NovelToon NovelToon

Rise Of Legend [ LIGHTNING]

Bab 1 : ARTI MU BAGIKU

Desa Lily. Setitik petak tanah kecil yang hanya mempunya seratus penduduk tetap. Kebanyakan adalah mereka yang berumur tiga puluh ke atas dan anak kecil. Meski begitu, Desa Lily mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan berladang dan berdagang.

Menarik diri ke selatan sejauh beberapa mil dari Desa Lily, di balik bukit kecil, pepohonan lebat dan kabut yang tebal di pagi hari, sebuah air terjun mengalir deras. Di tebingnya ada sebuah bangunan tingkat dua bercorak magenta pudar. Sekilas seperti kastil kecil yang sudah tua dan berlumut. Namun di dalamnya, tinggal seorang wanita dewasa dan anak berusia tiga belas tahun.

“El! Segera lekas turun sebelum aku hilang kesabaran dan meninggalkan mu sendirian malam ini!”

Nada agak tinggi seorang wanita dewasa yang cantik sudah cukup menjadi ancaman bagi bocah kecil yang dipanggilnya. Derap terburu terdengar dengan gaduh. Si wanita sudah menghela nafas kesal saat suara cempreng terdengar dari atas.

“BIBI! AKU DATANG!”

DAGG!!!

Dengan reflek luar biasa cepat si Bibi yang dipanggil langsung bergeser dari tempat sebelumnya—menghindari sosok bocah berambut pendek jatuh tepat diatas kereta kudanya.

“Aduh…”

Bocah yang jatuh itu merengek panjang pada tangan dan lututnya yang bertopang pada atap kereta. Beruntung tidak ambrol. Si bibi menggeleng melihat kelakuan si anak. Dia menarik si bocah bangun dan memeriksa apakah ada yang terluka. Nihil. Kulit putih itu bersih kecuali ada rona merah disana.

“Orang lain akan patah tulang pada tangan dan kakinya, El. Tapi lakukan lagi dan aku akan dengan senang hati mematahkannya untukmu.” Kata sang Bibi dingin dengan dengusan kecil.

El, si bocah tiga belas tahun dengan rambut pendek, tersenyum cengengesan, “Aku tidak apa-apa Bibi, terima kasih sudah khawatir.” Katanya jenaka namun tepat sasaran. El tidak menahan tawanya saat melihat sang bibi membuang muka dengan telinga yang merah.

“Sudah diam, bocah nakal, mau ku tinggal?”

Memilih tidak menggoda bibinya lebih jauh, El turun dari atap kereta dan meloncat pada kursi kemudi bersama sang bibi yang mengendalikan tali kekang. Keadaan selanjutnya hening hanya terdengar derak roda kereta bergesekan tanah dan batu. Dalam keadaan itu, El mengeluarkan sebuah buku kecoklatan dari tas dan mulai membacanya.

Ellena Ellyzzia. Itu adalah nama lengkap dari bocah tiga belas tahun tersebut. Karena suatu alasan sejak kecil sang Bibi, Emily Ellyzzia atau biasa dia panggil Bibi Em, membesarkan Ellena seperti anak laki-laki. Dampaknya orang-orang yang mengenal duo bibi dan keponakan itu pasti mengira Ellena adalah bocah laki-laki karena rambutnya yang terus di potong pendek, memakai celana dan tubuh agak tinggi dan tidak berisi di bagian tertentu ketimbang anak perempuan lainnya. Mengabaikan kulit putih dan wajahnya yang cantik untuk anak laki-laki serta mata hijau seperti batu emerald.

Terbiasa hidup seperti laki-laki tidak menganggu kehidupan Ellena. Ia malah senang. Dia setiap hari belajar apapun yang diajarkan bibinya seperti berburu hewan, mencari tumbuhan obat, bertani atau bahkan merakit dan membangun sesuatu. Hidup keras layaknya laki-laki membentuk Ellena berpikir mandiri dan lebih dewasa dari anak-anak seumurannya.

