Rise Of Legend [ LIGHTNING]
Desa Lily. Setitik petak tanah kecil yang hanya mempunya seratus penduduk tetap. Kebanyakan adalah mereka yang berumur tiga puluh ke atas dan anak kecil. Meski begitu, Desa Lily mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan berladang dan berdagang.
Menarik diri ke selatan sejauh beberapa mil dari Desa Lily, di balik bukit kecil, pepohonan lebat dan kabut yang tebal di pagi hari, sebuah air terjun mengalir deras. Di tebingnya ada sebuah bangunan tingkat dua bercorak magenta pudar. Sekilas seperti kastil kecil yang sudah tua dan berlumut. Namun di dalamnya, tinggal seorang wanita dewasa dan anak berusia tiga belas tahun.
“El! Segera lekas turun sebelum aku hilang kesabaran dan meninggalkan mu sendirian malam ini!”
Nada agak tinggi seorang wanita dewasa yang cantik sudah cukup menjadi ancaman bagi bocah kecil yang dipanggilnya. Derap terburu terdengar dengan gaduh. Si wanita sudah menghela nafas kesal saat suara cempreng terdengar dari atas.
“BIBI! AKU DATANG!”
DAGG!!!
Dengan reflek luar biasa cepat si Bibi yang dipanggil langsung bergeser dari tempat sebelumnya—menghindari sosok bocah berambut pendek jatuh tepat diatas kereta kudanya.
“Aduh…”
Bocah yang jatuh itu merengek panjang pada tangan dan lututnya yang bertopang pada atap kereta. Beruntung tidak ambrol. Si bibi menggeleng melihat kelakuan si anak. Dia menarik si bocah bangun dan memeriksa apakah ada yang terluka. Nihil. Kulit putih itu bersih kecuali ada rona merah disana.
“Orang lain akan patah tulang pada tangan dan kakinya, El. Tapi lakukan lagi dan aku akan dengan senang hati mematahkannya untukmu.” Kata sang Bibi dingin dengan dengusan kecil.
El, si bocah tiga belas tahun dengan rambut pendek, tersenyum cengengesan, “Aku tidak apa-apa Bibi, terima kasih sudah khawatir.” Katanya jenaka namun tepat sasaran. El tidak menahan tawanya saat melihat sang bibi membuang muka dengan telinga yang merah.
“Sudah diam, bocah nakal, mau ku tinggal?”
Memilih tidak menggoda bibinya lebih jauh, El turun dari atap kereta dan meloncat pada kursi kemudi bersama sang bibi yang mengendalikan tali kekang. Keadaan selanjutnya hening hanya terdengar derak roda kereta bergesekan tanah dan batu. Dalam keadaan itu, El mengeluarkan sebuah buku kecoklatan dari tas dan mulai membacanya.
Ellena Ellyzzia. Itu adalah nama lengkap dari bocah tiga belas tahun tersebut. Karena suatu alasan sejak kecil sang Bibi, Emily Ellyzzia atau biasa dia panggil Bibi Em, membesarkan Ellena seperti anak laki-laki. Dampaknya orang-orang yang mengenal duo bibi dan keponakan itu pasti mengira Ellena adalah bocah laki-laki karena rambutnya yang terus di potong pendek, memakai celana dan tubuh agak tinggi dan tidak berisi di bagian tertentu ketimbang anak perempuan lainnya. Mengabaikan kulit putih dan wajahnya yang cantik untuk anak laki-laki serta mata hijau seperti batu emerald.
Terbiasa hidup seperti laki-laki tidak menganggu kehidupan Ellena. Ia malah senang. Dia setiap hari belajar apapun yang diajarkan bibinya seperti berburu hewan, mencari tumbuhan obat, bertani atau bahkan merakit dan membangun sesuatu. Hidup keras layaknya laki-laki membentuk Ellena berpikir mandiri dan lebih dewasa dari anak-anak seumurannya.
Dan tentu saja, Bibi Em juga berbaik hati mengajarkan akal sehat (common sense) dari buku atau ajarannya sendiri. Ellena sangat beruntung memiliki bibi nya yang berpikiran luas dengan mengajarkan nya membaca dan menulis, katanya orang tidak bisa hidup sejahtera dengan menjadi bodoh. Akibatnya dia menjadi sangat senang membaca buku-buku yang melimpah dari perpustakan pribadi di mansion Del Selto milik mereka. Yang paling menyenangkan adalah pengetahuan dari bibi Em sendiri.
Bibi nya tahu banyak hal.
