Sudah satu minggu Risa sekolah di SMA 1 Mutiara, dia bahkan sudah menjadi bagian dari anggota ekstrakulikuler karate. Nama Risa semakin dikenal, apalagi setelah para senior dan teman-temannya melihat kemampuan karatenya, yang ternyata sudah dia geluti sejak duduk di bangku SMP.
***
Semua murid saling mendukung teman sekelasnya yang kala itu tengah bertanding basket. Tak terkecuali Risa, dia sangat berenergi untuk memberikan semangat pada Juni yang sedang ikut bermain.
Juni dengan badannya yang berisi itu mulai berlari dengan pelan. Deru nafasnya mulai ngos-ngosan akibat sudah kelelahan. Padahal pertandingan baru berlangsung lima belas menit. Saat itu, Risa bisa melihat teman-teman disampingnya mentertawakan Juni.
"Gajah kecapean!"
"Ndut ayo ndut!"
"Gajah istarahat saja dulu!"
"Pemain yang gendut itu diganti dong!"
Kalimat yang keluar dari mulut teman-temannya tersebut dapat terdengar dengan jelas di telinga Risa. Gadis itu tahu betul, bahwa Juni akan merasa stress jika seseorang mencoba mengejek bentuk tubuhnya.
"Juni ayo Juni!" Risa berteriak sangat nyaring untuk memberikan semangat pada sang sahabat. Kelakuannya sontak membuat teman-teman disampingnya menatap bingung.
Namun tiba-tiba saja Risa terdiam, ketika melihat Juni menyerah dan keluar dari lapangan. Dia pun mencoba bergegas untuk mencari Juni. Gadis itu berjalan menyusuri beberapa tempat di lingkungan sekolah, tetapi dia tidak bisa menemukan tempat persembunyian sahabatnya tersebut.
Teng! Teng! Teng!
Bel saatnya pulang sudah terdengar. Semua murid berjejalan ingin segera lebih dulu pulang ke rumah.
"NDUT!" pekik kakak kelas yang sedang duduk santai, ketika melihat Juni berjalan melewati mereka. Lelaki berperawakan berisi itu pun hanya bisa tersenyum kecut, dan bertingkah seakan-akan tidak mendengar.
Juni perlahan melangkahkan kaki berlalu begitu saja melewati kakak kelas yang mengejeknya. Meskipun begitu telinganya masih dapat mendengar sayup-sayup suara ejekan seniornya tersebut.
Dari jauh Risa bisa melihat Juni di dekat pintu keluar. Dia segera berlari mengejar Juni yang sudah siap menginjak pedal sepedanya.
"Juni!" panggil Risa. Lelaki itu pun langsung menoleh dengan wajah lesunya pada sumber suara.
"Kamu pulang sekarang?" tanya Risa. Juni merespon dengan anggukan kepala, dan terdiam seribu bahasa.
"Kenapa sih?" ucao Risa, berpura-pura tidak tahu.
"Nggak kenapa-kenapa kok!" balas Juni dengan kerutan dahinya.
"Kamu nggak mau lihat aku berlatih bela diri? seru tahu! Oh iya ada Amelia juga di sana!" ujar Risa yang mencoba menghibur Juni.
"Ah males! aku duluan aja . . . Daahh!" Juni beranjak pergi dengan sepedanya. Risa terdiam menatap Juni yang semakin menghilang dari pandangannya. Gadis itu tidak bisa melakukan apa-apa, karena dia tahu Juni akan bersikap begitu jika ada orang yang mengejeknya.
Juni mengayuh pedal sepedanya dengan tempo cepat, ke arah yang berlawanan dengan rumahnya. Dia berkeliling di lapangan. Sepertinya ejekan dari kakak kelas tadi memberikannya motivasi untuk berolahraga.
Juni sudah mengelilingi lapangan tersebut tujuh kali putaran. Keringatnya mulai membasahi baju seragamnya. Beberapakali Juni mencoba mengatur nafasnya agar tidak terasa sesak.
Brak!
Juni menghempaskan sepedanya dan langsung terduduk di tanah karena kelelahan. "Fiuhh!" Juni menghela nafas panjang. Sesekali dia mencubit lemak yang ada di perutnya. Juni kembali merasa tidak percaya diri, karena ejekan-ejakan yang pernah dilontarkan beberapa orang kembali terngiang di telinganya.
Ting! Ting! Ting!
"Bakso!" suara tukang jual bakso terdengar dari kejauhan. Juni langsung menoleh pada sumber suara dan segera memanggilnya tanpa pikir panjang.
***
"Ini baksonya..." ucap lelaki berperawakan kurus ramah sembari meletakkan satu porsi bakso.
Juni menatap bakso yang dihidangkan padanya seraya memegang perutnya. Sebelumnya dia berpikir untuk menurunkan berat badan, tetapi pikirannya terasa berat saat memikirkan betapa stressnya dia. Baginya, makanan adalah satu-satunya penghilang kekalutan.
Setelah berpikir panjang akhirnya Juni tetap melayangkan bakso itu ke dalam perut dan memakannya dengan begitu lahap. "Bang tambah satu mangkok lagi!" titah Juni santai, pada lelaki penjual bakso.
***
"Hei!" pekik Dina kepada Risa yang tiba-tiba mengambil minuman pesanannya.
"Maaf, aku lagi haus banget!" balas Risa tak acuh.
"Aku juga haus tau!" tepis Dina gusar.
"Maaf!" Risa bergegas pergi dari kantin, meninggalkan Dina yang masih terlihat marah.
