Raina Pov
Setelah menunggu Sindi cukup lama, gadis itu akhirnya menampakkan batang hidungnya, dengan senyuman sumringah yang membuatku bertanya-tanya.
“Kamu kenapa? Nggak baik loh, anak gadis senyam-senyum sambil jalan,” kataku memperingatkan Sindi.
“Tebak deh. Aku kasih clue ya..” katanya yang semakin membuatku penasaran, dengan tingkah Sindi hari ini.
“Iya.. cluenya apa?”
“Emm.. Rock, di mall..” katanya memberikanku clue tentang hal yang membuatnya sangat bahagia hari ini.
“Konser musik di mall?” tanyaku pada Sindi untuk memastikan.
“Tepat sekali! pinter deh. Emm.. kamu ikut ya, sesekali menikmati hidup gitu,” katanya sambil mengajakku dengan ekspresi yang menggemaskan.
“Kamu kan tahu, aku gak suka musik rock. Lagian.. konser begitu kan membuat kita bercampur dengan laki-laki, bahkan yang bukan makhrom kita,” katakku memberikan alasan untuk Sindi, dan sedikit memberikan pengertian, bahwa laki-laki dan wanita yang bukan makhrom itu dilarang untuk membaur.
Dengan anggukan dan sedikit senyuman, Sindi mengiyakan kataku. Tapi.. bagaimana lagi, agaknya Sindi belum bisa untuk menghindari perkara yang satu itu. Berbaur antara laki-laki dan perempuan.
Aku cukup tahu bagaimana Sindi, ia adalah sahabat yang sangat mengerti diriku. Ia bahkan tidak akan pernah bertanya mengapa padaku, tentang semua prinsip-prinsip hidup yang ku amalkan.
“Ya udah deh.. aku gak akan paksa kamu untuk ikut,” kata Sindi padaku.
“Ngomong-ngomong, kamu kok bisa suka sama musik rock? Padahal kan, selama ini, kamu sukanya k-pop?” kataku bertanya pada Sindi. Karena memang sejak aku mengenal Sindi, dia bahkan tidaklah pernah membicarakan musik ataupun artis, kecuali k-pop.
“Emm.. aku suka aja, kemaren pas aku pergi ke mall, aku lihat kan ada poster konser musik gitu. Ya.. sejak itu aku coba browsing-browsing tentang musik rock. Ternyata seru juga, untuk melepas penat,” katanya padaku untuk menjelaskan alasn ia menyukai musik rock.
“Iya.. aku sebagai teman, cuma gak mau nanti kamu salah dalam bergaul. Tapi.. aku cukup percaya sama kamu, kamu itu gadis yang mampu menjaga diri kamu.” kataku untuk memberikan pesan padanya.
Sebenarnya.. sejak dulu, aku selalu mengingatkan jalan mana yang baik dan mana yang buruk pada Sindi. Karena, kita sebagai wanita sangat banyak hal yang perlu kita jaga. Namun, agaknya Sindi belum terbuka hatinya untuk menjemput hidayahnya.
Tapi tak apa.. aku akan selalu menjadi pengingat baginya. Sampai nanti, Sindi akan mau menjemput hidayah yang sejatinya sudah berada di depan keningnya sendiri.
...*****...
Hari ini, seperti yang sudah Umiku katakan. Umi, Abi dan Mas Arkan datang mengunjungiku, tentu saja dengan membawakan banyak sekali buah tangan untukku.
“Mas Arkan, udah punya seseorang yang mau dihalalin belum?” kataku pada Mas Arkan. Karena aku merasa sudah sangat lama aku tidak mengajak Mas Arkan bercanda.
“Apaan!? wong kata Umi kamu duluan..” katanya singkat, namun membuatku yang tadinya terkekeh menjadi beku tak tahu harus apa.
Kemudian, aku mengalihkan pandanganku pada Abi dan Umi yang tengah sibuk berdiskusi entah tentang apa.
Kemudian, aku kembali menatap mata Mas Arkan dan bertanya dengan nada sirius padanya kali ini.
“Mas.. ini gak lucu loh. Aku baru aja mulai kuliah, dan gak mungkin kan Umi sama Abi---” kataku terpotong, karena Umi yang tiba-tiba datang dan merangkulku dari belakang.
“Mas mu bener nduk.. hari ini, kita akan ketemu sama temen Umi dulu. Namanya tante Sinta, kamu siap-siap gih bentar lagi kita ke tempat yang Tante Sinta tunjuk,” kata Umi yang semakin membuatku diam tak tahu harus berkata apa lagi.
“Tapi Mi.. Raina bisa kok jaga diri tanpa sosok laki-laki. Ini cukup menjaga diri ana Mi, dan untuk bela diri yang Abi ajarkan juga sangat melindungi Raina kok Mi,” kataku sambil menunjukkan niqab yang kukenakan.
