Rahma dan Anggun semakin sering bertemu secara pribadi. Membuat hubungan yang ada di antara keduanya menjadi lebih akrab.
Terkadang mereka juga membawa anak-anaknya untuk ikut bergabung.
Di suatu hari Anggun mengundang semua keluarga Rahma untuk makan malam bersama di rumahnya. Rahma yang selalu penasaran dengan Bayu suaminya Anggun, akhirnya bisa melihatnya secara langsung. Suami yang selalu dibangga-banggakan Anggun itu memang tampak gagah dan sangat ramah. 'Pantas Anggun selalu membanggakan belahan jiwanya itu' pikir Rahma.
Rahma menatap suaminya Fadli yang berperawakan gemuk. Perutnya terlihat buncit dengan kumis yang sudah mulai memutih. Rahma tersenyum tipis melihatnya, 'Meskipun tidak segagah Bayu setidaknya dia adalah suami yang baik,' ucap batinnya.
Sama halnya dengan Rahma dan Anggun. Fadli dan Bayu menjadi teman dekat setelah acara makan malam tersebut. Kedua keluarga itu menjadi satu keluarga yang tidak terpisahkan dalam beberapa tahun. Hingga suatu hari keluarga Bayu mulai menjauh, lebih tepatnya ketika mereka mulai menjalankan bisnis yang berkembang sangat baik.
Lama kelamaan bisnis mereka semakin maju dan sukses, membuat Bayu maupun Anggun tidak punya waktu lagi untuk bersantai. Keluarga Fadli pun berusaha memakluminya, dan akhirnya hubungan kedua keluarga itu semakin merenggang.
Meskipun begitu salah satu anggota dari kedua keluarga tersebut ada yang tetap saling bertemu. Mereka adalah Juni dan Risa. Keduanya tidak bisa disebut teman dekat lagi tapi sudah menjadi sahabat sejati.
Tempat bermain favorit mereka adalah di tanah lapang, di dekat hutan yang tersisa di kota itu. Juni dan Risa sangat suka bermain layang-layang, karena hampir setiap hari mereka menerbangkannya di tanah lapang. Mereka juga suka mengambil buah-buahan yang jatuh di tanah untuk mengganjal perut saat bermain.
Delapan tahun berlalu, Risa tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang cantik. Dia sangat suka melukis dan menulis puisi, tidak heran jika buku pelajaran miliknya selalu penuh dengan coretan.
Berbeda dengan Risa, Juni masih memiliki tubuh gemuknya, kebiasaannya yang sangat menyukai makanan sepertinya masih melekat dalam dirinya. Juni juga memiliki suara yang merdu, dia sering bernyanyi di rumah sambil memainkan gitar yang dibelikan ayahnya.
Sejak SD kedua sahabat tersebut tidak pernah satu sekolah, hal itu karena orang tua Risa yang selalu ingin menyekolahkan anaknya di sekolah yang berstandar internasional. Sedangkan orang tua Juni sama sekali tidak peduli akan hal itu, yang penting bagi mereka adalah anaknya bisa rajin pergi sekolah.
Bayu dan Anggun selalu sibuk, membuat Risa selalu merasa bosan kala di tinggal sendirian di rumah. Dia sering mengisi kebosanannya itu untuk berteman dengan Juni. Risa hampir tidak pernah absen berkunjung ke rumah sang sahabat yang jaraknya hanya seratus meter dari rumahnya.
***
"Ugh jelek! memang jelek!" Juni bergumam sendiri di depan cermin kamar mandi, sembari mengelus perutnya yang agak buncit. Beberapakali dia mengeluhkan bentuk tubuhnya, Juni bahkan menyeringai melihat dirinya sendiri.
Sekali-kali dia berpose dengan gaya kerennya, "Mmm, lumayan! kalau dari samping," ungkap Juni sambil melenggak lenggokkan tubuhnya ke samping.
Ceklek!
Pintu tiba-tiba terbuka, mengejutkan Juni yang tengah berpose keren saat itu.
"Cermin terus, pantesan lama! Kak Juuuniiii!" Sofi mengeluhkan kakaknya yang berperawakan berisi itu, karena terlalu lama berada di dalam kamar mandi.