Dan tentu saja, Bibi Em juga berbaik hati mengajarkan akal sehat (common sense) dari buku atau ajarannya sendiri. Ellena sangat beruntung memiliki bibi nya yang berpikiran luas dengan mengajarkan nya membaca dan menulis, katanya orang tidak bisa hidup sejahtera dengan menjadi bodoh. Akibatnya dia menjadi sangat senang membaca buku-buku yang melimpah dari perpustakan pribadi di mansion Del Selto milik mereka. Yang paling menyenangkan adalah pengetahuan dari bibi Em sendiri.

Bibi nya tahu banyak hal.

Matahari semakin merangkak keatas kepala. Ellena sedikit menggeliat dari duduknya setelah tiga jam dia hikmat membaca buku. Selama itu mereka masih belum melewasi seperempat jalan menuju Desa Lily dan kota terdekat. Kereta berjalan lambat karena muatan yang diangkut memang banyak dan berat.

Emily Ellyzzia adalah seorang pembuat patung handal. Di mansion tua mereka, Bibi Em punya tempat sendiri untuk mengerjakan patung-patung nya yang bahkan Ellena tidak pernah masuki. Meski begitu Ellena sangat suka dengan semua ciptaan sang bibi. Dari bentuk hewan kecil seperti burung dan tupai hingga pada ukuran besar seperti rusa dan ukuran manusia.

Yang paling laris di pasaran adalah patung manusia. Entah bagaimana Bibi Em membuatnya, semua orang bahkan Ellena terkesan dengan patung manusia bibi Em yang benar-benar bagus hingga orang berpikir itu manusia sungguhan.

Patung-patung itu biasanya dipajang di toko-toko besar atau bahkan di taman-taman desa. Bibi Em jarang membuat pesanan pribadi, katanya dia tidak suka diatur-atur oleh seseorang dan dikejar waktu. Namun dalam beberapa kesempatan, bibi mengabulkan satu permintaan patung sebagai balas jasa atau keadaan tertentu.

Karena itu, meski diluar sana Bibi Em terlihat dingin dan misterius , orang yang mengenalnya selalu berusaha berada di sisi baiknya. Dari sedikit permintaan itu, Ellena heran kenapa bibinya mau saja mengabulkan permohonan laki-laki paruh baya pemilik Bar yang menginginkan sebuah patung gadis telanjang.

“Kita akan mengistirahatkan para kuda. El, kau bisa telusuri sekitar dan mencari tanaman berguna untuk di simpan dan dijual. Terutama tumbuhan bunga bintang biru, minggu ini adalah waktu mereka mekar.” Kata Bibi Em seraya menggiring kuda untuk makan dan minum,

“Baik, aku segera kembali.” Kata Ellena semangat lalu bergegas mencari pada sudut-sudut pohon dan batu.

Ellena dan bibinya tinggal di hutan Outer, bagian paling pinggir dari SunieRise. Hutan ini bisa dikatakan adalah daratan luas tidak terjamah oleh penduduk Shinetheria, Kekaisaran tanahnya berpijak. Tidak pernah ada yang pernah hidup untuk menceritakan bagaimana bagian dalam SunieRise, atau setidaknya belum ada orang yang berhasil menjelajahinya. Seluruh orang yang mencoba mendalami SuniRise, kebanyakan dari mereka tidak pernah kembali. Paling beruntung orang –orang yang hanya sampai hutan Outer saja meski hutan Outer saja sudah berbahaya.

Sekali lagi, Ellena tidak pernah merepotkan diri untuk bertanya pada bibi nya tentang alasan tempat tinggal mereka yang berada di sarang bahaya.

Pun dia tidak keberatan, karena seiring tumbuh nya Ellena menyukai hidupnya di hutan. Menjadikan alam sekitar lapangan bermain dan jelajahnya sendiri sangat mengasikkan.

Perjalanan ke desa dan kota untuk menjual patung-patung bibi Em sangat jauh dan membosankan. Dengan kecepatan mereka saat ini, butuh tiga hari sampai ke Desa Lily dan setengah hari ke kota terdekat. Tapi sejak umur tujuh tahun, Ellena menemukan cara mengusir kebosanannya.

Mengumpulkan tanaman obat, buah-buah langka yang cuma ada di hutan Outer, serangga-serangga beracun yang sekiranya bisa di tangkap dan simpan serta macam-macam lainnya. Hutan Outer boleh saja berbahaya, namun juga merupakan surga alam yang melimpah bagi yang mengetahuinya.

