Tujuh tahun kemudian, setelah para raksasa menguasai khayangan, Batari Mahadewi telah tumbuh menjadi anak perempuan yang cantik, sehat, kuat dan cerdas. Ia juga memiliki sifat-sifat manusia sebagaimana ia telah dibesarkan oleh manusia.
Batari Mahadewi bukan manusia biasa, sebab ia sejatinya adalah pusaka dewata. Di usianya yang baru menginjak satu tahun, Batari Mahadewi sudah bisa berlari. Tak hanya itu, ia juga sudah pandai bicara dan dengan mudah menghafalkan apa saja yang diajarkan oleh Nyi Kunyit, para tetangga Nyi Kunyit, dan orang-orang desa Cemara Seribu .
Orang-orang di desa Cemara Seribu hidup rukun dan tentram. Sudah menjadi tradisi bahwa semua warga harus saling bahu membahu dan tolong menolong.
Desa itu sebetulnya merupakan desa kecil dan sangat jauh dari pusat kota dan hanya memiliki penduduk yang sedikit yang semuanya menggantungkan hidupnya dengan bertani dan berburu di hutan atau mencari ikan di sungai.
Meski merupakan desa yang kecil, namun desa itu dipimpin oleh seorang sesepuh yang sangat sakti, Ki Gading Putih namanya. Dulu ia adalah seorang pendekar yang telah melanglang buana di dunia persilatan. Ia tak pernah kalah ketika harus menghadapi pendekar lain yang menantangnya. Menginjak usia ke 100, akhirnya ia mengundurkan diri dari dunia persilatan, dan mengasingkan diri di sebuah hutan seribu cemara.
Dari sanalah desa Cemara Seribu muncul. Mula-mula warga desa yang tinggal di sana adalah sekelompok pengungsi yang tersesat di hutan, lalu bertemu dengan Ki Gading Putih, dan memutuskan untuk tinggal di sana. Mereka adalah warga generasi pertama.
Sementara warga desa yang saat ini tinggal di desa Cemara Seribu adalah warga generasi ke tiga dengan jumlah yang jauh lebih banyak dari generasi pertama.
Ki Gading Putih adalah satu-satunya orang yang masih hidup sejak generasi pertama. Umurnya telah mencapai 300 tahun dan belum ada tanda-tanda bahwa ia akan mati. Ia masih terlihat seperti kakek-kakek yang berumur 70 tahun.
Ki Gading Putih bisa hidup selama itu karena ia rajin bertapa dan tak hidup sebagaimana warga desa lainnya. Namun demikian, ki Gading Putih selalu menjadi penolong dan satu-satunya yang selalu bisa menyelesaikan masalah di desa. Ia juga merupakan guru bagi generasi muda di desa itu.
Tentu saja, kehadiran Batari Mahadewi di tengah kehidupan desa yang damai itu tak luput dari perhatian Ki Gading Putih. Sejak awal tersebar berita bahwa Nyi Kunyit menemukan bayi perempuan di halaman rumahnya, Ki Gading Putih yang datang menjenguk telah melihat tanda-tanda yang tak biasa pada diri Batari Mahadewi.
“Kelak bayi ini akan tumbuh menjadi gadis yang luar biasa.” Kata Ki Gading Putih kepada Nyi Kunyit dan beberapa orang yang kebetulan ada di sana. “Jika usianya sudah 10 tahun nanti, aku akan menjadikannya murid, ia akan mendapatkan hak yang sama dengan semua anak laki-laki yang berguru padaku.”
Memang pada kehidupan itu, hanya anak laki-laki saja yang berhak untuk berguru. Sementara, anak perempuan hanya boleh belajar di rumah, membantu memasak, membersihkan rumah, dan bekerja di ladang. Hanya anak perempuan istimewa saja yang mendapatkan pendidikan setara dengan laki-laki, misalnya adalah putri raja atau pejabat kota.
Tentu saja, perkataan Ki Gading Putih tentang Batari Mahadewi membuat heran Nyi Kunyit dan orang-orang desa. Namun seiring perjalanan waktu, Batari Mahadewi memang tumbuh dengan cara yang tidak biasa, dan akhirnya orang-orang memahami alasan Ki Gading Putih akan mengangkatnya sebagai murid.
