Malam semakin dingin. Gemuruh petir dan hujan belum berhenti. Isak tangis tertahan mengalun menyedihkan di dalam sebuah kereta barang.
Salah satu dagangan, seorang bocah berambut hijau dan bermata hijau, dalam keadaan sama menyedihkannya dengan yang lain. Kedua kaki dan tangannya terikat, mulutnya di bekap dengan kain, tubuhnya kotor dan pakaiannya lusuh. Tapi meski begitu, dalam sekali pandang bisa diketahui bocah itu memiliki wajah menarik.
CTARR
Petir kembali menyambar.
Entah langit sedang senang atau murka, petir-petir itu tidak bosan menunjukkan kekuatan dahsyat nya. Apakah petir sedang mencoba pamer? Pikiran gila itu terlintas begitu saja meski langsung terlupakan.
Beberapa pohon sudah menjadi korban dan menjadi gosong kemudian rubuh. Kali ini petir itu menyambar pohon yang cukup dekat dengan tempat ini hingga kuda-kuda yang menarik kereta memekik kencang.
“Hei! Hei! Hei! Tenangkan kuda-kuda itu!” seru seorang pemilik suara kejam. Dia adalah pemimpin disini.
Hewan hewan berkaki empat itu memekik kencang lantaran kaget hingga melonjak berdiri dengan dua kaki belakang. Mengakibatkan kereta juga ikut terangkat dan beberapa dagangan yang berada di pinggir jatuh ke tanah yang becek.
Segera pria-pria yang ikut berjaga mengangkat kasar tubuh-tubuh malang itu kembali ke dalam kereta. “Diam di tempatmu, sialan!” umpat salah satu mereka setelah membanting kasar seorang wanita muda yang menahan sakit.
Orang itu lalu bergabung dengan kawan-kawannya menenangkan para kuda yang belum mau tenang.
Tidak menyadari ada satu dagangan tergelincir jauh ke semak-semak.Tubuhnya di dekap erat oleh sepasang tangan asing yang memiliki mata batu emerald yang indah.
.
.
.
Ellena ingat dia cuma bocah tiga belas tahun. Masih anak-anak. Bukan umur tujuh belas tahun yang menurut undang-undang kerajaan adalah usia dewasa. Tapi Bibi Em selalu berkata dia lebih cerdas dari anak seumurannya. Dia lebih cerdik dan hebat berkat didikan dan pelatihan neraka bibi nya.
Tapi…apakah keputusan Ellena yang ingin menangani sekelompok orang yang dia duga adalah sindikat perdagangan manusia sudah benar? Seorang diri? Dipikir lagi Ellena memang sudah gila.
Tapi terlambat. Ellena sudah tidak bisa kembali. Pemandangan di depannya membenarkan dugaannya. Dan sangat tidak mungkin dia bisa meninggalkan tempat ini seolah tidak mengetahui apapun.
Tidak. Itu bukan dirinya. Setidaknya sebelum menyerahkan pada orang dewasa, Ellena harus melakukan sesuatu. Tapi apa? Meminta petir menyambar mereka?
CTARR
Ellena menutup telinganya erat-erat dan memandang langit. Matanya berkedip penuh curiga pada langit gelap nan mendung diatas sana. Sempat berpikir gila kalau petir-petir itu bisa mendengar suara hatinya tapi segera dia abaikan itu.
Ellena melihat para kuda memekik kaget kerena petir dan membuat kereta oleng ke belakang. Beberapa benda jatuh dari kereta barang. Mata miliknya melotot saat melihat yang jatuh bukan benda tapi TUBUH MANUSIA!
Salah satu barang dagangan tergelincir jatuh dekat dengan semak-semak Ellena bersembunyi. Maka dengan cepat dia menarik tubuh milik seorang bocah, yang dia prediksi berumur lima tahun, dan menyembunyikannya bersamanya. Tangannya menutup mulut bocah itu agar tidak bersuara. Tepat setelah Ellena menarik bocah itu, seorang pria datang dan menaikkan lagi dagangan yang jatuh.
Mata Ellena memandang tajam pria bajingan itu saat mendengar ringisan kesakitan tubuh-tubuh yang dilemparnya.
‘Biadap! Bibi Em bahkan tidak sekejam itu!’ Ellena tidak mengira ada yang bisa lebih kejam dari bibi Em. ‘Semoga kalian disambar petir sampai mampus!’
