Kalia mematung untuk waktu yang cukup lama. Semua kejadian yang baru saja dia lewati berkelebat terus menerus dalam kepalanya, merasa seluruh kejadian tadi seperti mimpi buruk baginya. Lututnya lemas, dia merosot terduduk tak berdaya seorang diri.
" Bagaimana ini? bahkan sekarang aku telah melukainya. Bagaimana kalau dia mengoceh sana-sini.." Kalia memeluk lututnya kuat.
Belum hilang rasa panik Kalia, Surya tiba-tiba kembali dengan serbet mengikat tangannya yang terluka dan tangan lainnya memegang lap.
" Sayah ijin membersihkan ceceran darah sayah Bu, agar orang-orang tidak curiga." ucap Surya sambil mengelap tetesan demi tetesan darah yang mengotori ruangan Kalia.
Kalia berdiri dengan susah payah kemudian diam mematung.
Keheningan yang canggung menyelimuti mereka.
Beberapa menit kemudian..
" Sayah sudah selesai, Bu. Mungkin hari ini juga sayah akan mengajukan resign kepada atasan sayah. Maaf kalau sayah sudah lancang..sayah juga sangat menyesal." Surya tertunduk.
" Gak perlu.."
" Kamu gak perlu keluar kerja, cukup bungkam saja mulutmu. Jangan mengoceh." lanjut Kalia dingin.
" Kita sama-sama tahu, kejadian kemarin adalah sebuah kecelakaan. Saya tidak akan menuntut tanggung jawabmu. Kita anggap saja hal kemarin tidak pernah terjadi."
Surya mengangguk pasrah.
" Iyah, Bu."
***
Hari - hari berlalu, tapi perasaan Kalia tidak juga membaik. Justru dia malah semakin curiga bahwa Surya mungkin saja sudah menceritakannya pada teman-teman sesama office boy. Mungkin mereka kini sedang menertawakan kebodohan Kalia. Mungkin Surya sedang membangga-banggakan diri bahwa dia berhasil meniduri bos nya sendiri. Ya, mungkin...
Pikiran - pikiran menakutkan macam itu terus saja menghantui Kalia. Dia semakin tidak berkonsentrasi dalam bekerja. Audit yang sedang dijalaninya seminggu ini terancam gagal. Sering kali, Kalia mendapat teguran keras dari Direkturnya.
***
Kalia menjatuhkan bobot tubuhnya pada kasur nyaman di kamarnya. Dia memandang langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Hidupnya seketika berantakan karena segelas wine itu. Kalia jadi membenci sahabat-sahabatnya. Kalau saja mereka tidak memaksa Kalia meminum minuman laknat tersebut, pastinya dia masih baik-baik saja. Dia masih perawan, hasil pekerjaannya pun pasti gemilang seperti biasa.
Tapi nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terjadi. Yang Kalia pikirkan kali ini adalah bagaimana caranya untuk memastikan bahwa Surya masih tetap menutup mulutnya.
Dari saat kejadian itu, Kalia tak bisa tidur dengan nyenyak, dia selalu dihantui oleh mimpi-mimpi menakutkan tentang Surya yang membocorkan rahasia mereka kepada orang lain. Kalia terjajah perasaannya sendiri. Dia jadi sering mengecek absensi Surya, mencari tahu siapa saja teman Surya sesama OB, dan sering pasang telinga jika melihat Surya terlihat berkumpul dengan teman-temannya. Padahal tanpa diketahui Kalia, Surya benar-benar menepati janjinya. Dia mengunci mulutnya rapat-rapat. Bahkan menganggap bahwa kejadian yang menimpa Kalia adalah murni kesalahannya. Jika saja saat itu dia bisa menahan diri, maka Kalia tidak akan tersakiti.
Surya acap kali mengutuki dirinya sendiri. Selama beberapa hari ini, kerjaan Surya hanya memperhatikan ibu manager cantiknya dari jauh. Takut bila Kalia kembali nekat seperti tempo hari. Dia benar-benar merasa bersalah dan siap menerima hukuman apapun bila Kalia menginginkannya. Jangankan membocorkannya, Surya justru takut Kalia akan menuntutnya dan memasukkan dirinya kedalam penjara seperti yang diucapkan Kalia tempo hari.
***
Pagi hari, Kalia melangkahkan kakinya dengan gontai. Hari ini hari Jumat, biasanya pekerjaan di hari Jumat begitu menyita waktunya. Ada banyak meeting dan training. Ada banyak acc lembur dan pengecekan agenda kerja untuk minggu depan.