Sebagai tambahan, oleh bibi nya, Ellena juga diajari menggunakan senjata. Pisau kecil adalah mainannya. Di tambah dengan mata Ellena yang selalu istimewa, lemparan nya tidak pernah meleset. Ellena bisa melihat segalanya dengan sangat jelas. Dia selalu bisa menjatuhkan lawannya dari jauh hanya dengan menyerang titik lemah mereka.

Bicara tentang itu, Ellena menyerah mencari bunga bintang biru dan beralih mengumpulkan tumbuhan lainnya. Saat sedang asik mengumpulkan lumut Itchi, bahan utama membuat obat gatal kaki. Obat ini sangat umum apalagi para pria terutama prajurit.

Ellena berhenti saat merasakan ada yang mengintainya. Mimincingkan mata, Ellena mengamati siapa yang berani mendekat. Diantara semak, sepasang mata membaur.

Tidak takut, Ellena membalas tatapan lapar mata itu dengan menantang. Tahu bila sudah ketahuan, akhirnya makhluk dibalik semak itu keluar. Suara geramannya menggetarkan ditambah dengan deretan gigi taring yang tajam.

Seekor serigala bulu hitam. Berukuran dewasa. Hewan buas setinggi satu meter yang tidak pernah berhenti mencari makan. Ada banyak jenis serigala di hutan Outer tapi serigala bulu hitam sedikit istimewa.

Semakin Serigala bulu hitam tumbuh maka semakin serigala itu menjadi tidak merasa kenyang dan mungkin serigala ini karena itu memisahkan diri dari kawanannya dan berburu sendirian.

Ellena tidak lari. Perlahan dia mengeluarkan pisau bergigi sedang tangan kirinya diam-diam menepuk ransel kecil di pinggangnya—memastikan benda itu ada disana dan siap digunakan kapan pun dibutuhkan.

Lalu serigala besar itu berlari lurus menyerang. Kaki Ellena memasang kuda-kuda kuat kemudian tangan nya dengan cermat melempar dua pisau kecil yang terbang dan tepat menancap pada kedua mata serigala lapar tersebut.

Hewan itu menggeram marah karena buta dan menyerang dengan mengandalkan hidungnya. Ellena tidak berniat menghabiskan pisau-pisaunya, jadi dia menghindari cakar serta serangan serigala itu dengan cepat lalu saat lengah dia mengayunkan pisau bergerigi di tangannya dan menyanyat tepat di leher serigala. Ellena segera berguling menghindari serangan asal-asalan. Mata emerald miliknya memincing melihat lawannya kini meringkik di tanah dengan leher nyaris putus dan darah mengucur deras.

“Maaf kawan, akan segera ku akhiri sakitmu.” Ellena maju dengan ancang-ancang kuat pada kaki kirinya dan menendang kuat serigala sekarat dengan kaki kanan hingga lawannya terjatuh. Tidak berhenti, Ellena menginjak kuat moncong serigala tersebut lalu memenggal lehernya.

Serigala penyendiri langsung mati. Menyisakan bocah tiga belas tahun yang kini cengengesan.

“Hehe, dapat tangkapan lumayan bagus.” Katanya senang.

Setelah menarik kembali dua pisaunya dari mata serigala, Ellena lantas mengeluarkan tali dari ransel pinggangnya dan mengikat serigala agar mudah dia seret menuju bibi Em berada.

“Bibi, aku kembali dan lihat yang kudapat.” Seru Ellena dengan deretan gigi diwajahnya.

Emily Ellyzzia mengangkat alisnya.

Pemandangan bocah didikannya kembali dengan hasil memuaskan bukan hal baru. Ellena selalu bisa mengumpulkan semua barang berguna di hutan dalam jumlah banyak seolah benda-benda itu muncul begitu saja di depannya.

Untuk hewan sendiri, biasanya Ellena akan datang dengan hewan hidup. Kebanyakan adalah hewan-hewan kecil lucu atau beracun. Sedang hewan buas, Emily selalu mendampingi Ellena dalam perburuan nya untuk memastikan keselamatan bocah yang sudah dianggap anaknya itu. Karena itu mendapati Ellena berhasil membunuh mangsanya tanpa terluka serius, sejujurnya agak mengejutkan tapi tak pelak ia merasa bangga.