Laksana azab dari langit, setelah batinnya berseru demikian, kilat-kilat petir kembali turun. Kali ini bukan pohon sasarannya, tapi para manusia yang dia kutuk barusan.
CTARR CTARR CTARR
“AARGHHH”
Bunyi ledakan dan hujan menyamarkan teriakan terakhir para pelaku sindikat perdagangan manusia. Sekali. Dua kali. Tiga kali. Masih…Ellena tidak menghitung berapa kali petir-petir itu menyambar karena detik ledakan pertama terdengar, Ellena telah merunduk ke tanah dan memeluk bocah yang diselamatkannya seraya menutup mata dan telinga erat-erat.
Seolah tidak puas, angin semakin bertiup keras. Badai angin disertai petir mengamuk diatas langit. Langit malam nampak mengerikan karena penuh awan-awan gelap dan tidak henti memuntahkan sambaran petir.
.
.
.
CTARR CTARR CTARR
Jantung seluruh makhluk hidup pasti berdegup kencang mendengar suara-suara petir itu. Demikian dengan Emily yang merasa dadanya sesak seolah ada batu yang menghimpit. Wanita baya yang masih cantik nan seksi itu kembali menatap tajam Linda, si Admin Guild yang malang.
Linda nyaris melompat dari tempatnya berdiri, “N-Nyonya E-Em. Tena-nang lah. S-saya yakin El pa-pasti baik-baik saja.” Emily semakin memandang tajam Linda yang semakin pucat.
Oh siapa yang Linda dustai? Meski tidak terlalu akrab dengan Nyonya Em, ia tahu wanita di depannya ini memiliki ikatan erat dengan keponakannya. Semua orang di Desa Lily tahu itu hingga tidak ada yang berani macam-macam dengan El karena bibi satu ini bisa membawa neraka bila dia mau.
Daripada El, Linda khawatir dengan dirinya sendiri. Dia adalah orang terakhir yang berkontakan dengan El, dan bila terjadi sesuatu yang buruk pada bocah itu sudah pasti bibi satu ini akan membuat perhitungan.
Terlebih dia yang menyarankan misi belut sialan itu!
Apa wanita itu akan mencekik nya sampai mati? Linda harap prosesnya tidak menyakitkan karena dia pantas di hukum bila El sampai kenapa-kenapa.
“Ya dewa, biarkan El kembali dengan selamat agar hambamu ini bisa tetap bernafas besok.’
“KEBAKARAN! HUTAN LILY TERBAKAR KARENA PETIR!”
Teriakan itu sontak mendapatkan perhatian dari semua orang di dalam Guild. Kemudian orang-orang meninggalkan kegiatanya dan berdesakan keluar gedung Guild.
Emily salah satu orang yang keluar. Dia merasa teriakan tadi tidak masuk akal. Kebakaran hujan di tengah badai? Omong kosong apa itu?
Tapi saat mata abu-abunya melihat penampakan petir-petir secara tidak wajar terus menyambar satu bagian hutan. Terus menerus hingga menyebabkan api pada pepohonan. Hujan meredakan api tersebut namun petir kembali menyambar dan membuat api baru, angin kencang membesarkan api tersebut.
“Tempat itu dekat dengan sungai.” Emily menoleh cepat kepada Linda yang baru saja berguman lirih.
Segera dia menarik bahu Linda, “Apa? Katakan dengan jelas apa yang baru saja kau katakan Linda!”
Tubuh Linda bergetar dibawah tatapan mata tajam Emily. Wanita di depannya terasa menyeramkan lantaran dia mendesis layaknya ular yang mengancam mangsanya. Sangat berbahaya dan mematikan.
“E-El…Mun-Mungkin El ada dis-sana Ny-Nyonya…”
Selanjutnya yang dilihat Linda ialah bagaimana seorang Emily Ellyzzia menunjukkan kekuatannya.
.
.
.
Petir-petir itu akhirnya berhenti setelah rasanya sepuluh tahu terlewati.
Ellena mengangkat kepalanya pelan-pelan. Wajahnya yang basah dan kotor menatap langit yang penuh awan-awan gelap yang siap memuntahkan petir sekali lagi.
Mereka seakan sedang menunggu perintah.