Matahari semakin merangkak keatas kepala. Ellena sedikit menggeliat dari duduknya setelah tiga jam dia hikmat membaca buku. Selama itu mereka masih belum melewasi seperempat jalan menuju Desa Lily dan kota terdekat. Kereta berjalan lambat karena muatan yang diangkut memang banyak dan berat.
Emily Ellyzzia adalah seorang pembuat patung handal. Di mansion tua mereka, Bibi Em punya tempat sendiri untuk mengerjakan patung-patung nya yang bahkan Ellena tidak pernah masuki. Meski begitu Ellena sangat suka dengan semua ciptaan sang bibi. Dari bentuk hewan kecil seperti burung dan tupai hingga pada ukuran besar seperti rusa dan ukuran manusia.
Yang paling laris di pasaran adalah patung manusia. Entah bagaimana Bibi Em membuatnya, semua orang bahkan Ellena terkesan dengan patung manusia bibi Em yang benar-benar bagus hingga orang berpikir itu manusia sungguhan.
Patung-patung itu biasanya dipajang di toko-toko besar atau bahkan di taman-taman desa. Bibi Em jarang membuat pesanan pribadi, katanya dia tidak suka diatur-atur oleh seseorang dan dikejar waktu. Namun dalam beberapa kesempatan, bibi mengabulkan satu permintaan patung sebagai balas jasa atau keadaan tertentu.
Karena itu, meski diluar sana Bibi Em terlihat dingin dan misterius , orang yang mengenalnya selalu berusaha berada di sisi baiknya. Dari sedikit permintaan itu, Ellena heran kenapa bibinya mau saja mengabulkan permohonan laki-laki paruh baya pemilik Bar yang menginginkan sebuah patung gadis telanjang.
“Kita akan mengistirahatkan para kuda. El, kau bisa telusuri sekitar dan mencari tanaman berguna untuk di simpan dan dijual. Terutama tumbuhan bunga bintang biru, minggu ini adalah waktu mereka mekar.” Kata Bibi Em seraya menggiring kuda untuk makan dan minum,
“Baik, aku segera kembali.” Kata Ellena semangat lalu bergegas mencari pada sudut-sudut pohon dan batu.
Ellena dan bibinya tinggal di hutan Outer, bagian paling pinggir dari SunieRise. Hutan ini bisa dikatakan adalah daratan luas tidak terjamah oleh penduduk Shinetheria, Kekaisaran tanahnya berpijak. Tidak pernah ada yang pernah hidup untuk menceritakan bagaimana bagian dalam SunieRise, atau setidaknya belum ada orang yang berhasil menjelajahinya. Seluruh orang yang mencoba mendalami SuniRise, kebanyakan dari mereka tidak pernah kembali. Paling beruntung orang –orang yang hanya sampai hutan Outer saja meski hutan Outer saja sudah berbahaya.
Sekali lagi, Ellena tidak pernah merepotkan diri untuk bertanya pada bibi nya tentang alasan tempat tinggal mereka yang berada di sarang bahaya.
Pun dia tidak keberatan, karena seiring tumbuh nya Ellena menyukai hidupnya di hutan. Menjadikan alam sekitar lapangan bermain dan jelajahnya sendiri sangat mengasikkan.
Perjalanan ke desa dan kota untuk menjual patung-patung bibi Em sangat jauh dan membosankan. Dengan kecepatan mereka saat ini, butuh tiga hari sampai ke Desa Lily dan setengah hari ke kota terdekat. Tapi sejak umur tujuh tahun, Ellena menemukan cara mengusir kebosanannya.
Mengumpulkan tanaman obat, buah-buah langka yang cuma ada di hutan Outer, serangga-serangga beracun yang sekiranya bisa di tangkap dan simpan serta macam-macam lainnya. Hutan Outer boleh saja berbahaya, namun juga merupakan surga alam yang melimpah bagi yang mengetahuinya.
Sebagai tambahan, oleh bibi nya, Ellena juga diajari menggunakan senjata. Pisau kecil adalah mainannya. Di tambah dengan mata Ellena yang selalu istimewa, lemparan nya tidak pernah meleset. Ellena bisa melihat segalanya dengan sangat jelas. Dia selalu bisa menjatuhkan lawannya dari jauh hanya dengan menyerang titik lemah mereka.
Bicara tentang itu, Ellena menyerah mencari bunga bintang biru dan beralih mengumpulkan tumbuhan lainnya. Saat sedang asik mengumpulkan lumut Itchi, bahan utama membuat obat gatal kaki. Obat ini sangat umum apalagi para pria terutama prajurit.
