The Girl Who Likes Me
Kala itu matahari tampak bersinar begitu cerah. Panasnya yang menusuk berhasil membuat semua orang mengeluarkan keringat berlebih. Tak terkecuali Fadli, seorang lelaki paruh baya yang sedang duduk di depan setir mobilnya. Ayah yang memiliki dua anak tersebut, terus mengusap keringat yang menetes di pelipis.
Bip! Bip! Bip!
Suara klakson mobil saling bersahutan, karena sedari tadi tidak ada yang berhasil memajukan kendaraan mereka masing-masing. Entah kejadian apa yang telah membuat seluruh jalanan di penuhi dengan kemacetan.
"Aduh Ayah, Sofi bosan," keluh Sofi anaknya Fadli.
"Sabar ya Sofi, kamu main boneka aja dulu ya!" Rahma, istrinya Fadli mencoba menenangkannya.
"Mah, aku lapar." Juni sang kakak, ikut-ikutan mengeluh seperti sang adik. Anak berperawakan gemuk itu terlihat memegangi perutnya. Hal itu sontak membuat Fadli semakin pusing, dan mendengus kencang.
"Akak mau mamam lagi? ukannya tadi udah mamam ya di rumah?" tanya Sofi dengan wajah polosnya, bertanya pada sang kakak. Usianya yang baru menginjak tiga tahun, membuat ucapan yang keluar dari mulutnya belum begitu sempurna.
"Mah! mau itu!" ucap Juni lagi tanpa menghiraukan keluhan dari adiknya. Anak lelaki itu menelan salivanya beberapakali. Atensinya sedari tadi teralihkan pada warung makan yang ada di pinggir jalan.
Lama-kelamaan, baik Sofi dan Juni menimbulkan kecerewetan yang semakin menjadi-jadi. Alhasil Rahma terpaksa membawa mereka keluar dari mobil, meskipun untuk sekedar mencari udara segar. Namun sepertinya hal itu tidak akan terjadi, sebab rengekan Juni yang terus memaksa membuat Rahma akhirnya membawa keduanya ke warung makan.
"Asyiikk!" baik Juni maupun Sofi tampak kegirangan dengan keputusan akhir ibunya.
Ketiganya langsung melangkahkan kaki mereka, memasuki warung makan yang terkenal dengan kelezatan ayam gorengnya tersebut.
"Sofi mau ayam goreng juga?" tawar Rahma dengan lembut pada sang anak.
"Sofi mau es kyim aja!" sahut Sofi sembari memanyunkan bibirnya.
"Juni kamu ma--"
"Juni mau ayam goreng sama es krimnya juga Mah!" Juni menyambar perkataan ibunya, anak yang baru berusia lima tahun itu, seakan sudah mengetahui pertanyaan yang akan dilontarkan sang ibu.
"Ya sudah, kalian pesan es krimnya ke sana ya, biar Mamah yang tunggu di sini!" kata Rahma seraya menunjuk tempat pemesanan es krim, yang jaraknya tidak begitu jauh dengan dirinya berada.
Juni dan Sofi berjalan bersama sambil berpegangan tangan satu sama lain. "Om, beli es krimnya dua, satu rasa cokelat dan satunya lagi rasa stroberi ya," ucap Juni pelan, dia terlihat celingak-celingukan melihat beraneka ragam es krim yang terpampang di dalam kaca.
"Om, aku pesan es krim vanila dan cokelat!" tiba-tiba seorang anak perempuan yang tampak seumuran dengan Juni muncul dari belakang. Dahi Juni langsung mengernyit ketika melihatnya.
"Hei! Aku Marisa, kamu bisa panggil aku Risa," ujar anak perempuan itu seraya mengangkat tangan untuk mengajak Juni bersalaman. Dia bertingkah sok akrab pada Juni.
"Juni," sahut Juni sambil membalas salaman Risa, wajahnya tampak malu-malu. Risa pun langsung tersenyum lebar.
"Terus, dia adikmu ya?" tanya Risa lagi. Juni pun meresponnya dengan satu anggukan kepala.
"Ini es krimnya Dik!" si pembuat es krim menyodorkan es krimnya kepada Juni dan Sofi.
"Makasih Om," ujar Juni sembari mencoba melangkahkan kakinya untuk pergi.
"Tunggu!" Risa memegangi lengan baju Juni. Alhasil Juni pun segera memalingkan wajahnya untuk menatap Risa dengan penuh tanya.
"Bisa temani aku?" ucap Risa, yang hanya direspon Juni dengan kernyitan dahinya.
"Kumohon Juni! aku sendirian." Raut wajah Risa tampak sedih. Karena merasa tak tega, Juni pun tetap berdiri di samping anak perempuan yang mengepang rambutnya dengan gaya ekor kuda itu. Toh lagi pula Risa memang tengah sendirian, tanpa ibu atau pun ayah yang menemaninya.
"Aka, aku mau ama mama!" pinta Sofi sembari menarik-narik baju sang kakak.
"Tunggu dulu ya dik, siapa namamu?" Risa menyahut sebelum Juni sempat berucap. Namun Sofi hanya membalas dengan tatapan sinisnya.
"Dia Sofi, adikku," sahut Juni singkat.
"Kak aku pergi ke tempat mama ya!" dahi Sofi tampak mengernyit, lalu segera berlari ke arah sang ibu. Juni pun membiarkan adiknya berlari sesuka hati.
"Nggak papa tuh adikmu dibiarkan begitu saja?" tanya Risa.
"Nggak, udah biasa," balas Juni sembari menampakkan gelagat canggung.