“Serigala bulu hitam dewasa. Kerja bagus kau tidak melukai tubuhnya sehingga kita bisa mendapat kulit bulu berkualitas bagus.” Kata bibi Em menilai tangkapan Ellena dan menepuk kepala yang lebih muda. Bak mendapat emas, pipi Ellena merah saking senangnya di puji oleh bibinya.

“Bagus sekali, Ellena.”

Bahagia bagi Ellena sangat sederhana. Cukup dia hidup dan dapat berguna bagi bibinya, dia sudah merasa cukup. Dia mungkin belum dewasa tapi Ellena cukup paham arti Emily baginya.

Seorang Ibu, ayah, kakak, bibi dan temannya.

Ellena tidak akan bertanya apapun, dia sanggup menutup mata pada apapun selama satu-satunya keluarga miliknya tetap bersamanya.

Selamanya.

Bab 2 Mengambil Misi di Desa Lily

Tiga hari kemudian, mereka sampai di depan pintu masuk Desa Lily.

Desa Lily adalah desa yang kecil dimana semua warganya hidup sederhana namun bahagia. Pintu masuk desa hanya di jaga oleh seorang pria baya ramah yang cuma dua koin perak sebagai biaya masuk desa. Satu koin perak sama harganya dengan seratus koin perunggu, karena itu dengan biaya tersebut pula Ellena dan Bibi Em diperbolehkan melakukan transaksi jual beli dan menginap gratis selama satu hari di satu-satu nya penginapan disana.

Ellena sudah tahu bahwa mereka tidak akan lama singgah di desa kecil itu karena tidak ada yang cocok menjadi pembeli patung bibi Em. Tapi tidak ada salahnya bila dia dan bibi Em ke penginapan sejenak untuk mandi dan makan makanan hangat. Tiga hari diatas kereta, bibi Em hanya memberinya roti mentega dan air madu bekal mereka dari mansion karena tidak ingin membuang waktu di hutan hanya untuk membuat makanan hangat.

Dan meskipun Ellena berpenampilan seperti laki-laki sekalipun, dia diajarkan menjaga dirinya tetap bersih dan tidak bau meski nyatanya Ellena kurang suka dengan air. Sebaliknya, bibi nya tidak akan risih tidak mandi seminggu penuh. Hebatnya tidak akan ada jejak kotoran atau bau busuk darinya.

“Bibi, mari istirahat sejenak. Aroma tubuhku sudah sangat bau dan aku percaya bibi juga tidak suka mencium baunya.” Kata Ellena pada Emily yang menatapnya dengan kening berkerut tapi kemudian menghela nafas.

“Aku tahu kau cuma bosan makan roti dan madu, El.” Ellena menyeringai dalam hati, “Mana mungkin aku bosan bibi. Roti dan air madu kita harus dihemat karena kita masih ada perjalanan sehari lagi ke kota.” Jelas Ellena dengan senyum yang bagi sang bibi menyebalkan.

Kadang dia suka kesal dengan sifat Ellena yang satu itu, suka mempermainkan kata dan emosi orang lain, meski tentu saja, Emily tidak membencinya.

Sementara bibinya masuk mengurus bayaran, Ellena mengurus kereta kuda untuk di titipkan pada pengurus istal penginapan serta meminta agar kudanya di beri makan dan dibersihkan setelah memberikan beberapa 2 koin perunggu.

“Kamar nomer dua sebelah kiri adalah milik kita. Naiklah dulu dan mandi. Segera turun untuk makan siang.” Kata Emily lalu memberi kunci pada Ellena.

“Baik, bibi!Aku segera kembali.”

Ellena tidak membuang waktu. Penginapan Lily bukan tempat yang besar. Isi kamarnya pun sangat sederhana. Hanya satu tempat tidur kayu keras dan meja kursi tua. Beruntung kamar yang dipesan bibinya mempunyai tempat mandi sendiri.

Saat Ellena turun, bibinya telah menunggu dengan meja penuh makanan hangat dan lezat. Selagi menyeruput teh selayaknya cara minum para bangsawan, Emily tersenyum tipis melihat ekspresi anak didiknya yang menurutnya sangat menghibur.

