Raina Pov
Namun, setiap kali aku melihatnya, matanya selalu menampakkan
luka yang cukup dalam..
tapi hebatnya lagi,
ia mampu untuk menutupinya dengan sikap dingin yang ia tampakkan
...-----♡●♡-----...
Waktu berat yang harus kulalui hari ini telah usai. Dengan banyak ketidak nyamanan orang disekitarku dan juga keanehan yang mereka tampakkan, ketika memandang penampilanku. Akhirnya berakhir juga.
Mereka semua sedang asyik menikmati waktu santai sebelum kembali pulang. Ada yang tengah asyik bersenda gurau, bernyanyi bersama sang pembina kelompok. Ada juga yang bermain games.
Namun, berbeda dengan kelompok kami. Sepi, mereka bahkan lebih banyak yang berbisik-bisik, mungkin tentang ku atau mungkin juga mereka membicarakan tentang pembina kelompok sedingin es 'Kak Fajar'.
Kemudian aku lebih memilih untuk mengamati setiap sudut tempat ini. Namun, sejauh mataku memandang aku juga menangkap seorang pemuda yang memiliki sikap tak mau perduli dan dingin sedingin es, sedang duduk bersandar di bawah pohon yang rindang. Ia tampak sedang asyik mendengarkan musik dengan earphone yang melekat di kedua telinganya.
Kak Fajar tampak baik dan polos dari belakang. Setiap kali aku melihatnya, bahkan matanya selalu menampakkan luka yang cukup dalam, hebatnya lagi ia mampu untuk menutupinya dengan sikap dingin yang ia tampakkan. Kemudian aku tersadar.
Untuk apa aku peduli dengannya. Fokus.. fokus. Disini untuk belajar Raina, bukan untuk memikirkan masalah orang lain, masalahku sendiri saja sudah berat. - batinku lagi.
...*****...
Serunai telah berbunyi, itu artinya kegiatan kami hari ini akan segera berakhir. Seluruh peserta ospek, panitia dan pihak-pihak yang terkait sudah berkumpul seluruhnya.
Sekarang kami sudah dinyatakan sebagai mahasiswa resmi dari Kampus.Ya.. aku sekarang telah resmi menyandang status sebagai mahasiswi.
Di sela-sela perjalanan pulang kami. Aku melihat, Kak Fajar yang mengendarai motor gede miliknya, tengah mengawal mobil yang kami tumpangi.
Kebetulan aku dan seluruh teman satu kelompokku pulang mengendarai mobil yang sama, dan itu juga perintah dari Kak Fajar. Karena sebagai pembina, tentu saja bagaimanapun sifat dan sikapnya, ia cukup tahu mengenai tanggung jawabnya, untuk memastikan kelompok yang ia bimbing sampai tujuan dengan aman dan selamat.
Di dalam mobil ini sangat banyak kaum hawa yang membicarakan Kak Fajar. Itu tak mengherankan bagiku. Karena memang dengan penampilan serta sifat sedingin es, yang Kak Fajar miliki akan menimbulkan respon yang beragam dari banyak mahasiswi baru yang ia arahkan hari ini.
Setelah menempuh perjalanan selama setengah jam. Aku pun tiba di depan kos yang ku tempati. Masih dengan wajah tanpa senyum dan sikap yang dingin, ia tidak mengatakan sesuatu apapun dibalik helm full face yang dikenakan.
Aku tak memperdulikan bagaimana dirinya, yang terpenting sebagai juniornya aku juga harus menghormatinya, apalagi ia juga yang sudah menjaga kelompok kami, selama di perjalanan dan di tempat ospek tadi.
“Terimakasih Kak Fajar," kataku sambil tersenyum dibalik niqab yang kukenakan.
Namun nihil, jangankan tersenyum, menganggukkan kepalanya saja tidak. Ia malah langsung melajukan motor yang ia kendarai.
