Ketulusan bukan lah modus, antara cinta dan keikhlasan tentulah saling berdampingan. Ardian dengan telaten membantu Melati berdiri, ia papah tubuh langsing itu ke sofa ruang tengah.
Sesekali terdengaar ringisan dari bibir tipis itu. Ardi menatapnya iba, tak ada keluarga di sisinya, ibunya tinggal jauh di kota lain.
"Hati-hati! sini duduk lah biar aku ambilkan air minum untukmu! " Ardi melangkah kearah dapur, yang ada di rumah Melati. Ia mulai memanaskan air. Untuk membuat secangkir teh hangat. Ardi kembali keruang tengah membawa nampan yang berisi air putih dan teh. Tak lupa sepiring nasi hangat.
"Habiskan makanmu, setelah itu minum obatnya, jangan lupa minum teh hangatnya juga."
Melati melongo mendengar ucapan bosnya yang seperti raja Firaun yang sedang bertitah.
"Kok kamu jadi posesif gitu sih Ar? aku gak akan mati hanya karna luka kecil ini loh"
"Nurut ngapa Mel, Sakit aja kamu masih ngeyel"
Melati meringis melihat bos yang sekaligus temannya itu. Sesekali Melati melirik kearah Ardi, terkadang timbul rasa bersalah di hatinya, mengingat ketulusan Ardi.
Namun apalah daya, jika cinta tank mampu bermuara, ia pun tak kuasa untuk memaksa hatinya. Ardi juga cukup profesional, akan rasa yang ia miliki.
Bagi Ardi, bisa berdekatan dan ngobrol bareng sudah cukup untuknya, karna ia paham betul, akan kerasnya cinta Melati terhadap kekasihnya.
"Kamu gak pulang?, aku mau istirahat."
Aardi melotot, kearah Melati.
"Gila..! ada ya orang model kamu Mel, bukannya terima kasih malah ngusir"
Melati tertawa mendengar umpatan Ardi.
"Gak ngusir kok Ar, aku cuma nyuruh kamu pulang"
"sama aja cuma beda bahasa doang"
dengan gemes Ardi mencubit hidung bangir Melati.
"Ih. Kualat kamu kurang ajar sama orang tua!"
Ardi tak memperdulukan ucapan Melati, segera ia berdiri untuk pulang.
Namun sebelum pulang bosnya itu, memeriksa seluruh, pintu dan jendela.
Tak hanya itu, Ardian memapah Melati ke kamarnya. Hati Melati menjerit ngilu, bagaimana bisa orang lain saja perduli padanya. Tapi sebaliknya, orang yang ia pertahankan dan sangat ia cintai dengan teganya mengacuhkannya.
"Heey. kenapa kamu nangis Mel?"
Tanya Ardi heran.
"Gue sedih Ar. Lo tulus nolong gue, sementara gue, gak bisa beri kamu lebih, meski itu hanya sedikit rasa cinta. Maaf, Aku mungkin wanita bodoh yang terlalu mencintai kekasihku, yang aku sendiri tak tau dia masih mencintaiku atau tidak"
Melati berucap sembari terisak.
Ardi yang melihat hal itu, dengan segera membawa skretarisnya kedalam pelukannya.
"Jangan menangis, yakinlah pada cinta dan perasaanmu."
Ardi mengulurkan tangannya untuk menghapua air mata yang membasahi pipi wanita yang sangat inginkan.
"Udah jangan dipikirin. Besok pagi-pagi aku kesini untuk ganti perbanmu"
Ucap ardi sungguh-sungguh.
"Gaya kayak dokter aja kamu"
Ardi tertawa mendengar ejeksn Melati. Tangannya terulur mengacak surai halus milik Melati.
"Tidurlah, aku pulang"
Pamitnya lembut.
Dirumah Ardi segera menyegarkan badannya. Kemudian duduk santai di ruang tengah. Disana masnya tengah asyik membaca chat entah dari siapa.
"Mas...!"
"Hem..!"
Hanya deheman yang keluar dari bibir pria berjambang itu.
"Darimana kamu jam segini baru pulang?"