Karena, niqab ini lah yang selama ini menjaga diriku dari kejahatan seorang laki-laki. Serta, pelajaran bela diri yang selama ini Abi ajarkan juga lah yang membuatku berani dan tak pernah ragu untuk hal apapun.
“Iya.. Umi tahu, Abi juga tahu.. tapi, kali ini bukan kamu yang akan dijaga nduk---” kata Umi yang kemudian ku potong.
“Maksud Umi, Raina yang harus jaga dia? Apa dia sedang sakit Mi?” tanyaku masih dengan kebingungan.
“Nggak kok.. dia sehat, saaangat sehat. Dia mampu malah naik motor, ngebut lagi," ucap Umi yang semakin membuat ku sangat bingung, dan aku masih juga tak bisa menangkap maksud perkataan Umi. Sementara Abi dan mas Arkan, tampak sedang terkekeh melihat kebingunganku.
“Umi.. Raina nggak paham. Pertama, Umi mau nikahin Raina yang baru aja jadi mahasiswi. Kedua, Umi bilang Raina harus jagain ‘dia’, tapi kata Umi dia itu sehat, terus kenapa mesti Raina yang jagain?” kataku lagi masih dengan kebingungan yang sama.
“Nduk.. Dia itu adalah lelaki yang kehilangan dirinya sendiri hanya karena seseorang. Dan bukan badannya yang sakit, tapi hatinya.”
Aku masih terkesiap mendengarkan penjelasan Umi mengenai lelaki itu.
“Dan orang tuanya mempercayakan kamu sebagai penjaga dan obat hati putranya. Makanya, lepas maghrib nanti kita semua akan bertemu dan membahas mengenai pernikahan kalian nantinya. Kamu siap kan nduk?” Pertanyaan terakhir dari Umi membuat mataku nanar.
Dulu.. Umi juga pernah mengatakan padaku, bahwa pernikahan bisa menjadi ladang pahala bagi seorang wanita. Apa lagi kata Umi aku di percayakan oleh kedua orang tua pemuda itu, yang bahkan mereka juga belum pernah mengenalku. Mungkin mereka sudah mengenalku, tapi kan melalui Umi dan Abi, sedangkan berbicara langsung padaku belum.
Mengingat dan mengenang tentang ajaran yang Abi dan Umi berikan padaku, membuatku tak ragu untuk menerima ajakan mereka untuk bertemu dengan keluarga, yang ingin menjadikanku istri dari putranya nanti.
...*****...
Malam telah tiba.. selepas maghrib, kami semua langsung menuju tempat dimana mereka ingin bertemu dan membicarakan pernikahanku.
Ditengah hiruk pikuknya lalu lintas Jakarta, aku menyibukkan diri dengan membaca kalam suci Al-Qur’an, ini sangatlah ampuh untuk membuang kebosanan diperjalanan.
Sedangkan Umi tampak sibuk dengan gawai ditangannya, agaknya Umi sedang memberikan kabar pada sahabatnya, maksudku colon ibu mertuaku nanti.
Dan Abi.. seperti aku, ia selalu sibuk dengan Al-Qur’an kecil ditangannya. Sambil sesekali Abi mengajak mas Arkan yang tengah sibuk nyetir bercanda.
Setelah setengah jam diperjalanan, akhirnya kami sampai juga di sebuah restoran yang bernuansa klasik namun cukup elegan ini.
Aku kemudian menyebarkan pandanganku ke setiap sudut ruangan, kemudian.. ada seorang wanita yang mungkin seumuran dengan Umi tengah melambaikan tangannya kerah kami.
“Itu Tante Sinta dan suaminya, ayo langsung aja kesana,” kata Umi yang juga melambaikan tangan ke arah wanita itu sambil menarik pelan tanganku.
“Eh.. Fatma..” katanya ramah pada Umi dan tentu saja pada kami semua juga.
“Assalamu’alaikum.”
Sebagai seorang muslim kami tidak akan pernah melupakan kewajiban kami untuk mengucapkan salam ketika bertemu.
“Wa’alaikumussallam warahmatullahi wabarakatuh.. Mari duduk,” kata lelaki yang kuduga suami tente Sinta itu, dengan senyuman yang ramah.
Tak pernah menyangka rasanya akan secepat ini, aku yang baru saja merasakan nikmatnya bangku perkuliahan langsung dihadapkan pada sebuah kenyataan yang cukup mengejutkan.
Bersambung...
...-----♡●♡-----...
Alhamdulillah..
semoga suka dengan episode ini, dan semoga ada yah, yang menantikan episode lain🤗😁
Jazakillah khair💖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Mega
sudah bisa kutebak...
okey lanjut
2020-12-27
1
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
sehat dan like selalu ya😊💪
2020-12-25
1
𝕸𝖆'𝕶' 𝖈𝖚𝖙𝖊
lanjut y...
klo aq nebak siapa yg d jodohin juga g bikin wooooowwww
2020-12-24
1