Risa kembali masuk ke ruang latihan karate untuk kembali melanjutkan latihan. Kala itu kebetulan dirinya dipasangkan dengan Amelia untuk melakukan duel.
Brak!
Risa membanting Amelia yang saat itu menjadi teman latihan karatenya dengan kekuatan penuh. Semua orang di sana kaget, karena sepertinya Amelia cedera dan tidak bisa kembali berdiri.
Risa mencoba membantu Amelia berdiri, Plakk! Dina teman akrab Amelia langsung menepis tangan Risa dan tidak memperbolehkannya menyentuh Amelia.
"Din . . ." Amelia mencoba menegur Dina lirih, agar tidak marah pada Risa. Namun tidak digubris sama sekali.
"Jangan sentuh dia!" Dina mengernyitkan dahinya.
"Aku kan nggak bermaksud begitu!" ungkap Risa mencoba membela diri. Dina hanya memelototinya sembari mencoba membantu Amelia yang kesakitan.
Risa merasa khawatir melihat Amelia bisa cedera sampai segitunya. Ditambah hampir semua orang di ruangan itu menatapnya dengan sinis. Tapi dia tidak bisa melakukan apapun karena Dina terlihat marah sekali padanya. Gadis itu juga terus menghalanginya untuk membantu Amelia.
Semua orang tampak saling berbisik membicarakan Risa yang masih diam mematung.
Karena merasa tidak nyaman, Risa pun memutuskan untuk mengambil tas dan mencoba beranjak pergi dari ruangan tersebut. Amelia yang cedera segera di bawa ke UKS.
"Hei anak baru! mau kemana?" tegur Dina pada Risa seraya menghentakkan sebelah kakinya.
"Mau pergi! bukankah itu yang kau-mau?" timpal Risa kesal.
"Terus kamu nggak mau tanggung jawab gitu?" Dina berjalan mendekati Risa yang di ikuti teman-temannya dari belakang.
"Dasar psiko! pantas nggak punya teman!... Jijik banget aku lihatnya!!" Dina menyilangkan tangan di dada. Dia memberikan sorotan mata yang tajam untuk Risa.
"Apa? kenapa kamu yang marah? bukankah Amel yang seharusnya marah?" Risa tak ingin mengalah.
"Oh, atau kau-marah karena minuman tadi ya? nih aku ganti!" sambung Risa lagi seraya melempar uang lima puluh ribu rupiah. Hal itu sontak membuat Dina semakin kesal dan langsung menjambak rambut Risa. Tak ingin kalah Risa juga ikut menjambak rambut Dina yang lebih panjang darinya.
Brak!
Keduanya terjatuh ke lantai dan masih saling tarik menarik rambut satu sama lain. Mereka bahkan sempat berguling-guling, untuk saling adu kekuatannya masing-masing. Semua orang yang menyaksikan terlihat begitu panik dan mencoba menghentikan perkelahian tersebut.
Agus segera melaporkan perkelahian antara Risa dan Dina kepada para senior. Tidak lama kemudian, beberapa pelatih pun berdatangan dan segera memisahkan keduanya dengan paksa.
Wajah Risa penuh dengan bekas cakaran Dina, begitupun sebaliknya. Para pelatih menyuruh keduanya untuk saling minta maaf.
"Kita tidak akan pulang jika kalian tidak saling memaafkan!" ujar Kak Ridwan pelatih karate paling senior. Namun kala itu, Risa dan Dina masih memasang wajah cemberut.
"Baiklah kalau itu mau kalian, kita akan diam saja selamanya disini ya!" sindir Kak Ridwan. Tetapi lagi-lagi kedua gadis tersebut masih saling terdiam dan terus memalingkan wajah satu sama lain.
Kala itu Risa mencoba mencari kesempatan untuk kabur, karena tas ranselnya masih melingkar di kedua bahunya. Dia pun berkata pada Kak Ridwan, "Aku mau ke toilet Kak, perutku sakit!" Risa memegangi perutnya dan memasang wajah seakan-akan kesakitan.
"Jangan alasan kamu!" tukas Kak Ridwan tegas.
Tanpa di duga Dina menyodorkan tangannya untuk minta maaf. Alhasil Risa pun tertegun, menurutnya Dina hanya berpura-pura.
Tanpa pikir panjang Risa langsung memegang tangan Dina. Toh tidak ada pilihan lain yang bisa membuatnya cepat-cepat pulang selain opsi minta maaf tersebut. Kak Ridwan pun tersenyum dan segera menyuruh semua orang untuk pulang.
Meskipun terlihat sudah saling meminta maaf, namun Risa dan Dina masih saling menatap tajam dari kejauhan. Pertanda perkelahian mereka belum usai.
***
Risa menengok ke jendela UKS untuk melihat keadaan Amelia. Tetapi dia langsung menundukkan kepala tatkala melihat Dina juga tampak berada di dalam UKS.
Risa langsung berdecak kesal. Sebab dia masih merasa agak marah pada perlakuan Dina terhadap dirinya. Tanpa pikir panjang Risa akhirnya mengurungkan niatnya untuk menjenguk Amelia. Dan mengambil sepatu rodanya untuk segera pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Elis
Hallo thort salam kenall..Aku mampir bawa like di sini.
Semangatt💪💪
Salam dari"MALAIKAT PUTIH"🤗
2021-04-29
0
🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati
aduuhh... jangan sampai bully bully deh! ngeri!
sudah aku like semua episodnya thor. aku tunggu kunjungannya di karyaku
2020-11-06
4
Hayaku Gaya
Lanjut Kak..semangat!
2020-11-06
1