Suatu hari, ketika Batari Mahadewi berusia 2 tahun, Nyi Kunyit mengajaknya ke hutan untuk mencari kayu bakar.
“Ayo ibu, kita segera berangkat…”Batari Mahadewi memanggil Nyi Kunyit yang telah menjadi ibunya dengan penuh semangat karena hari itu merupakan pertama kalinya ia akan diajak pergi ke hutan. Sebelumnya, ia hanya dititipkan kepada tetangganya untuk bermain bersama Rangga Gede, anak Nyi Santan yang berusia seumuran dengan Batari Mahadewi.
“Tunggu ibu, Tari.” Kata Ibunya sambil tersenyum. Ada rasa khawatir sebetulnya yang terbersit dalam benak Nyi Kunyit mengingat hutan Cemara Seribu sangat luas, angker, dan banyak binatang buas.
Nyi Kunyit tak pernah mencari kayu bakar sampai ke dalam hutan karena ia takut. Terlebih sekarang Batari Mahadewi ingin ikut dengannya setelah sekian hari ia selalu merengek-rengek untuk ikut ke sana karena penasaran.
Yang membuat Nyi Kunyit sangat khawatir adalah perilaku Batari Mahadewi yang susah dikendalikan. Ia bukan bocah perempuan yang penurut, melainkan selalu bergerak ke sana kemari sesuka hati. Nyi Kunyit khawatir kalau-kalau Batari Mahadewi berlari masuk ke dalam hutan.
Benar sekali dugaan Nyi Kunyit. Kekhawatirannya terwujud. Baru sampai di pinggir hutan, Batari Mahadewi mulai
berulah. Mula-mula ia melihat kupu-kupu cantik. Selanjutnya ia mengejarnya sampai masuk ke dalam hutan.
Tentu saja Nyi Kunyit sangat panik. Ia berlari menyusul Batari Mahadewi. Tak mudah untuk menyusul Batari Mahadewi, sebab meski usianya baru 2 tahun, kemampuan fisik dan pikirannya setara dengan anak 5 tahun.
“Tari, kembali nak. Jangan jauh-jauh dari ibu…” Nyi Kunyit berteriak sambil berlari mengejar Batari Mahadewi yang sudah berada agak jauh di depannya.
AUUUMMM… Mendadak jantung Nyi Kunyit seperti lepas ketika ia mendengar suara auman harimau yang sangat keras. Pada saat yang sama, Batari Mahadewi berhenti belari dan berdiri mematung, memandangi sosok harimau besar yang muncul di hadapannya.
Baru kali ini Batari Mahadewi melihat harimau setelah sebelumnya ia hanya mengetahuinya dari cerita ibunya, cerita para tetangga, bahwa betapa mengerikannya binatang yang bernama harimau itu.
Jantungnya berdegup kencang, nafasnya mulai tak teratur. Ia sangat takut melihat harimau itu di usianya yang baru saja menginjak 2 tahun hingga ia tak bisa bergerak, bahkan untuk memanggil ibunya.
Sementara itu, Nyi Kunyit langsung berlari ke arah Batari Mahadewi. Naluri keibuannya menghilangkan rasa takutnya akan harimau itu. Ia berteriak lantang untuk mengusir harimau itu, namun sang raja hutan tak bergeming. Hanya berhenti sejenak, menatap tajam ke arah Nyi Kunyit, lalu mulai berjalan mendekati Batari Mahadewi dengan perlahan.
“HIYAAAA…” sekali lagi Nyi Kunyit berteriak untuk mengalihkan perhatian harimau itu. Ia menyahut ranting sambil berlari dan melemparkannya ke arah harimau itu.
Kini harimau itu mulai marah, ia mengaum keras. Jauh lebih keras dari auman pertamanya. Nyi Kunyit yang tinggal beberapa jengkal langkah dari Batari Mahadewi langsung tersandung karena sangat kaget mendengar auman itu.
Pada saat yang sama, Batari Mahadewi sudah mendapatkan kembali keberaniannya, ia berlari ke arah ibunya sambil berteriak, “IBUUUUU…”
Harimau itu seolah terlihat penuh kemenangan. Ia tahu, calon mangsa di depannya sudah tak berdaya dan sangat ketakutan. Harimau itu kembali berjalan perlahan dan bersiap menerkam. Kali ini ia tak mengincar Batari Mahadewi, melainkan Nyi Kunyit.