Bisa gitu ya - batinku.
Kemudian, pikiranku tentang sosok Kak Fajarpun terhenti, ketika aku mendengar dering ponselku berbunyi. Yang menampakkan foto Umi bersama Abi. Seketika semua rasa penatku hilang.
“Hallo.. Assalamu’alaikum Umi.” Kataku memberikan salam pada Umi.
“Wa’alaikumussallam.. gimana ospeknya hari ini nduk?”
“Alhamdulillah lancar semua Mi. Umi sama Abi sehat?”
“Alhamdulillah sehat. Oh iya, mas Arkan katanya mau pulang ke Indonesia, lusa. Mungkin disini agak sebulan, katanya sih ada yang mau diurus," kata Umi dari seberang telepon yang membuatku sumringah. Aku bahagia, karena sejak beberapa tahun ini Mas Arkan tidak pernah pulang ke Indonesia.
“Oh ya?! Mas Arkan pulang Mi? Tapi sayang, ana gak bisa deh ketemu.”
“Kamu ada cuti ndak nduk?”
“Ada sih cuti Mi. Cuma mungkin weekend. Dan itu kalau ndak banyak kegiatan juga Mi.”
“Kalau gitu, nanti Umi, Abi sama Mas Arkan ke Jakarta ya. Itung-itung jengukin kamu, biar kamu juga bisa ketemu sama masmu ya.”
“Beneran Mi? Bilangin sama Mas Arkan suruh bawain ana banyak oleh-oleh ya Mi. Ya udah.. kalau gitu ana mau mandi dulu ya Mi. Assalamu’alaikum, salam buat Abi ya Mi.”
“Wa’alaikumussallam warahmatullahi wabarakatuh, iya nduk.”
Segera aku menutup telepon dan langsung masuk kedalam kamar ku. Dan kemudian aku langsung bergegas mandi untuk membersihkan diri.
...*****...
Fajar telah menyingsing dengan penuh kehangatan pagi ini, menyambut para pejuang untuk memulai harinya dengan senyuman. Termasuk diriku.
“It’s my first time to collage. Huft..” sepertinya kebiasaanku untuk bermonolog di depan cermin sedikit membuatku percaya dengan diriku sendiri.
“Ok.. ini hari adalah hari pertamamu untuk berjuang. Gak usah perdulikan apapun yang orang lain katakan. Karena tangan mu cuma dua. Dan gak mungkin kan bisa membungkam semua mulut mereka. Tapi dengan dua tangan ini bisa kamu gunakan untuk menutup telingamu Raina. Still confident and be your self," kataku masih setia di depan cermin.
Setelah semuanya rapih, dan aku juga sudah menghubungi Sindi, kemudian aku berangkat, tentu dengan menggunakan kendaraan umum.
Setelah menempuh waktu kurang lebih sepuluh menit, akupun tiba di depan gerbang Kampus.
Sindi bilang ia sudah menungguku di depan kelas kami. Dengan berbekal denah yang ada, aku mencoba mencari ruang kelas yang akan kami gunakan hari ini.Dengan penuh hati-hati aku melewati setiap lorong gedung kampus, agar tidak terlewat ruangan yang ku cari.
Aku melihat banyak mahasiswa/mahasiswi yang memperhatikan setiap gerak langkahku. Ya.. memang aku adalah satu dari sepuluh mahasiswi yang munggunakan niqab di Universitas ini.
Namun, keteganganku sedikit berkurang ketika sahabatku Sindi menghampiriku dengan senyuman yang mengembang.
“Rin.. itu kelas kita," katanya pelan padaku, dan kemudian menarikku untuk masuk kedalam.
Tak jauh berbeda. Semua teman sekelasku tampak memperhatikanku dengan tatapan yang penuh tanya dan keanehan. Aku tidak terlalu memikirkan itu semua, karena aku tahu bagaimanapun dan apapun yang kita lakukan, orang lain pasti akan tetap membicarakan baik buruknya kita.