Ellena berhenti saat merasakan ada yang mengintainya. Mimincingkan mata, Ellena mengamati siapa yang berani mendekat. Diantara semak, sepasang mata membaur.
Tidak takut, Ellena membalas tatapan lapar mata itu dengan menantang. Tahu bila sudah ketahuan, akhirnya makhluk dibalik semak itu keluar. Suara geramannya menggetarkan ditambah dengan deretan gigi taring yang tajam.
Seekor serigala bulu hitam. Berukuran dewasa. Hewan buas setinggi satu meter yang tidak pernah berhenti mencari makan. Ada banyak jenis serigala di hutan Outer tapi serigala bulu hitam sedikit istimewa.
Semakin Serigala bulu hitam tumbuh maka semakin serigala itu menjadi tidak merasa kenyang dan mungkin serigala ini karena itu memisahkan diri dari kawanannya dan berburu sendirian.
Ellena tidak lari. Perlahan dia mengeluarkan pisau bergigi sedang tangan kirinya diam-diam menepuk ransel kecil di pinggangnya—memastikan benda itu ada disana dan siap digunakan kapan pun dibutuhkan.
Lalu serigala besar itu berlari lurus menyerang. Kaki Ellena memasang kuda-kuda kuat kemudian tangan nya dengan cermat melempar dua pisau kecil yang terbang dan tepat menancap pada kedua mata serigala lapar tersebut.
Hewan itu menggeram marah karena buta dan menyerang dengan mengandalkan hidungnya. Ellena tidak berniat menghabiskan pisau-pisaunya, jadi dia menghindari cakar serta serangan serigala itu dengan cepat lalu saat lengah dia mengayunkan pisau bergerigi di tangannya dan menyanyat tepat di leher serigala. Ellena segera berguling menghindari serangan asal-asalan. Mata emerald miliknya memincing melihat lawannya kini meringkik di tanah dengan leher nyaris putus dan darah mengucur deras.
“Maaf kawan, akan segera ku akhiri sakitmu.” Ellena maju dengan ancang-ancang kuat pada kaki kirinya dan menendang kuat serigala sekarat dengan kaki kanan hingga lawannya terjatuh. Tidak berhenti, Ellena menginjak kuat moncong serigala tersebut lalu memenggal lehernya.
Serigala penyendiri langsung mati. Menyisakan bocah tiga belas tahun yang kini cengengesan.
“Hehe, dapat tangkapan lumayan bagus.” Katanya senang.
Setelah menarik kembali dua pisaunya dari mata serigala, Ellena lantas mengeluarkan tali dari ransel pinggangnya dan mengikat serigala agar mudah dia seret menuju bibi Em berada.
“Bibi, aku kembali dan lihat yang kudapat.” Seru Ellena dengan deretan gigi diwajahnya.
Emily Ellyzzia mengangkat alisnya.
Pemandangan bocah didikannya kembali dengan hasil memuaskan bukan hal baru. Ellena selalu bisa mengumpulkan semua barang berguna di hutan dalam jumlah banyak seolah benda-benda itu muncul begitu saja di depannya.
Untuk hewan sendiri, biasanya Ellena akan datang dengan hewan hidup. Kebanyakan adalah hewan-hewan kecil lucu atau beracun. Sedang hewan buas, Emily selalu mendampingi Ellena dalam perburuan nya untuk memastikan keselamatan bocah yang sudah dianggap anaknya itu. Karena itu mendapati Ellena berhasil membunuh mangsanya tanpa terluka serius, sejujurnya agak mengejutkan tapi tak pelak ia merasa bangga.
“Serigala bulu hitam dewasa. Kerja bagus kau tidak melukai tubuhnya sehingga kita bisa mendapat kulit bulu berkualitas bagus.” Kata bibi Em menilai tangkapan Ellena dan menepuk kepala yang lebih muda. Bak mendapat emas, pipi Ellena merah saking senangnya di puji oleh bibinya.
“Bagus sekali, Ellena.”
Bahagia bagi Ellena sangat sederhana. Cukup dia hidup dan dapat berguna bagi bibinya, dia sudah merasa cukup. Dia mungkin belum dewasa tapi Ellena cukup paham arti Emily baginya.
Seorang Ibu, ayah, kakak, bibi dan temannya.
Ellena tidak akan bertanya apapun, dia sanggup menutup mata pada apapun selama satu-satunya keluarga miliknya tetap bersamanya.
Selamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Agus Suprajatno
Good...
2022-12-15
0
mis FDR
aku mmpir kk
bagus cerita nya kk,
2022-11-28
0
Imam Mahkfud
soo good
2022-11-07
0