Sebelum memasuki ruangan kerja, secara kebetulan dia sempat melihat Surya sedang mengobrol di ruang ganti sepatu steril bersama teman-teman sesama OB nya. Kalia jadi penasaran dengan apa yang sedang mereka bahas, apakah Surya tengah membicarakan kejadian malam itu? Setan-setan curiga kembali menghantuinya. Dengan sedikit mengendap-endap dia menempelkan telinganya di dinding, seakan-akan hal itu bisa membuatnya lebih jelas mendengarkan percakapan mereka. Seperti detektif gadungan, Kalia mencoba mencari informasi, mendengarkan dengan seksama dan memperhatikan gerak-gerik Surya. Jika saja ketahuan bahwa Surya sedang mengoceh sana-sini, maka dia pastikan hidup Surya akan tamat di tangannya saat itu juga.
Ketika tengah asyik menguping, pundaknya di tepuk seseorang. Kalia memekik kaget.
" Ada yang bisa dibantu, Bu Kalia?" tanya salah seorang OB yang memergokinya sedang mengendap-endap tak jelas.
" Eh..oh, nggak." Kalia gelagapan.
" Ngapain kalian masih ngobrol disini? Cepetan kerja!! Udah jam berapa ini?!" Kalia berakting sewot agar tidak terlalu malu. Kemudian segera menghambur pergi sambil menundukkan wajahnya.
Surya melihat Kalia sekilas dan raut wajahnya berubah prihatin. Dia tahu kenapa Kalia sampai melakukan hal tersebut, pasti karena takut bahwa Surya akan buka mulut.
Kalia langsung melangkahkan kakinya menuju ruangannya di lantai 3. Setelah duduk dengan nyaman di kursi kerjanya, dia meraih handphone dan melihat notif pesan dari sahabatnya, Amel.
Sejak party kemaren lu gak ada kabar banget. Kemana aja? Lu baik-baik aja kan Kal? Jangan lupa datang ke nikahan gue minggu besok.
Kalia langsung mendelete pesan dari Amel dan menjauhkan handphonenya. Dia merasa marah dan benci pada kedua sahabatnya itu. Kalau saja mereka berdua tak memaksanya minum wine malam itu, kejadian nahas tidak akan menimpanya.
Minggu besok acara akad nikah dan resepsi pernikahan Amel akan digelar. Tapi Kalia memutuskan untuk tak datang ke acara tersebut. Hatinya masih begitu sakit bila ingat kejadian yang menimpanya, dan untuk menghadapi Amel serta Ira dia masih sangat berat hati.
Pikirannya kini masih kepada Surya. Apa benar OB itu bisa menjaga mulutnya?
Karena semua pikiran-pikiran jelek itu, mood Kalia benar-benar buruk. Dia jadi enggan bekerja meski file pereleasan obat sudah menumpuk tinggi di depan mata, meski panggilan meeting dan training sudah banyak berdatangan padanya.
Tak lama berselang, terdengar pintu ruangan di ketuk seseorang.
" Masuk " ucap Kalia.
Pintu terbuka perlahan.
" Maaf, Bu. Silahkan di minum teh nya." Tiba-tiba Surya datang dan menyerahkan segelas teh camomile. Asapnya masih mengepul halus. Menguarkan wangi yang menenangkan.
" Dan Ibu tidak usah khawatir, sayah tidak pernah bicara apapun dengan siapapun tentang masalah itu. Saya berani bersumpah." lanjutnya lagi sambil sedikit menunduk.
" Kalau begitu sayah permisi, Bu. Maaf sayah sudah lancang masuk lagih ke ruangan inih dan menemui Ibu Kalia. Saya hanya ingin memastikan hal ituh. Bahwa Ibu jangan khawatir. Sampai mati pun, sayah akan tutup mulut." Jelas Surya kemudian keluar dari ruangan Kalia sambil sedikit membungkukan badannya santun.
Kalia tercenung, benarkah yang dikatakan Surya? Haruskah dia mempercayainya? Tapi panggilan iphone di meja kerjanya membuyarkan itu semua. Dia ditunggu untuk meeting mingguan di ruangan direksi. Kalia pun berlalu, meninggalkan teh camomile yang sengaja dihidangkan Surya untuknya. Tapi sedikitpun dia tidak ingin meminumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Ram ram imoet
sabar ya Surya. ada saatnya nanti author bikin kamu bahagia
2021-10-16
0
ms. Labil
semangat thor 💪💪💪
smoga pmbacnya makin bnyak
2021-10-11
0
widya widya
sampai disini, ceritanya bagus. bahasa jg ok. yg like kok dikit ya
2021-10-10
3