Setelah bergelut cukup lama di ruang kelas untuk menyimak materi hari ini. Akhirnya otakku sedikit bisa bernafas dengan lega.
Namun, kelegaanku ini tidaklah bertahan lama. Karena 'si pria es' kak Fajar. Kembali menabrak tasku sampai tubuhku terdorong, seperti tempo hari.
Aku mulai berfikir, jika kak Fajar kini telah memiliki hobi baru, yaitu menabrakku dan membuatku terjatuh.
“Kalau jalan pakek mata. Percuma matanya nampak, tapi sering nabrak orang,” katanya dingin padaku.
Dengan senyuman yang mencoba untuk sabar dan tak ingin berdebat, aku menjawab perkataan Kak Fajar. “Maaf Kak.”
“Gadis aneh..” katanya pelan. Namun aku masih bisa mendengar jelas kalimat yang ia sebutkan untukku.
“Huft.. ternyata dunia ini sempit banget. Punya senior sedingin es. Punya sahabat yang sering ngilang. Hah.. bahagianya hidupku," kataku sambil berjalan cepat menuju mushalla yang berada di kampus ini.
...*****...
Ketika aku berjalan menuju pintu Mushalla, aku kembali menabrak seseorang. Aku sempat berfikir itu adalah senior es ‘Kak Fajar’. Namun dugaanku salah, karena yang menabrakku kali ini adalah Kak Dhuha.
“Eh.. sorry," katanya sambil membereskan buku-bukuku yang terjatuh. Sepertinya ia tidak menyadari kehadiranku.
Setelah membereskan barang-barangku baru ia menyadarinya. “Oh Raina? Maaf ya tadi saya buru-buru. Jadi berantakan buku kamu,” katanya dengan nada bersalah.
“Nggak apa-apa Kak. Makasih sudah bantu saya,” kataku kemudian mengamankan bukuku.
“Tumben nggak sama Sindi?” tanyanya padaku.
“Owh.. dia katanya ada keperluan di luar sebentar Kak, jadi saya di suruh nunggu di Mushalla,” jelasku padanya. Namun, Kak Dhuha hanya menjawab dengan anggukan dan ber-oh ria.
Aku pun melanjutkan kataku, “Kalau begitu saya masuk dulu ya Kak,” ucapku kemudian berlalu masuk kedalam Mushalla.
...****...
Setiap hari pasti akan ada masa sulit yang akan kita lalui. Baik itu pandangan aneh orang dengan penampilan kita.
Penerimaan serta penolakan yang tak jarang mereka lontarkan dengan sindiran. Namun, bagiku itu bukanlah hal yang besar. Karena seperti apapun yang kita lakukan, akan ada orang yang suka dan tak sedikit pula orang yang terganggu karenanya.
Semakin kesini aku semakin mengenal banyak sifat manusia. Ada yang baik, ada yang dominan menyakitkan, ada yang cuek (gak mau peduli), ada pula yang ramah. Tapi aku yakin dan percaya, mereka pasti memiliki alasannya sendiri mengenai sifat mereka.
Percaya atau tidak. Kadang, sifat yang tampak dari luar itu tidak mencerminkan dirinya yang sesungguhnya. Bisa jadi dengan sikap itu mereka menutupi sesuatu. Tugas kita, bukanlah untuk membenci atau bertanya mengapa? Tapi kita wajib untuk menghargainya.
...-----♡●♡-----...
jangan lupa tinggalkan jejak supportnya ya teman- teman🤗
Jazakumullah Khairan 💖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Dandelion
Fajarr
2023-08-14
0
Mega
orang yang tertawa paling keras kadang menyimpan luka paling dalam...
2020-12-27
1
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
hai kak😊
asisten dadakan masih setia berkunjung kembali😉
mampir yuk
semangaaatt ya💪
2020-12-25
1