Bahkan seburuk-buruk manusia tetap dapat memberikanmu pelajaran.
“Aku kira kalian berjodoh jika terus bertengkar seperti itu.” Zildan berujar menyuapi baksonya kedalam mulut.
Kami saat ini sedang duduk dimeja kantin, rutinitas setiap hari ketika jam beristirahat sedang berlangsung.
"Aku dan dia berjodoh? Ck, omong kosong!" Reza berdecak kesal melirik sekilas Della dari kejauhan, menatapnya dengan pandangan sebal.
Zildan tertawa, “Menurutku, saat kalian bertengkar justru disitulah kalian sangat dekat dan akrab.” Zildan berhenti sebentar untuk mengunyah bakso yang tertusuk oleh garpunya, “Asal kau tahu, pertengkaran dari orang yang sama itu namanya bukan pertengkaran, tapi keakraban."
"Omong kosong! apanya yang akrab, tidak ada orang akrab yang berbicara pakai emosi..."
Zildan tertawa melihat ekspresi wajah Reza yang bersungut-sungut, tidak mau menerima perkataannya. Zildan kemudian menoleh kearahku yang semenjak tadi hanya mendengarkan.
“Ngomong-ngomong tentang akrab, sepertinya saat ini ada yang lebih akrab sama guru matematika kita."
Aku yang sedang melahap baso langsung batuk-batuk, tidak siap dengan pembicaraan kawanku.
“Dua hari ini nasib kau sangat bagus kawan, kau sudah dihukum Bu Lisa dua kali. Aku cukup yakin, Bu Lisa kini hafal dengan wajah dan namamu.”
Salah satu alisku terangkat ke atas, apa maksudnya lebih di ingat? Apakah karena aku murid nakal yang sering dihukum oleh guru.
“Kau dimarahi apa sama Bu Lisa?" baru sepersekian detik Zildan berbicara, Reza tiba-tiba sudah memotongnya, "aku tahu kalian berdua tadi berbicara di koridor kelas saat kami tengah mengerjakan soal."
Sebenarnya aku agak terkejut ketika Reza menyadari hal ini, tetapi untungnya dia salah sangka.
“Hanya teguran.” jawabku singkat, berpura-pura tidak peduli.
Reza menggelengkan kepalanya, wajahnya dibuat-buat sesedih mungkin, “Hohoho, yang sabar kawan... Aku tahu itu sakit jadi tetaplah tersenyum.” dia menepuk pundakku.
Aku disisi lain mendengus sebal, dusta sekali mimik wajah Reza, aku tahu itu adalah cara baik dia mengejekku.
"Kalian tahu,” Kini Zildan berdalih membuka suara, mengabaikan perkataan Reza sebelumnya. “Aku mendengar rumor bahwa kelas sebelah ada murid yang berani mengirim surat cinta langsung pada Bu Lisa."
“Siapa?” Aku refleks memotong.
“Wow, tenang kawan. kau seperti kekasihnya saja ketika mendengarnya.” Zildan terkekeh.
Reza yang berada disebelahku langsung tersenyum jahil melihat respon sebelumnya, “Ohh, aku baru tahu bahwa kau mempunyai perasaan pada Bu Lisa."
Aku meneguk ludah, menyadari telah berbuat kesalahan, “Siapa yang punya perasaan?” ucapku sedatar mungkin.
“Haha ... Kau tidak pandai dalam berbohong, Raka.” Reza tertawa penuh kemenangan, “Aku tidak menyangka kau punya perasaan sama Bu Lisa, tapi tenang saja kita akan merahasiakan hal ini. Iyakan Zil?”
Zildan langsung mengangguk dan tersenyum “Lagian itu adalah hal umum di sekolah kita, ketika seorang murid laki-laki mempunyai perasaan padanya” Berbeda dengan Reza yang blak-blakan dalam berbicara, Zildan cenderung sedikit lebih dewasa.
Setelahnya aku tidak menjawab perkataan mereka. Diketahui oleh orang lain tentang siapa orang yang kita suka bukanlah hal yang menyenangkan.
Untungnya mereka tidak membahas lebih jauh tentang hal ini, beberapa menit setelah itu jam masuk berdering, kamipun kembali ke kelas bersiap mengikuti pelajaran selanjutnya.
\*\*\*
Sore hari disaat hujan yang awalnya gerimis, kini telah berubah menjadi hujan yang lebat, beberapa murid langsung membatalkan niatnya untuk pulang dan memilih menunggu hujannya reda. Di sisi lain aku juga melakukan hal yang sama, tidak melanjutkan pulang ke rumah.
“Hal penting apa yang akan kamu sampaikan?” Ucap suara seseorang dari belakang.
Saat ini aku berada di kantin seorang diri, ketika menoleh ke belakang ternyata itu adalah suara dari dia. Sepuluh menit yang lalu aku memberikan pesan kepadanya untuk menemuiku di kantin dan mengatakan bahwa ada hal penting darurat yang aku sampaikan.