Tapi kemudian Ellena menangkap pemandangan lain. Beberapa kuda mati dan sisanya melarikan diri dari api yang disebabkan oleh sambaran petir. Api perlahan padam diterba hujan. Malam itu semakin dingin dan ngeri saat Ellena melihat beberapa benda hitam terletak.
Ellena menahan nafasnya saat menyadari itu adalah mayat-mayat para pria tadi. Mereka telah mati dan gosong di sambar petir dahsyat tadi. Jejak-jejak ledakan petir terlihat di tanah yang dengan cepat menjadi kubangan air. Kereta barang terbalik dan beberapa tubuh kembali berserakan.
Ellena teringat anak kecil yang ditariknya dan memeriksanya.
“Hei…kau tak apa?” tanya Ellena berusaha selembut mungkin.
Gelapnya malam tidak menghentikan Ellena untuk bisa menangkap warna mata sang anak kecil. Hijau. Mirip sepertinya meski bukan emerald tapi lebih seperti hijaunya daun muda yang baru tumbuh.
“Aku—aku takut…” bisik nya.
Ellena sama sekali tidak memiliki pengalaman menenangkan anak kecil—lebih kecil darinya. Tapi dia ingat saat dia masih belum bisa berjalan , bibi Em memeluknya saat sakit demam tinggi (karena di patok ular berbisa) jadi Ellena memeluk bocah itu.
“EL!”
“APA KAU DISINI?!”
Demi dewa! Ellena mengenali suara itu bahkan di dalan tidurnya.
Maka dari itu Ellena menjerit dengan lantang, “AKU DISINI! BIBI! DISINI!”
Derap langkah banyak orang terdengar. Hutan yang telah kembali gelap setelah api reda kembali terang terkena sorot cahaya obor dan lightstone. Ellena mengenali orang-orang yang datang bersama bibinya.
Mereka para petualang dari Guild.
“Apa…yang telah terjadi disini?!”
Orang-orang yang datang sontak menganga melihat pemandangan di depan mereka. Kacau. Ellena tidak peduli dengan pandangan orang-orang karena dia segera berlari ke dalam pelukan bibi nya.
“El…siapa orang-orang ini?” Paman Oka bertanya. Pria tua itu terlihat sangat terkejut.
Kalau bisa Ellena ingin menjawab besok saja karena yang ia inginkan sekarang ialah kembali ke penginapan, mandi dan langsung tidur. Tapi orang-orang ini tidak akan membiarkan nya begitu saja.
“Mereka orang-orang dari sindikat perdagangan manusia. Aku tidak sengaja mendengar mereka saat berteduh di dekat sini.” Jelas Ellena sewajar mungkin. Tidak mungkin dia berkata kalau dirinya nekat menghampiri kelompok penjahat itu sendirian.
“Lalu…tubuh-tubuh gosong itu…itu mereka? Kenapa…?” Paman Tito kali ini yang bertanya.
Tapi jawaban dari Ellena hanya berupa gelengan kepala. Soal para penjahat itu, Ellena tidak tahu menahu. Bukan dia yang membuat mereka gosong tapi petir-petir itu. Ellena tidak melakukan apa-apa sejak tadi.
Benar kan?
Elkena menatap Emily yang melihat sekeliling tempat yang beberapa bagian hangus karena ledakan petir, “Bibi…ayo kembali.” pinta Ellena seraya menarik bajunya.
Bibi Em akhirnya melihat keponakannya. Mata abu-abu miliknya menatap Ellena lama hingga pada tahap tidak mengerti tapi Ellena berpikir bibi nya ini pasti mengkhawatirkan kondisinya.
“Aku baik-baik saja. Cuma kotor.” Cengir Ellena dengan wajah basah dan dekil. Bocah itu berusaha tampil sepolos mungkin agar sang bibi tidak tega menghukumnya.
Menghela nafas, “Iya. Ayo kembali dan membersihkan dirimu…Ellena.” Tidak ada kekhawatiran ada yang mendengar bibi Em memanggil nama asli bga karena semua orang sibuk menyelamatkan para korban sindikat biadap itu.
Apa ini artinya aku tidak akan tidur di kandang kuda? pikir Ellena
.
.
.
Jangan lupa Like dan Vote nya. ^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
mis FDR
aku sudh vote kk
2022-11-28
0
Fahmi Salal
Udah ketebak sih Ellena tuh istimewa tapi tetep aja deg deg kan
2022-11-06
0
Mo_Moe
next
2022-10-20
0