"Om! Cepetan! Kok es krim aku lama banget!" desak Risa dengan dahi yang mengerut.
"Bentar ya Dik, tadi kami kehabisan es krim cokelat, itu lagi diambil sama mbaknya," jawab pria pembuat es krim ramah.
"Kamu mau punyaku?" tawar Juni, sembari menyodorkan es krim cokelatnya yang sudah dimakan setengah. Hal itu pun sontak membuat Risa mengukir senyuman di wajahnya.
"Nggak usah, es krimku sebentar lagi jadi, makasih ya Jun!" Risa melebarkan senyumannya hingga giginya yang ompong dapat terlihat jelas.
"Pfffft. . ." Juni berusaha menahan tawa. Bukannya kesal, Risa malah ikut tertawa bersama Juni.
Keduanya pun saling tertawa bersama. Sungguh masa kanak-kanak yang membahagiakan.
"Ini es krimnya dik!" melihat es krimnya telah siap. Anak perempuan itu pun langsung mengambil es krimnya dengan cekatan.
"Yes! Makasih Om! Juni, ikut aku dulu yuk!" ucapnya.
"Kemana?"
"Ayo ikut saja! aku akan tunjukkan banyak mainan. . ." bisik Risa ke telinga Juni.
Tanpa pikir panjang, Juni pun melangkahkan kakinya mengikuti Risa. Anak itu sepertinya sangat tergiur dengan mainan yang dimiliki Risa. Keduanya berjalan lewat pintu samping warung makan tersebut.
"Nih yang cokelat buat kamu saja!" ujar Risa menyodorkan es krimnya pada Juni.
"Benarkah?" raut wajah Juni tampak semringah.
"Aku beli dua, karena satunya memang ingin kuberikan pada teman baru kok!" ujar Risa sembari menarik lengan Juni pelan, lalu menyeretnya untuk ikut bersamanya. Hal itu sontak membuat Juni otomatis mengikutinya.
***
"Kita sampai! Gimana? Banyak mainan kan?" Risa terlihat melompat kegirangan ketika tiba di sebuah taman bermain kanak-kanak. Juni yang melihatnya juga merasa ikut senang. Keduanya langsung berlari menuju mainan yang ingin mereka naiki. Risa terlihat menduduki ayunan, sedangkan Juni menaiki tangga perosotan. Mereka bermain lumayan lama, hingga sampai lupa waktu.
"Ris, lihat! ada yang jual layangan!" ujar Juni seraya menunjuk tukang jual layangan yang sedang kebetulan lewat. Kedua anak itu pun langsung berteriak histeris. "Om! Om! Om!"
"Kamu bisa nggak nerbanginnya, sok-sokan mau beli," kata Risa menatap Juni dengan ujung matanya.
"Bisa dong! nih! kamu yang pegangin ya, biar aku yang ulur talinya." Juni memberikan layangan berwarna merah itu pada Risa.
Tak! Tak! Tak!
Juni berlari sebisa mungkin agar bisa membuat layangannya terbang. Namun sepertinya angin sedang tidak mendukung saat itu.
"Ayo coba lagi!" usul Risa seraya kembali memegangi layangan. Tetapi sekali lagi, layangan itu tidak berhasil diterbangkan. Kedua anak itu sudah mencoba puluhankali, hingga akhirnya mereka duduk untuk beristirahat.
"Ris, lelaki itu siapa ya? dari tadi ngeliatin kita terus!" ucap Juni sembari terus menilik ke arah pria yang sedang duduk di seberang jalan. Saat melihatnya, mata Risa langsung membola.
"Juni, ayo kita pergi!" ajak Risa yang langsung berlari kembali ke arah warung makan. Juni pun terpaksa mengikuti teman barunya itu dari belakang. Keduanya terus berlari, hingga akhirnya tiba di depan warung makan. Juni berusaha mengatur nafasnya yang sudah ngos-ngosan.
"Ris, siapa lelaki tadi?" tanya Juni dengan nafas yang naik turun.
"Dia.."
"Juni!"
"Risa!"
Dua suara yang tidak asing bagi Juni dan Risa, langsung membuat keduanya menoleh ke sumber suara. Rahma dan ibunya Risa yang bernama Anggun, terlihat berlarian untuk menghampiri anaknya masing-masing. Raut kedua wajah wanita paruh baya tersebut tampak begitu khawatir.
Ternyata sedari tadi, baik Rahma maupun Anggun dibuat bingung dengan hilangnya anak-anak mereka. Hal itu sontak membuat keduanya merasa lega ketika melihat Juni dan Risa sudah bisa ditemukan.
"Risa kamu kemana saja? Mamah mencarimu kemana-mana tau!" Anggun mengerutkan dahinya, lalu langsung memeluk sang anak dengan erat.
"Juni! Kamu ya, ih! Bikin khawatir saja, lain kali jangan begitu kamu!" Berbeda dengan Anggun, Rahma malah mengungkapkan kekhawatirannya dengan omelan. Juni hanya bisa tertunduk takut, ketika mendengar omelan sang ibu.
"Syukurlah mereka bisa ditemukan, kedua-duanya lagi," ucap Anggun yang merasa lega.
"Iya, kayaknya mereka lagi main-main, terus lupa waktu," balas Rahma lembut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
💜LAVENDER💜
Aku hadir Thor ☝😁
2021-08-31
2
Clara
Semangat Thor!! Jangan lupa mampir di novelku [I CAN SEE YOU]±Bom Like
Makasih
2021-05-07
3
📷MG
mampir kak
2021-05-07
0