"Ooh. Aku barusan dari rumah Melati. Dia jatuh tadi pas di proyek. Jadi aku antar makan malamnya dulu"
Jelas Ardi sembari duduk santai.
"O ya mas. Mas kapan mau ambil alih perusahaan? udah terlalu lama, Aku ninggalin rumah sakit"
Ardi tampaknya mulai gerah melihat tingkah abangnya itu. Ke kantor pagi pagi buta, tapi hanya duduk manis di ruangannya, menghendel perusahaan hanya melalui telpon. Ardi lah yang akhirnya sibuk mengurusi semua proyek.
Mendengar pertanyaan dari adiknya sang kakak hanya memandagnya nanar.
"Jika saat ini ada pilihan, lebih baik aku menggantikanmu jadi dokter Ar"
Ardi melongo mendengar lelucon kakaknya itu.
"Jangan ngacok deh mas, lihat jarum aja takut, gaya mau jadi dokter"
Ardi terkekeh melihat ekspresi kakaknya. Namun mengingat kata dokter Ardi kembali teringat Melati. Ia ambil gawainya dari saku celana,segera ia deal number Melati. gawainya masih berdering belum diangkat oleh Melati,dengan sabar Ardi menunggu hingga terangkat.
"Hey. Kenapa lama angkatnya? kamu sudah tidur?"
Tanya Ardi sedikit cemas,
"Belum...!"
Jawab Melati singkat.
"Mel. Kamu baik-baik ajakan? kenapa suaramu serak, obat yang untuk malam sudah diminum?"
"Udah, aku ngantuk Ar"
"Oke. Tidur lah, jangan lupa baca doa"
"Iya pak bos"
Ardi tergelak mendengar jawaban, Melati. Sambungan telponnya terputus. Sementara, masnya hanya menatap adiknya datar sedatar jembatan gantung.
"Kenapa dia"
Ucap Kakaknya itu ingin tau.
"Sapa mas, yang barusan aku telpon?"
Ardi balik bertanya.
"Hem...!"
Jawab Al, singkat.
"Ooo.. itu tadi Melati. Sekretarisku..!"
"Aku tau dia sekretarismu"
Jawab Al ketus.
"Maksudku dia pacarmu?"
Imbuh Al lagi.
"Melati maksud mas..? dia bukan kekasihku,dia sosok wanita yang selaluku rindukan..!, dari sosoknya lah aku bisa meluapkan rasa rinduku. Tapi untuk bisa memilikunya sangat sulit..!"
Ucap Ardi penuh makna, namun hanya dia yang tau, makna dari ucapannya itu.
Kening masnya berkerut,mendengar pernyataan adiknya itu.
"Kenapa, bukannya kalian sudah lama dekat?"
"Dia belum nerima aku, Mas. Dia masih mengharap cinta sejatinya yang sudah tiga tahun gak kasi kabar ke dia, entah pria sebrengsek apa yang melati cintai itu"
Ucap Ardi kesal.
"Mungkin kekasihnya ada alasan tertentu yang Melati tidak tau"
Timpal Al, pada adiknya.
"Tetap saja dia sudah terlalu menyiksa perasaan wanitaku"
Seketika wajah Al pias, mendengar penuturan adiknya. Kemudian pria itu mengalihkan topik pembicaraan.
"Kenapa melati harus minum obat?"
"Oo dia tadi jatuh pas di lokasi proyek"
"Kok bisa..??"
Tanya Al konyol.
"Ya bisa la, aku pergi ke lokasi proyek bareng dia. Tadi melati kurang hati-hati, jadi kepleset. tapi gak papa sih, udah diobati juga."
Mendengar ucapan Ardi, ada kelegaan pada diri kakaknya itu.Tak lama, Masnya menghilang, tertelan pintu kamarnya. Semenjak kepulangannya ke Indonesia pria itu tampak murung dan dingin.
Di sana, di kamar bernuansa abu-abu putih, Al tampak membaca chat dari bidadari hatinya. Namun pria itu terasa rasa di tampar.