“Habiskan El. Jangan menyia-nyiakan uangku.” Makan yang banyak, dan tumbuhlah kuat dan sehat. Ellena selalu tahu bibinya itu bukan tipe orang yang jujur mengatakan maksudnya jadi Ellena segera mengisi piringnya dan makan dengan lahap.

“Tentu bibi. Perutku longgar setelah tiga hari cuma makan roti.” Katanya riang.

Emily mengangkat alisnya, “Jadi kau benar-benar keberatan—“

“HUWAA—Enak sekali! Bibi ayo coba ini…” Ellena dengan sengaja berkata sendiri dengan ekspresi dibuat-buat lalu menyodorkan sepotong paha ayam panggang pada Emily.

“Hmp.” Emliy mendengus namun tetap menerima suapan Ellena.

Dia tidak tersinggung. Sebetulnya Emily cuma menggoda saja karena melihat murid didik nya panik tidak diberi makan menurutnya lucu. Ellena menyukai semua jenis makanan selama itu tidak pahit. Beruntung Ellena tidak mempunyai alergi dan sangat-sangat jarang sakit.

Ellena diam-diam menghela nafas lega. Sesenang-senang nya dia menggoda sang bibi bukan berarti dia rela kelaparan seharian. Tidak, generasi muda sepertinya butuh banyak makan untuk tumbuh.

“Hei, kau dengar tentang perampokan itu?”

Saat ini memang waktu makan siang, karena itu meja-meja di restoran penginapan agak ramai oleh pengunjung atau warga yang beristirahat. Segerombol pria yang Ellena yakini seorang pemburu dan satu pedagang kecil berbincang seru di dua meja dari mejanya.

“Maksudmu tentang kerabat bangsawan kecil yang dirampok dan di bunuh saat dalam perjalanan ke kota?” kata pria pertama.

Pria kedua menyahuti, “Keluarga malang, yang kudengar keluarga ini punya anak perempuan tapi tidak ditemukan mayatnya.”

“Apa yang dilakukan petugas?” seru orang ketiga.

Pria terakhir, satu-satunya pedagang berdecak selagi meminum arak, “Jangan berharap banyak pada petugas kota, mereka tidak lebih dari orang makan gaji buta. Kerjanya mereka cuma jadi anjing tidak berguna dengan pedang tumpul sebagai pajangan.”

Ellena melirik pada bibinya dan melihat bahwa sang bibi sangat tenang dengan alisnya yang terangkat.

“Jadi orang-orang tidak berguna itu lagi-lagi tidak bisa berbuat apapun?” si pria pertama bertanya kesal.

“Aku sudah tidak heran. Rakyat kecil seperti kita hanya dianggap semut belaka. Pada akhirnya kita yang akan turun tangan sendiri berusaha menyingkirkan para bandit itu.” Terlihat kumpulan pria itu kembali mengumpat dan mengeluh tentang betapa tidak adilnya orang kaya dan sebagainya.

Salah satu tempat terbaik mengumpulkan informasi adalah rumah makan atau penginapan. Dengan ini Ellena tahu ada hambatan dalam perjalanan mereka ke kota.

“Bibi…bagaimana?” tanya Ellena pada sang Bibi. Karena keputusan sepenuhnya berada pada bibinya.

Emily mendengus sebagai balasan. Wajahnya terlihat bosan seakan berita bandit yang marak merampok orang-orang cuma gurauan anak kecil, “Tidak ada yang perlu dirisaukan. Kita teruskan perjalanan besok pagi.”

Ellena cuma mengangguk saja. Dia akan mengikuti bibinya tanpa membantah. Bibinya adalah orang paling keras dan tegas yang pernah dia kenal. Bibi Em tidak segan benar-benar melemparnya ke hutan dan membiarkanya bertahan semalaman di alam liar sebagai hukuman bila Ellena melakukan pelanggaran.

Meski dibilang Ellena lebih dewasa daripada bocah seumurannya, dia tetap memiliki sisi kekanakan. Ellena bisa menjadi sangat keras kepala dan berani. Emily sekarang masih mampu menangani Ellena dengan baik, namun entah dimasa depan.