Tubuh Nyi Kunyit bergetar ketakutan. Ia mendekap Batari Mahadewi erat-erat, pasrah karena tak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Harimau yang sangat dekat itu terlalu menakutkan baginya.
Harimau itu melompat dan pada saat yang sama, Batari Mahadewi berteriak kencang. Tubuhnya memancarkan cahaya keemasan. Rasa takut yang amat sangat itu menimbulkan reaksi bawah sadar dalam tubuhnya dan dorongan energi yang sangat besar terlepas begitu saja, mengalir bersama suara teriakannya.
Sontak harimau sebesar anak sapi itu terpental jauh dan tak bergerak lagi. Suasana hutan yang sebelumnya terisi dengan suara burung dan serangga mendadak sunyi.
Batari Mahadewi masih gemetar, begitu juga dengan Nyi Kunyit yang bertambah heran dengan keajaiban yang baru saja ia lihat.
“Kau tidak apa-apa, nak?” tanya Nyi Kunyit. Batari Mahadewi mulai sedikit tenang, nafasnya mulai teratur. Cahaya keemasan yang mengelilingi tubuhnya perlahan memudar, lalu menghilang.
“Aku tidak apa-apa ibu, tapi aku tidak mengerti apa yang terjadi padaku.” Jawab Batari Mahadewi. “Apa yang aku lakukan, ibu?”
“Ibu juga tidak mengerti nak. Tapi jangan sampai ada yang tahu tentang hal ini. Jangan bercerita kepada siapapun, kamu mengerti?” Kata Nyi Kunyit.
“Iya ibu, aku mengerti.” Jawab Batari Mahadewi.
“Ayo sekarang kita pulang. Mulai sekarang, kamu harus menuruti nasehat ibu.” Kata Nyi Kunyit.
“Iya ibu, maafkan aku…” Balas Batari Mahadewi.
Cahaya keemasan yang terpancar dari tubuh Batari Mahadewi saat harimau itu menerkam merupakan aura dari pusaka dewa. Semua kekuatan para dewa sepenuhnya tersegel dalam 12 bagian yang satu per satu akan lepas pada waktunya, ketika tubuh Batari Mahadewi sudah siap untuk menerima dan mengendalikan energinya.
Segel pertama ini merupakan energi dasar yang paling lemah sekaligus merupakan energi awal yang akan terus berkembang seiring dengan perjalanan usia Batari Mahadewi.
Kemampuan ini sangat berguna bagi Batari Mahadewi. Tentu saja kebutuhannya saat ini bukanlah kebutuhan orang dewasa. Bagaimanapun ia adalah anak-anak yang penuh dengan rasa ingin tahu. Dengan kemampuan tersebut, Batari Mahadewi memiliki cara yang tak biasa untuk menyerap pengetahuan.
Para dewa menyegel semua kekuatan itu ketika pusaka dewa tersebut diubah bentuknya menjadi manusia. Selain tak akan mungkin bayi bisa mengendalikan energi yang sangat besar, segel energi itu sekaligus juga berfungsi untuk menyamarkan keberadaan pusaka dewa tersebut.
Dengan terbukanya segel pertama itu, kemampuan nalar, bahasa, dan kemampuan fisik Batari Mahadewi meningkat drastis. Batari Mahadewi menyadari ada sesuatu yang berubah pada dirinya. Ia tak tahu apa itu, namun ia merasa dunia yang ia hadapi saat ini jauh lebih terang dan jelas sehingga ia bisa mengetahui bahwa tiap-tiap benda di bumi ini memancarkan energi tertentu.
Awalnya hal ini sangat tidak membuat nyaman Batari Mahadewi. Sepanjang perjalanan pulang dari hutan itu bersama ibunya, ia melihat berbagai aura energi yang menyelubungi tiap-tiap hal yang ia lihat; bebatuan, pepohonan, rerumputan, binatang, manusia, bukit, gunung, sungai, manusia, dan bahkan debu-debu tipis yang tertiup angin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 358 Episodes
Comments
Bang Roy
lanjut thor
2022-10-12
0
Garuda Phoenix
suka.
2022-05-31
1
Reank Wonk Ghandroenk
mirip bayinya Kresna. di usia yg masih balita sudah bisa membunuh siluman.
2022-05-24
1