“Perampok datang! Gerombolan pedang hitam datang!” terdengar sebuah teriakan. Sontak banyak orang yang panik dan kocar-kacir menyelamatkan dagangan mereka. Namun terlambat, perampok yang jumlahnya puluhan orang itu mengancam akan membunuh siapapun yang berusaha melarikan diri.
Nyi Kunyit langsung panik, ia menarik lengan Batari Mahadewi dan mengajaknya bersembunyi. Tentu perampok itu tidak berminat merampok orang-orang kecil seperti Nyi Kunyit, mereka mengincar para pedagang serta orang-orang yang tampak punya banyak uang yang sedang belanja di pasar.
Baru kali ini Batari Mahadewi menyaksikan peristiwa perampokan. Di desanya, iapun bahkan jarang sekali melihat ada orang bertengkar apalagi berkelahi. Desa Cemara Seribu senantiasa damai berkat kehidupan sederhana dari semua warganya.
“Mereka siapa, Ibu?” bisik Batari Mahadewi kepada ibunya.
“Mereka adalah perampok nak. Mereka akan mengambil semua yang mereka mau.”Jawab Nyi Kunyit, “kita harus sembunyi dan jangan sampai ketahuan.” Lanjut Nyi Kunyit polos.
Batari Mahadewi memperhatikan kawanan perampok itu dari tempatnya bersembunyi. Ia bisa melihat bahwa kawanan perampok itu tidak terlalu berbahaya. Setidaknya, energi mereka tak lebih besar dari pohon beringin tua yang berada di halaman rumah Nyi Kunyit. Namun demikian, bagi orang awam, perampok itu sangat menakutkan.
Pimpinan perampok itu duduk di atas kuda hitam yang gagah sambil melihat anak buahnya beraksi menjarah dan memukuli beberapa orang di pasar yang berusaha melawan. Salah seorang perempuan tiba-tiba menjerit karena suaminya ambruk terkena tebasan pedang dari salah satu anggota perampok itu.
“Ini akibatnya kalau kalian berani melawan” Kata perampok itu sombong.
Batari Mahadewi tak bisa melihat kejadian itu. Iapun berdiri dan mulai melangkah ke arah perampok itu.
“Apa yang kau lakukan anakku? Kembali! Jangan ke sana!” ucap Nyi Kunyit panik.
“Ibu tenang saja di sini, aku akan ke sana.” Kata Batari Mahadewi
“Jangan nak...” belum selesai Nyi Kunyit mengucapkan kalimatnya, Batari Mahadewi sudah melesat cepat ke arah perampok itu.
Nyi Kunyit tidak menyangka dan tidak percaya apa yang baru saja ia lihat. Batari Mahadewi sudah berada di depan pimpinan perampok itu hanya dalam beberapa lompatan saja. Bagaimana bisa? Batari Mahadewi…siapakah gerangan anak ini sebenarnya... Nyi Kunyit berfikir keras.
Memang banyak hal aneh dari Batari Mahadewi yang telah disaksikan oleh Nyi Kunyit bahkan sejak pertama ia menemukannya di bawah pohon beringin miliknya. Namun ia tetap tidak menyangka kalau Batari Mahadewi memiliki kesaktian sekelas pendekar.
Pimpinan perampok itu sempat tak menyadari kehadiran Batari Mahadewi. Sejak kapan gadis ini tiba-tiba ada di sini… batin pimpinan perampok itu.
“Apa yang kau lakukan di sini gadis kecil? Cari mati kau ya?” Bentak pimpinan perampok itu.
“Hentikan semua ini atau kau akan menyesal.” Balas Batari Mahadewi tanpa sedikitpun rasa takut.
“Dasar anak kecil. Harusnya kamu sembunyi di ketiak ibumu. Jangan dikira aku akan bermurah hati dengan gadis kecil sepertimu. Aku tak segan membunuh siapapun.” Kata perampok itu. “Bunuh gadis itu, beri pelajaran kepada semua orang di sini.” Pemimin perampok itu menyuruh salah satu anak buahnya untuk menghabisi Batari Mahadewi.
Salah seorang anak buah perampok itu tertawa senang dengan perintah atasannya. Namun begitu ia melangkahkan kaki, Batari Mahadewi menendang batu kecil di sebelah kakinya ke arah perampok itu. Batu kecil itu melesat kencang dan menghantam perut perampok itu. Seketika pula ia ambruk tak sadarkan diri.
Pimpinan perampok itu tercengang dan mulai waspada dengan kehadiran Batari Mahadewi. Ia memang pernah mendengar bahwa ada beberapa anak yang terlatih untuk menjadi pendekar sejak kecil. "Jangan-jangan gadis ini adalah salah satu dari anak-anak yang bisa beladiri dengan baik," gumam kepala perampok itu.