Ellena menyelesaikan makan siangnya hingga tidak ada yang bersisa di atas meja kecuali piring dan sendok. Merasa kenyang, Ellena memiliki tenaga lebih dalam tubuhnya.

“Bibi, aku akan ke Guild.” Emily mengizinkan. Tahu anak sekaligus murid nya itu hendak menjual buruan hewan serta tumbuhan yang dia kumpulkan dari hutan. “Kembali sebelum matahari terbenam.”

Ellena segera berlari menuju sebuah gedung paling besar dan ramai. Gedung itu tidak lah megah namun kokoh karena kayu nya yang selalu di ganti secara berkala. Saat masuk Ellena melihat kebanyakan orang di dalamnya adalah pria-pria bertubuh besar dan berwajah garang. Dari yang muda, dewasa bahkan ada beberapa yang sudah paruh baya. Mereka semua membawa minimal satu senjata—pedang, tombak, busur dan gada. Ada beberapa perempuan namun nampak sama garangnya dengan para lelaki.

Meski tempat itu sekilas nampak seperti sarang bandit, Ellena tidak merasa takut. Dia dengan tenang melangkah menuju meja Admin seraya menyapa ramah beberapa orang yang dikenalnya.

“Bocah Kecil El, kau datang lagi!” seorang pria dengan kapak besar menyapa.

“Si Kecil El. Kau masih hidup dan tetap pendek.” Itu pria tua pendek dengan janggut semata kaki yang menyapa.

“El, sampaikan salamku pada bibi mu yang seksi itu!” yang ini pria dewasa berambut gondrong yang sedang minum. Dia adalah salah satu penggemar bibinya.

Ellena tersenyum mendengar sapaan mereka, “Hai paman Oka, paman Hogi, paman Tito. Kalian juga ternyata sehat-sehat saja dan tambah jelek. Dan maaf Paman Tito, bibiku tidak suka duda pengangguran.” Ellena cekikan saat disoraki ‘bocah kurang ajar’ oleh para pria itu.

Saat sampai di depan meja Admin, seorang wanita muda dengan seragam menyapa Ellena dengan ramah, “Selamat datang El. Mau menjual apa hari ini?” tanyanya.

Wanita ini bernama Linda. Sudah bekerja di Guild desa Lily sepuluh tahun. Dia warga asli desa Lily yang beruntung bisa menjadi pekerja tetap di Guild.

“Iya kak Linda.” Ellena kemudian mengeluarkan berbagai tumbuhan dari ransel kecilnya.

“Wow El, kau menemukan bunga bintang! Permintaan bunga bintang sedang tinggi.” Linda kemudian sibuk mengambil kertas dan cap. Tangan wanita itu bergerak cekatan mencatat jenis dan berat tumbuhan yang dibawa Ellena lalu menghitung seluruh uang yang dihasilkan. Beruntung di hari ketiga perjalanan ke Desa Lily, Ellena dapat menemukan Bunga Bintang yang tumbuh subur dan dapat menjualnya.

“3 koin emas, 20 perak dan 200 perunggu. Jika saja kau membawa lebih banyak bunga bintang dan tumbuhan itchi, aku bisa memberimu 5 koin emas.” Linda menyerahkan uang itu kepada Ellena yang langsung menyimpannya.

Mendengar perkataan Linda, Ellena tertawa kecil, “Aku akan mengambil 3 koin emas lagi dari mu Linda.” Si perempuan Admin mengangkat sebelah alis menatap Ellna. Namun kemudian dia terkekeh kecil saat Ellena mengeluarkan jasad serigala bulu hitam dewasa dari dalam ransel kecilnya.

“Aku selalu iri kau memiliki tas itu El. Aku harap aku juga memilikinya.” Linda memanggil rekan prianya untuk mengambil buruan Ellena untuk di bawa kepada penjagal hewan yang berada di belakang Guild.

“Harga satu serigala bulu hitam dewasa dengan kondisi sebagus itu 5 koin emas, ada yang inginkan?” Ellena mengangguk, “Aku menginginkan kulit nya untuk kujadikan mantel.”

“Oh? Untuk seseorang?” Ellena mengangguk.

“Pacarmu?” kali ini kepala bersurai pendek nya menggeleng panik.

