pintu.
“Menurutmu?” Jawabku ketus, tidak peduli.
“Kamu marah?” tanya dia lagi.
Aku mendengus, tidak menjawabnya. Kenapa pula dia bertanya yang sudah tahu, bukankah tadi aku mengatakannya di dalam kelas.
Bu Lisa menghela nafas panjang, dia melangkahkan kakinya dan duduk tepat di sampingku. Aroma parfum yang ia pakai tercium harum melewati hidung.
“Aku harus adil Raka, aku harap kamu mengerti tentang hal ini.” katanya yang malah ikut mendongak ke langit.
“Tapi aku suami ibu, kenapa harus mengusirku? Kenapa tidak di hukum yang lain?” Aku menatapnya dengan pandangan tidak terima.
"Sudah aku bilang. Aku harus konsisten dan adil pada semua murid. Bahkan jika kamu suamiku, aku tetap harus adil dan menghukum mu jika salah.” Dia menatapku tajam, tapi nadanya tetap halus dan lembut.
Aku mencibir, tetap saja tidak mengubah fakta bahwa dia mengusir suami sendiri.
“Kamu kan tahu bahwa aku mengerjakannya semalaman di kamar, bukankah ibu yang menyelimuti ku saat aku tertidur di meja belajar.” ucapku dengan sebal.
Wajah Bu Lisa terlihat memerah samar-samar, mungkin karena aku tahu bahwa dia diam-diam memperdulikanku dikala aku tidak menyadarinya.
“Kita tidak boleh membicarakan ini Raka. Hubungan rahasia di antara kita tidak bisa di bicarakan di sekolah.”
Aku tidak peduli, “siapa suruh ngusir suami sendiri."
“Sudah, Raka. Jangan membicarakan hal ini! Aku sebagai istrimu meminta maaf karena telah menyakitimu, tapi kamu harus mengerti. Aku juga mempunyai kewajiban yang lain. Aku gurumu dan aku harus mendidikmu di sini.”
Aku membuang muka, walaupun perkataan dia ada benarnya, namun saat ini aku benci mengakui hal itu, jadi aku tetap marah padanya.
“Dasar istri durhaka.” Celetukku pelan.
Bu Lisa bangkit dari tempat duduknya ketika mendengar perkataan terakhirku. Wajahnya memerah karena kesal, “Terserah apa yang kamu katakan! Aku pergi dulu.”
Dia langsung berjalan pergi meninggalkanku. Bahkan saat dia pergi pun aku tidak meliriknya. Tetap membuang muka, tidak terima.
Jangan salah paham. Bukannya aku tidak sopan pada guruku, namun saat ini aku berbicara sebagai suami Bu Lisa bukan seorang murid.
Kalian tidak salah dengar, kalau dia mengatakan bahwa aku adalah suaminya, karena memang seperti itulah hubunganku dan dia. Guruku adalah istriku.
\*\***Bab sudah direvisi**...
**Jika di episode selanjutnya tidak ada kata revisi, itu tandanya belum di Revisi**\*\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
🤝😁
2023-08-23
0
nadib
ceritanya bagus aku sangat suka
2023-05-03
0
De'Ran7
yaelah itu kan lagi disekolah bukan dirumah..malah ngomongin suami istri lagi..kalo sesama guru kan nyanda apa²..ini murid-guru.....ada² aja dah MC
2022-10-03
0