"Al. Berapa lama lagi waktu untuk menantimu? belum cukupkah waktu tiga tahun lebih itu? beri aku alasan untuk semua ini? jika tak penting lagi namaku untukmu. Berikan aku isarat agar aku tak mengharap"
Al meremas henponnya, dadanya terasa sakit. Ini bukan kemauannya. Al sangat mencintai melati. Kemudian ia remas kepalanya yang nyeri akibat menahan beban perasaan.
Kicauan burung memanggil-manggil mengusik pendengaran Melati. Matanya tercelang. Tampak matahari menyembul dari balik tirai, Melati tertatih-tatih, menuju dapur mempersiapkan sarapan dan bekal untuknya kerja.
Hari ini Melati berniat kekantor lebih aeal, ia tak mau Ardi, datang untuk mengganti perbannya, tak ada laki-laki lain yang boleh melihat bagian tubuhnya kecuali Al. karna luka itu tepat di paha kanan sebelah bokong.
Akhirnya Melati sampai kantor pas setengah tujuh, ia tertatih berjalan menaiki tangga didekat lobi, Ardi berlari mengejar Melati. dengan gesit ia papah bahu Melati dengan telaten.
"Kenapa kamu gak nunggu aku? akukan sudah bilang mau ganti perban kamu,lagian kamu masih sakit, ngapa kerja sih, Mel?"
Seketika Melati mendongak menatap Ardi. Dilihat dari jau sungguh mereka terlihat mesra, saling bertatapan,tapi sebenarnya tidak, Melati hanya sekedar melihat wajah Ardi, yang cemas.
"Aku tak apa Ar, jangan hawatir, buktinya aku bisa sampai di kantor tepat waktukan?"
Ucap Melati meyakinkan. Ardi gemas dengan gadis di hadapannya itu. Ia acak rambut melati hingga rambutnya berantakan.
Mereka berdua tak menyadari, tindakan Ardi terhadap Melati, menjadi tontonan banyak mata, terutama mata hitam tajam yang tampak suram, menatap getir kearah sang wanita.
setelah mereka berlalu, memasuki ruangan, bibir turah milik staf admin mulai menggunjing.
"Gilak tu mbak Mel, mentang-mentang udah jadi perawan tua, dia aci main embat aja, rupanya mbak mel doyan berondong juga"
Tiga wanita itu tertawa mengejek Melati. Tanpa mereka sadari berdiri sosok pria jangkung ber topi hitam,memukul meja cukup keras, mampu membuat mereka bertiga terjengit kaget"
"Jaga ucapan kalian, jika kalian masih ingin kerja di sini"
Setelahnya pria bertopi hitam itu memasuki lift, ia pencet lantai paling atas. Di ruangannya. Ia duduk manis di kursi kebesarannya. Yang tengah memantau karyawan kantor keseluruhan melalui monitor cctv.
Senentara Melati, terus melakukan rutinitasnya menghubungi nomor yang sama, yang tak pernah diangkat oleh pemiliknya selama tiga tahun tetakhir.
Pemilik nomor itu, hanya menatap gawainya yang berkedip. Dari balik layar yang penuh retakan itu. Tak lama setelah panggilan tak terjaeab, masuk chat, yang isinya menanyakan kabar.
"Al, kamu baik-baik saja kah. Kamu sudah makan, kamu sehatkan, apa kamu merasakan rindu seperti yang aku rasakan?"
Sungguh wanita itu tak pernah bosan mengirmnya chat setiap harinya. Setelah, membaca chat itu, Al melihat monitor di hadapannya, Gadisnya terlihat murung, senbari memutar mutar gawainya, sesekali ia mengusap cairan bening dari kelopak matanya. Hati Al nyeri sebenarnya, tapi ia tak mampu berbuat apa-apa.
"Maaf, aku terlalu dalam melukaimu banyak hal yang tak bisa aku ungkapkan padamu Mel, termasik rasaku sendiri. melihatmu dari kejauhan sudah cukup bagiku"
Al hanya mampu berucap dalam hatinya.jika dilihat sekilas, Al sungguh keterlaluan, mengabaikan Melati bertahun-tahun, tanpa sebab dan alasan yang jelas, membuat Melati seperti korban bualan cinta semata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments