My Office Boy
Angin dingin serasa menusuk-nusuk tengkuknya. Kalia merapatkan blazer yang ia kenakan guna menghalau dingin yang terlalu. Kini ia sedang berada di salah satu spot favorit di kota Bandung. Sebuah cafe kenamaan di daerah Lembang. Pikirannya kalut, dia sedang ingin sendiri. Sedang tak mau diganggu. Pun oleh suara telepon, maka dengan sengaja ia matikan telepon genggamnya. Tak peduli keluarganya, orang-orang kantor, atau siapapun yang menghubungi.
Ya..hatinya tengah sakit. Entah apa yang harus dia lakukan untuk dapat menyelesaikan masalah yang kini tengah dihadapinya.
Pesanan menu dihadapannya masih utuh, belum dia makan barang sedikit pun. Rasa laparnya sirna entah kemana. Satu porsi tenderloin steak dan orange juice kegemarannya sama sekali tidak menggugah selera kali ini. Menu-menu itu hanya teronggok begitu saja seperti ikut menatapnya.
Kalia tiba-tiba tergugu, pundaknya berguncang, air mata menganak sungai di pipinya. Tak bisa lagi dia membendung itu semua. Hatinya benar-benar kalut. Entahlah..pikirannya buntu.
Kalia yang biasanya begitu briliant ketika menghadapi masalah pelik dalam pekerjaannya, kini berubah menjadi Kalia yang cengeng, bodoh, dan naif.
Kalia Indrawan, seorang gadis cantik berusia 28 tahun. Seorang manager muda di salah satu perusahan kimia di kota Bandung. Gadis yang mempunyai otak cemerlang secemerlang penampilannya. Tubuh yang ramping, tinggi ideal, berkulit putih, bermata bulat dengan bola mata hitam sehitam buah badam.
Dia idaman semua pria mapan yang menginginkan mempunyai istri cantik nan pintar. Yang tidak akan mempermalukan suaminya bila dibawa untuk bertemu dengan kolega-kolega bisnis. Itu pikirnya, tetapi tidak begitu dengan kenyataannya. Hingga usianya hampir mendekati kepala tiga, Kalia belum juga bertemu dengan jodohnya. Bukannya ia tak pernah menjalin hubungan dengan seseorang. Kalia pernah beberapa kali berpacaran, tapi semua hubungannya selalu kandas di tengah jalan. Apalagi setelah kejadian ini, Kalia semakin pesimis untuk mendapatkan jodoh seperti yang ia idam-idamkan karena sebuah kecelakaan yang terjadi padanya berminggu-minggu lalu.
Kalia memandang ke sekelilingnya, semua orang tampak berpasangan. Ada yang asyik berpegangan tangan sambil tertawa-tawa, ada yang tengah menikmati hidangan sambil saling memandang, ada juga yang tengah sibuk berselfie ria. Intinya semua tidak ada yang sendirian dengan tampang kusut dan mata bengkak macam dia. Kalia makin tergugu. Dia merasa terintimidasi dengan suasana di sekelilingnya. Dia pun memutuskan pergi.
Kalia berjalan dengan gontai menuju mobilnya. Pesanan yang sudah dipesannya sekitar 2 jam lalu sama sekali tak disentuhnya. Pesanan itu hanya sebagai teman duduknya saja agar tak terlalu malu diam di cafe ini berlama-lama. Dia melajukan mobilnya pelan, ke sebuah tempat yang entah. Dia tak mau pulang, dia enggan mendengar dan menjelaskan apapun pada mama nya. Dia muak dengan keadaannya.
Kalia memasuki kawasan Cisarua, dia menghentikan mobilnya tiba-tiba di pinggiran jalan. Jalan tersebut dibatasi oleh pembatas besi berpolet merah. Di sebelah kiri jalan terdapat tebing. Malam makin larut, Kalia keluar dari dalam mobilnya dan pelan-pelan menaiki pembatas jalan. Dibawah tebing tersebut terdalam aliran sungai yang lumayan deras. Tebing tersebut tidak terlalu curam memang, tapi bisa saja membuat dia terbunuh bila nekat loncat dari tempatnya berdiri sekarang. Sebenarnya jalan yang dia lalui adalah jalan yang cukup ramai, karena memang daerah tersebut adalah kawasan wisata. Tapi dia sama sekali tak menghiraukan hal tersebut.
" Apa aku harus loncat saja? Biar mati sekalian.." pikirnya. Kalia memandang pekatnya dasar tebing dan gemuruh aliran sungai.
AAAARRGGHHH...
Kalia menjerit sejadinya, tak peduli lagi dengan apapun. Dia hanya ingin mengakhiri hidupnya saat itu juga. Agar bisa menghilang dari dunia ini. Agar aib itu tak lagi ditanggungnya. Tanpa ia sadari, seseorang memperhatikannya dari jauh. Ketika Kalia mulai mendekati bibir tebing, seorang Bapak meraih lengannya dan menariknya dengan kuat. Bapak tersebut adalah pedagang oleh-oleh yang kebetulan sedang membereskan barang dagangannya karena akan menutup toko. Beliau sudah memperhatikan gerak-gerik Kalia dari awal tadi Ketika Kalia mulai menjerit, Bapak tersebut lalu berlari dengan cepat untuk mendekati Kalia dan hendak menyelamatkannya. Dia sudah menyadari bahwa Kalia akan mengakhiri hidupnya dengan loncat dari tebing.
"Astaghfirullah, neng. Nanaonan didieu? Bade luncat? Entong neng, dosa ageung. Teu kenging nekat..!!" (Astaghfirullah, neng. Sedang apa? Mau loncat? Jangan, neng. Dosa besar..gak boleh nekat)
"Lepass...lepasss!!!!" jerit Kalia seraya meronta-ronta ingin melepaskan diri dari pelukan erat sang bapak yang sama sekali tak dikenalnya.
" Jangan neng...istighfar.."
Sedetik kemudian, pandangan Kalia menggelap. Dia kehilangan kesadarannya.
*******
Hampir dua jam Kalia tak sadarkan diri. Bapak yang menolongnya tadi berinisiatif membawanya ke sebuah klinik yang tak jauh dari tempatnya berjualan dengan bantuan orang-orang yang kebetulan melewati jalan. Mobil Kalia pun diamankannya di pelataran parkir klinik.
Tak berapa lama Kalia siuman, ia merasa kepalanya pusing dan perutnya mual. Dia mecoba mengingat-ingat apa saja yang sudah ia alami. Tetapi yang ia ingat hanya curamnya tebing dan derasnya aliran air sungai yang sempat ia dengar sebelum semuanya menjadi gelap. Aah ya..dia baru saja ingat bahwa sebelumnya ia mencoba bunuh diri. Tapi kenapa tiba-tiba saja ia terbangun di ruangan ini? Apakah ada seseorang yang menyelamatkannya?
" Neng..udah sadar neng?" seorang bapak dan seorang ibu separuh baya tergopoh-gopoh menghampirinya.
" Bapak dan ibu siapa? Kenapa saya ada disini?"
" Nama Bapak, Pak Asep, neng. Ini istri Bapak, namanya Bu Ati. Kami yang bawa eneng ke klinik ini. Tadi neng pingsan."
Kalia tak kuasa menahan air matanya.
" Kenapa bapak menyelamatkan saya? Kenapa tidak membiarkan saya saja?"
" Gak boleh ngomong gitu neng..pamali. Gak boleh coba bunuh diri begitu. Dosa besar. Allah akan marah."
Kalia semakin terisak.
" Sekarang, neng lebih baik istirahat. Tidur we dulu. Dan kalau boleh ini mah, biar bapak hubungi keluarga eneng biar bisa menjemput neng dari sini." Ujar Pak Asep dengan logat sunda yang kental.
" Saya gak mau pulang pak, dan tidak perlu hubungi keluarga saya." jawab Kalia dengan lemah.
" Eh ya nggak bisa gitu atuh. Nanti keluarga neng bisa khawatir. Mau bapak saja yang antar neng pulang?" Pak Asep menawarkan diri.
Kalia menggeleng sambil kembali terisak.
" Kalau neng gak keberatan, gimana kalau neng ikut saja sama Ibu. Pulang dulu kerumah Ibu, sudah mau tengah malam soalnya. Baru besok paginya, kalau sudah baikan..neng bisa pulang" seloroh Bu Ati sambil mengelus tangan Kalia lembut.
Sepasang paruh baya ini begitu kasihan melihat keadaan Kalia yang kacau balau. Mereka lalu meyakinkan agar Kalia ikut dulu dengan mereka pulang ke rumah sederhana yang mereka tempati sampai pikiran Kalia kembali jernih dan tidak melakukan aksi nekat seperti tadi.
Setelah beberapa saat, akhirnya Kalia mau ikut dengan Pak Asep dan Bu Ati. Sebetulnya dia juga tak punya tujuan lain kali ini. Tak ingin pulang dan tak mau sendirian juga. Meskipun Kalia baru mengenal pasangan baruh paya itu, tapi dia yakin kalau mereka adalah orang yang baik. Buktinya mereka menyelamatkan Kalia dan menasehatinya agar tak melakukan aksi nekatnya beberapa waktu lalu.