Linda bahkan tertawa melihat ekspresi Ellena yang menurutnya lucu dan menggemaskan, “Haha…aku bercanda. Aku tahu seberapa menyeramkannya Nyonya Emily. Dia pasti melarangmu punya pacar.”

Ellena nyengir saja. Sudah dibilang bibinya itu lumayan terkenal. Karena sifatnya yang tertutup, orang-orang jadi menilai bibi Em adalah orang galak dan sadis. Yahh…memang benar tapi tidak semengerikan bayangan orang-orang

Setelah menerima uang dari Linda, Ellena kembali mengajukan pertanyaan “Linda, apa ada misi menarik?” Linda berpikir sebentar. Perempuan dewasa itu membuka buku besar di mejanya dan membolak-baliknya seraya berguman.

“Satu-satunya misi yang bisa dilakukan Rank C adalah menangkap belut.” Ellena menyerngit mendengar hal itu, “Serius Linda? Menangkap belut?”

Ellena merasa tersinggung. Berpikir Linda memberinya misi kacangan karna Ellena masih Rank C setelah tiga tahun tidak mencoba naik ke rank yang lebih tinggi.

Di negeriini ada Guild Petualangan. Semacam komunitas bagi petualang. Di tempat ini para petualang bisa menjual buruan mereka. Tidak hanya hewan tapi tumbuhan obat yang dikumpulkan Ellena juga bisa dijual ditempat ini. Awalnya Guild Petualangan cuma berskala kecil, namun dengan seiring waktu Guild itu semakin besar hingga sudah tersebar seluruh negeri. Tidak hanya membeli hewan buruan dan tumbuhan, Guild juga menerima permintaan jasa. Orang-orang bisa memberikan permintaan lalu Guild akan menganilis jenis permintaan dan mengumumkan misi dan jumlah bayaran di papan besar MISION.

Misi hanya boleh dilakukan oleh member Guild saja dan harus mengikuti standar Rank member. Misal misi nya adalah misi rank A maka orang yang masih dibawah B tidak boleh mengambilnya. Sebaliknya, misi rank E tidak boleh diambil oleh orang rank C ke atas. Rank sendiri ada enam tingkat ; Rank E, D, C, B, A dan S. Hanya beberapa orang yang ber-ranking S. Orang-orang ini biasanya adalah orang sangat kuat dan berpengaruh. Contoh nya adalah Ketua Guild Petualang.

Kembali lagi. Ellena menampakkan wajah masam—merasa tersinggung dianggap sedemikian lemah oleh Linda. Tapi Linda yang menyadari itu buru-buru menyela, “Tunggu-tunggu. Jangan langsung kesal begitu El. Dengarkan dulu penjelasanku. Ini bukan hanya sekedar belut.”

Linda kemudian menjelaskan bahwa seorang warga menemukan bahwa di sungai yang biasa digunakan sebagai sumber mata air dan menangkap ikan, terdapat seekor belut besar yang memancarkan listrik hingga ikan-ikan mati. Hal ini tidak terlalu mengganggu aktifitas warga karena bisa mengambil air agak jauh dari tempat si belut tapi tetap saja beberapa warga khawatir belut itu akan berpindah tempat dan menyusahkan di masa depan.

“Bayarannya 20 koin emas. Sudah banyak yang mencoba tapi gagal dan sudah dua minggu tidak ada lagi yang ingin mengambilnya.” Linda mengatakan awalnya bayaran misi ini hanya 5 koin emas tapi karna banyaknya yang gagal menjadikan bayaran nya meningkat meski masih ber Rank C.

Ellena berpikir agak lama. Menangkap belut bukan keahlian Ellena tapi bukan berarti dia tidak tergiur dengan misi ini, apalagi bayaranya cukup baginya untuk membeli barang dan makan enak di kota nanti. Ellena juga kurang suka air bervolume banyak tapi…

“Baiklah. Aku ambil misi ini. Aku akan kembali sebelum petang Linda dan mengambil pesanan kulitku.” Ellena berbalik menuju pintu setelah berpamitan. Tak lupa dia membalas sapaan serta gurauan konyol pria-pria tua yang senang menggoda bocah cantik macam dirinya.