Tak peduli Juni langsung keluar dengan santai melewati sofi yang berada di depan pintu. "Hufhh!!" Sofi menghela nafasnya dengan panjang seraya menutup pintu kamar mandi.
***
Suara pintu depan tiba-tiba terbuka dengan perlahan. "Selamat pagi. . ." gadis berambut pendek sebahu itu perlahan muncul dari balik pintu, untuk menyapa orang yang ada di rumah.
"Eh Risa sudah datang, Juni baru saja mandi tuh!" sapa Rahma lembut.
"Tante, nggak masuk kerja hari ini?" tanya Risa pelan.
"Nggak, hari ini ada rapat orang tua di sekolah Sofi, jadi nggak masuk dulu." Rahma terdiam sesaat. "Ris, kalau boleh tahu nih, kenapa kamu pindah ke sekolah Juni?... padahal sekolahmu dulu itu bagus loh!" sambungnya sembari meletakkan makanan di meja.
"Bagus sih tante, tapi aku kesepian di sana nggak ada teman, jadi nggak menikmati masa-masa sekolah! kemana-mana sendiri, ke kantin sendiri, ke perpus sendiri bahkan pulang sendiri!" Risa memasang wajah menyedihkannya.
"Wualah, mana orangnya yang nggak mau jadi temen kamu hmm? sini biar tante jewer kupingnya!" balas Rahma dengan kernyitan di dahinya. Risa yang melihat hanya bisa tertawa kecil dan menatap Rahma kagum. Dia berharap suatu hari nanti bisa memiliki ibu yang selalu perhatian dengannya, tepat seperti wanita paruh baya yang saat ini sedang berdiri di depannya.
Juni yang rapi dengan seragam sekolahnya keluar dari kamar. Dia dibuat sedikit kaget melihat kedatangan Risa yang sudah duduk menunggunya.
"Ris? kamu benar-benar pindah sekolah?" tanya Juni penasaran. Risa terdiam dan hanya tersenyum kecut karena tidak ingin menjawab.
"Troublemaker!" ejek Juni. Risa langsung melotot ke arah Juni sambil mengarahkan tinjunya yang dia sembunyikan di bawah meja. Hal tersebut dia lakukan agar tidak ketahuan oleh Rahma.
"Truble, truble, cepat makan!" tegur Rahma pada anak sulungnya itu. "Kebalik kau Jun, seharusnya laki yang jemput perempuan ke sekolah, iyakan Ris?" lanjutnya, seraya menuangkan air ke dalam gelas.
"Betul!" Risa mengiyakan sambil menatap tajam sang sahabat. Juni pun merengut, membalas menatap tajam Risa.
Sofi keluar dengan seragam berwarnakan putih birunya. Dia terlihat sudah siap untuk segera berangkat.
"Ayo Bu, aku sudah siap!" desak Sofi pada ibunya.
"Sofi nggak sarapan?" sapa Risa ramah.
"Wualah, dia nggak terbiasa sarapan katanya," sahut Juni sinis. Sofi langsung memasang wajah cemberut dan segera memukul pundak kakaknya.
"Aku diet Kak!" ucap Sofi santai. Juni pun langsung mengejek Sofi dengan memajukan bibir bawahnya.
"Hah diet? kamu sudah kurus ngapain diet?" sahut Risa kaget, mendengar celotehan gadis yang baru duduk di kelas dua SMP tersebut.
"Nah, bener kan kata Ibu," sahut Rahma sembari bersiap-siap dengan tasnya.
"Nggak kok, nih liat lemakku banyak!" Sofi memperlihatkan lengan yang menurutnya penuh akan lemak itu.
"Nggak ada lemaknya kok!" sahut Risa yakin.
"Ada Kak!" ucap Sofi gusar.
"Udah Ris biarin aja, dia mau sekurus sapu lidi kali," celetuk Juni.
"Kakak!" ucap Sofi kesal.
"Jun!" tegur Risa pada Juni.
"Memangnya kenapa kalau banyak lemak?" ucap Juni sinis.