“Baiklah gadis kecil. Aku tak akan segan-segan lagi.” Kepala perampok itu ragu-ragu sebenarnya. Iapun bahkan tidak bisa melumpuhkan seorang anak buahnya dengan batu kecil sebagaimana telah dilakukan oleh Batari Mahadewi. Namun ia akan kehilangan muka jika mundur dari hadapan seorang gadis kecil.
“Terima ini!” pimpinan perampok itu menarik pedangnya dan mengarahkan tebasannya ke arah leher Batari Mahadewi. Namun belum sempat pedang itu bergerak maju, Batari Mahadewi dengan cepat melangkah maju,
menangkap lengan perampok itu, lalu melemparkannya hingga beberapa meter jauhnya. Selebihnya, perampok itu tak bisa bangun sama sekali.
Pemandangan yang mencengangkan itu membuat semua anggota gerombolan perampok pedang hitam itu ketakutan. Mereka tak berani menyerang Batari Mahadewi karena ia bisa dengan sangat mudah menumbangkan pimpinan perampok hanya dalam satu serangan saja.
“Kembalikan semua yang kalian ambil dan pergi dari sini atau aku akan menghabisi kalian semua!” Batari Mahadewi mengancam semua perampok itu. Tak ada pilihan lain, perampok itu menuruti semua kata Batari Mahadewi dan pergi dari pasar.
Semua orang pasar terheran-heran melihat kemampuan Batari Mahadewi yang di mata mereka adalah seorang gadis kecil cantik yang tak mungkin bisa bekelahi. Namun ternyata, Batari Mahadewi bisa menyelesaikan masalah itu hanya dalam waktu singkat saja.
“Ayo ibu, kita pulang saja.” Kata Batari Mahadewi setelah ia menghampiri ibunya.
“Anakku, siapa yang mengajarimu beladiri?” tanya Nyi Kunyit yang masih tak percaya dengan kemapuan Batari Mahadewi.
“Panjang ceritanya ibu, tapi aku berjanji akan bercerita setelah kita sampai di rumah.” Jawab Batari Mahadewi. Lalu mereka beranjak pulang.
“Tunggu nona! Tunggu!” tiba-tiba terdengar suara seorang lelaki yang memanggil Batari Mahadewi.
“Paman memanggil saya?” kata Batari Mahadewi.
“Iya nona, saya adalah kepala pengelola pasar ini. Terimakasih banyak atas bantuannya. Mohon terimalah pemberian kami sebagai ucapan terimakasih.” Orang itu menyerahkan kantong kecil berisi uang kepada Batari Mahadewi.
“Tidak usah, paman. Sudah semestinya kita saling menolong. Lebih baik, uang itu diberikan kepada ibu yang kehilangan suaminya tadi.” Balas Batari Mahadewi.
“Tidak apa-apa, nona. Kami akan membantu ibu itu, tentu saja. Tapi mohon terimalah tanda ucapan terimakasih kami atas pertolongan yang nona berikan.” Kata orang itu.
“Baiklah paman, saya terima pemberian ini. Terimakasih banyak.” Balas Batari Mahadewi.
“Kamilah yang berterima kasih nona pendekar. Kalau boleh tahu, siapa nama nona pendekar ini?”
“ Saya bukan pendekar, paman. nama saya Batari Mahadewi, paman. Baiklah, kami tidak bisa berlama-lama lagi di sini paman, jadi kami pamit sekarang.” Batari Mahadewi dan Nyi Kunyit berpamitan, lantas bergegas pulang.
“Ibu, sebaiknya ibu saja yang menyimpan uang ini. Ibu bisa menggunakannya untuk belanja. Jadi untuk beberapa bulan kedepan, ibu tidak perlu menjual akar cemara hitam ke pasar lagi.” Kata Batari Mahadewi kepada ibunya.
“Kamu benar nak, beberapa keping uang emas ini bahkan bisa untuk kehidupan kita selama setahun lebih.” Balas Nyi Kunyit. “Tapi anakku, bagaimana jika perampok itu datang ke desa untuk mencarimu?” Tanya Nyi Kunyit khawatir.
“Tak mungkin ibu, perampok kecil seperti itu tak akan berani melewati bukit ini. Jadi tak mungkin mereka akan datang mencariku.” Jawab Batari Mahadewi.
Sesampainya di rumah, Batari Mahadewi menceritakan pengalamanya kepada ibunya, termasuk pengalamannya dalam perut siluman ular yang dari sanalah Batari Mahadewi belajar beladiri untuk pertama kalinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 358 Episodes
Comments
Bang Roy
kereeennnn
2022-10-12
0
Sony Suprapto
ceritanya cukup memikat
2022-05-26
1
Rihan Jamaien
seru Thor
ini yang ku mau😊😊😊
2022-05-10
1