" Mobilnya ditinggal sajah di klinik yah. Bapak kenal sama satpamnya. Nanti biar Bapak titipkan. Rumah Bapak dan Ibu tidak jauh kok dari sini. Tapi memang lewati gang sempit jadi mobil neng gak akan bisa masuk." jelas Pak Asep.
Kalia hanya mampu mengangguk lemah. Dia merasa tak enak hati sudah begitu banyak merepotkan kedua orang tua ini.
Bu Ati memapah Kalia keluar klinik, sesekali Bu Ati mengusap punggung Kalia dengan lembut, seperti memberikan kekuatan kepada Kalia agar dia mampu melewati situasi peliknya. Pak Asep mengantarkan Kalia dan Bu Ati bergantian menggunakan motor. Pertama Kalia, kemudian istrinya.
Kalia sampai terlebih dahulu di sebuah rumah sederhana bercat biru langit milik Pak Asep. Meski sederhana, tampak halaman rumah itu begitu rapih. Pot-pot tanaman berjejer manis menghiasi halaman yang tidak terlalu luas.
Ada juga sepasang kursi rotan yang teronggok manis di teras rumahnya.
.
Kalia mendudukkan dirinya di kursi rotan tersebut. Kakinya masih terasa lemas dan kepalanya masih sedikit pusing. Tak lama berselang, Pak Asep dan Bu Ati tiba. Mereka lalu mempersilahkan Kalia masuk kedalam rumahnya.
" Neng silahkan istirahat dulu disini, maaf yah neng rumahnya kecil dan berantakan." ucap Bu Ati meminta maaf sambil membimbing Kalia untuk memasuki sebuah kamar sederhana yang sempit. Hanya ada sebuah ranjang dari kayu dengan kasur lepek diatasnya. Dan lemari kayu yang tampak sudah sedikit tekelupas catnya disana - sini.
" Seharusnya saya yang minta maaf karena sudah merepotkan Ibu sama Bapak." Kalia menundukkan kepalanya.
Ketika Kalia sedang mengobrol bersama Pak Asep dan Bu Ati, tiba-tiba terdengar suara dari sebuah ruangan yang lain.
" Saha Mah?" (Siapa, Mah?)
Seorang pemuda berperawakan tinggi tegap menghampiri mereka. Sejurus kemudian, Kalia mendongakkan kepalanya dan pandangan mereka pun beradu. Kalia memekik, begitupun pemuda itu secara bersamaan.
" Ibu..?!"
" Ka..kamu..!!?"
***
" Saya mau pergi saja dari sini, Bu.." Kalia berdiri dengan cepat. Dia tidak menghiraukan rasa pusing yang kembali menyerangnya akibat bertemu dengan pemuda tersebut.
" Nanti dulu neng, jelaskan dulu ada apa inih sebenarnyah?" cegah Pak Asep panik.
" Jang, aya naon jang?" (Jang, ada apa jang?) Kini Bu Ati mulai memberondong anaknya. Anaknya yang dipanggil Ujang itu tiba-tiba saja panik. Wajahnya pucat pasi.
" Hampura ujang, mah, pak. Ujang khilaf. Ujang ka bawa nafsu." ucap Ujang sambil bersimpuh memeluk kaki Ibu nya.
" Nya naha naon atuh? Maneh geus ngalakukeun naon ka neng Kalia??!!" ( Ya terus apa? Kamu sudah melakukan apa sama neng Kalia) ucap pak Asep emosi sambil mengguncang-guncangkan pundak anaknya yang tengah berlutut.
" Udah pak, gak perlu dibahas. Saya lebih baik pergi dari sini." Kalia memaksakan kakinya untuk melangkah. Dia begitu kaget sekaligus merasa merana, kenapa hidupnya selalu berhubungan dengan laki-laki tersebut. Bahkan ketika dia memutuskan untuk bunuh diri pun, yang menyelamatkannya adalah orang tua dari laki-laki yang sangat dia benci ini. Betapa kehidupan seperti mempermainkannya.
" Jangan pergi dulu, neng. Ibu ingin tahu ada apa sebenarnya? Anak ibu sudah melakukan apa sama neng Kalia?" Bu Ati memegang tangan Kalia untuk menahannya agar tidak pergi.
Perut Kalia kembali bergejolak mual. Kepalanya sangat pusing, pandangannya berubah kuning kemudian mendadak pekat. Kalia kembali jatuh pingsan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Yeni Suhaeti
hadir
2023-01-25
0
SalsaDCArmy
semangat terus kak buat karya nya! mampir jugaa ke karya saya yaa yang Two Worlds dan jugaa ada Hito hehe.. makasih
2023-01-11
0
Ummu Sakha Khalifatul Ulum
lanjut
2022-12-14
0