Risa langsung mencubit lengan Juni. "Aduh! sakit tau!" Juni memekik kesakitan. Sofi terlihat memasang wajah cemberut sembari menatap tajam kakak lelakinya, dan berkata, "Iya emang, kalau banyak lemak aku nggak cantik lagi. Coba Kakak diet pasti jadi ganteng!"
Risa hanya menggelengkan kepala melihat keadaan di depan matanya. Karena usahanya untuk menghentikan perdebataan adik kakak tersebut tidak berhasil.
"Sudah, sudah! ayo berangkat!" ajak Rahma pada Sofi yang saat itu masih berdebat.
"Ya sudah Kak, aku duluan!" ujar Sofi pada Risa.
"Ya sudah cepetan sana!" Juni menyahut. Karena kesal, Sofi langsung menjambak rambut sang kakak dari belakang. Setelah puas, dia punsegera berusaha kabur sebelum Juni melakukan pembalasan.
"Aduh! kenapa sih cewek suka banget narik rambut cowok!" keluh Juni seraya mengelus kepalanya yang kesakitan.
"Nggak tau! aku nggak punya alasan untuk itu," jawab Risa yang menggidikkan bahunya.
"Ris, kamu mau susu juga?" tawar Juni sembari mengeluarkan kotak kemasan yang berisi susu dari kulkas. Risa pun menggelengkan kepala untuk merespon.
"Jun, itu gitarmu yang dulu ya?" Risa menunjuk gitar Juni yang berada di samping sofa.
"Iya dong! tapi senarnya copot satu!" jawab Juni.
"Sudah lama nggak denger kamu nyanyi." Sekarang Risa menopangkan dagunya dengan tangan. Dia tahu betul sahabatnya itu pintar bernyanyi dan bermain gitar.
"Sering kok aku nyanyi, tapi pas situ nggak ada," sahut Juni terkekeh.
Risa memasang raut wajah cemberut, "Sengaja ya?"
Juni menganggukkan kepala untuk mengiyakan. Hal itu pun sontak membuat Risa melempari Juni dengan kentang goreng. "Ris! Ris! jangan lempar pakai makanan, mubazir tau," Juni memasukkan kentang goreng yang dilemparkan Risa ke dalam mulutnya.
"Ih! jijik!" Risa meringis. Namun Juni tetap mengunyah kentang goreng itu di mulutnya.
"Oh iya, aku punya banyak puisi di buku catatan tuh, bisa dibikin lagu kan?" imbuh Risa sembari tersenyum lebar pada Juni.
"Beneran? ya udah nanti kita harus rapat dong!" sahut Juni santai.
"Oke!" balas Risa singkat.
***
Juni mengambil sepedanya yang masih diletakkan di dalam gudang, dia keluar dan keheranan kala dirinya melihat Risa. "Ngomong-ngomong, hanya kamu manusia di Indonesia ini yang pergi dan pulang sekolah pakai sepatu roda," tegur Juni sambil terkekeh.
"Ih! sinis banget sih! terserah aku dong!" balas Risa seraya beranjak pergi dengan sepatu rodanya.
"Ya sudah deh, terserah!" Juni mengalah.
"Jun, sudah lama ya kita nggak main di tanah lapang," ucap Risa tiba-tiba, dia menatap tanah lapang yang sering menjadi tempatnya bermain layang-layang bersama Juni dulu. Risa sangat ingat kala itu mereka seringkali kesusahan menerbangkannya.
"Kan kita udah gede, mainnya nggak di tanah lapang lagi lah!" Juni terkekeh sembari menginjak pedal sepedanya perlahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Peach 🍑
Terus mainnya di mana dong Jun? Sawah? 😗😗😗
2021-03-20
0
Senja Cewen
Mulai nyimak. Dan aku biasanya mampir gak sekedar mampir tapi kasih saran juga untuk penulisan. Maafkan jiwa pemberontakku yang selalu sakit mata melihat tulisan dengan titik Koma yang salah.
Seperti di bab 1 ini terlalu banyak eclipse ( ... ) yang tak perlu dan tak berguna sayang.
Coba diperhatikan lagi...
The Brides of Alves (End)
The Heart of Darkness (New)
2021-03-15
0
🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati
semangat berkaryanya yaaa
2020-11-06
2