Tentu pesan itu tidak sepenuhnya benar, aku hanya sedikit mengada-ngada agar ia sesegera mungkin cepat kesini.
Ketika mendengar suaranya aku tidak langsung menjawab hanya memberikan kode menepuk kursi agar ia duduk di sampingku.
“Jadi apa yang hendak kau katakan tadi?” tanya Bu Lisa sekali lagi, dia sudah duduk di sampingku.
Aku menatap wajahnya lamat-lamat begitu lama, saat hujan seperti ini entah kenapa wajah Bu Lisa bertambah cantik.
“Tugasmu sudah selesai, Dek?” Tanyaku balik yang langsung di anggukan olehnya.
“Bagus, aku sekarang tidak ada teman disini,” ucapku terhenti dan menggenggam tangannya, “Kedua temanku sudah pulang dari tadi, jadi aku kesepian.”
Bu Lisa mengernyitkan alisnya “Lalu apa urusannya denganku? Kau tidak meminta aku menemanimu bukan?"
Mendengarnya aku tertawa kecil sekaligus mengangguk-nganggukkan kepala, “Tentu saja sayang, kamu harus menemaniku disini."
“Raka, sekarang kita disekolah jangan meminta yang aneh-aneh."
“Aku serius, Dek."
Walaupun agak ragu-ragu pada akhirnya Bu Lisa tetap menuruti, dia memilih menemaniku.
Aku tersenyum lalu menyandarkan kepala pada bahunya sambil mencium punggung tangannya berulang-ulang. Entah kenapa aku sekarang benar-benar menginginkan lebih dekat dengan Bu Lisa.
Untungnya perlakuanku pada dia tidak di protes seperti sebelum-sebelumnya, dia hanya diam tidak merespon apapun.
Hujan adalah saksi kebersamaan sekarang. Sudah hampir setengah jam berlalu posisiku bersandar dengannya tidak berubah. Aku bersyukur karena hujan tidak cepat reda hingga kami bisa lebih lama berduaan.
“Raka.” Bu Lisa yang semenjak tadi diam akhirnya membuka mulut.
“Iya, istriku?”
“Mm... Boleh gak aku bawa mobil lagi ke sekolah?” katanya dengan suara pelan.
Aku bangun dari sandarannya, menatap matanya dengan dalam. "Kamu gak suka pake motor?”
Bu Lisa menggeleng pelan, “Bukan seperti itu, aku pikir karena sekarang musim hujan jadi lebih baik membawa mobil biar tidak kehujanan dan menunggu seperti ini."
Aku berpikir sesaat. Dulu saat awalan kami menikah, aku memang melarang keras ia untuk bawa mobil ke sekolah, karena beralasan aku yang akan mengantarkannya. Namun mendengar alasan dia sekarang ucapannya ada benarnya juga.
“Baiklah, kamu besok boleh membawanya.“ ucapku tersenyum penuh makna.
“Benarkah?” Dia menatapku dengan tatapan tak percaya.
“Iya boleh, tapi ada satu syarat..." Senyumanku semakin melebar.
“Syarat apa? Jangan meminta yang aneh-aneh, Raka."
Aku tersenyum jail “Adek boleh memakai mobil lagi asal sekarang adek harus melakukan ini.” Aku menunjuk pipi kananku.
“Apaan sih, enggak mau ah” Dia menolak keras, perasaan buruknya benar-benar terwujud.
“Kalau gitu adek jangan mimpi membawa mobil lagi."
Bu Lisa langsung mematung, wajahnya terlihat dilema.
“Mau atau enggak?” Tawarku sekali lagi, mendesaknya agar cepat memilih. "Padahal tinggal cium loh, Dek, gak sulit. Setelah itu kamu boleh membawa mobil kamu kembali."
Setelah menimang-nimang akhirnya ia mengambil keputusan. “Iya, iya, aku mau ... asal kamu harus tutup mata!" Bu Lisa mendengus kesal, pada akhirnya dia tetap harus menurut.
Aku tertawa lalu mengangguk cepat, “Tidak masalah."
Dengan malu-malu dia perlahan mendekatkan mukanya, mendaratkan bibir kecil cerinya di pipi kanan.
Saat aku membuka mata, dia sudah tertunduk malu dengan wajah yang memerah. Melihat tingkah gemasnya aku tak bisa menahan dan mencium balik di sebelah kanan pipinya.
\[**Sudah direvisi**\]
\*\*\****Jangan lupa like dan Votenya***...!!
***Terimakasih***\*\*\*..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
De'Ran7
nih karakter kenapa kebalikan ya..cowoknya kesan manja amat.nah kalo cewek dikit cuek² gitu😒😅
2022-10-03
0
Rina Raisya
apa alasan nya udah d nikahkn
2021-08-06
0
🍾⃝ͩʜᷞεͧrᷠaͣ☠ᵏᵋᶜᶟ✰͜͡w⃠
jangan panggil Ade thor panggil "yank" aja..
kl Lisa gpp panggil Raka "Mas"..
2021-05-07
4