“Jangan sampai terluka El. Aku tidak ingin membuat Nyonya Emily marah!” Bocah berambut hitam dan bermata emerald itu sudah tidak terlihat. Linda berharap Ellena kembali tanpa lecet bahkan misinya gagal sekalipun. Hal terakhir yang Linda harapkan ialah Emily mengamuk dan memporak-porandakan Guild petualangan desa Lily.

Jangan lupa Like!!

Bab 3 Memancing Belut

Ellena sampai di bagian sungai yang dimaksud setelah bertanya pada warga yang tinggal paling pinggir desa. Tidak sulit menemukan lokasi tempat belut tinggal karena dengan mata telanjang pun seekor belut besar terlihat berenang damai di dalam sungai yang bening

.

Sepertinya Linda kurang memberi informasi. Dia bilang cuma belut besar, bukan belut raksasa berukuran satu orang dewasa dengan gigi-gigi tajam layaknya piranha. Dan hewan itu benar-benar bukan makhluk ramah.

“Shhhh…”

“Belum apa-apa sudah marah saja.” Ellena melangkah mundur dan menghindar saat si belut raksasa mengibaskan ekornya hingga tembakan air terbang ke atas Ellena seperti peluru. Melihat targetnya berhasil menghindar si belut semakin keras mendesis penuh ancaman. Tubuh nya yang berwarna coklat tua menegang mulai mengeluarkan kilat-kilat berbahaya.

Harusnuya Ellena takut. Tapi mata miliknya justru melihat sesuatu yang lain. Bibi Em selalu berkata secerdas apapun hewan tidak akan pernah melampaui manusia. Hewan harusnya tidak menyerang saat tidak diganggu. Kemungkinan penyebab di belut cepat marah ialah sudah muak dengan banyaknya orang masuk ke teritorialnya atau ada penyebab lain.

“Hm? Apa jenis kelamin belut ini?” guman Ellena seraya kembali menghindari bola-bola air yang meluncur ke arahnya. Kali ini serangan itu mengandung listrik hingga mampu membuat retakan cukup parah di tanah. Seolah marah dengan pertanyaan Ellena, si belut menjulurkan kepalanya ke atas permukaan air dan mendesis menunjukkan seluruh gigi tajamnya.

Ellena mundur lebih jauh. Dia tidak mengerti kenapa diserang sedemikian rupa oleh hewan di depannya. Tidak ada yang mengatakan kalau si belut sangatlah agresif pada penyusup teritorialnya. Ellena berpikir keras bagaimana mengalahkan lawan di depannya.

“Belut ini telah berevolusi,” Itu adalah satu-satunya alasan logis kenapa ukuran dan serangan belut itu lebih besar dan mematikan daripada informasi yang dia dapat dari Guild.

“Selain itu…belut ini terlalu pemarah.” Tindak tanduk si belut mengingatkan Ellena pada induk Ular yang sedang menjaga sarangnya.

Hm? Ellena langsung menyadari sesuatu.

“Kalau dugaanku benar, kau dan anak-anakmu benar-benar akan menyusahkan di masa depan.” Membalas perkataan Ellena, si belut mendesis semakin keras. Makhluk besar bertubuh licin itu semakin bernafsu ingin membunuh Ellena yang telah mengetahui rahasianya.

Ellena mengambil pisau dan tali dari ransel nya serta mematahkan dahan pohon. Tangannya bergerak cepat, mengikat tiga pisau pada ujung dahan yang diambil. Dalam waktu singkat, sebuah tombak bermata 3 pisau berada di tangan Ellena. Kemudian gadis itu mengambil pisau dan tali lagi. Ellena mengikat pangkal pisau dengan tali sedang ujung tali yang lain dia ikat di pergelangan tangannya.

Awan mendung mulai berarak diatas langit.

Selama ini Ellena selalu menghindari serangan si belut raksasa. Bola-bola air bertenaga listrik dia hindari dengan baik. Tubuhnya yang kecil memudahkan Ellena untuk bergerak gesit. Mata emerald nya tidak lepas memperhatikan lawannya yang menyerang dengan tidak sabaran.

Ellena menunggu. Menunggu kesempatan miliknya.

Si belut kembali mendesis marah karena tidak bisa mengenai targetnya. Dia semakin agresif meluncurkan serangan hingga pada satu kesempatan, si belut tidak menyadari bahwa posisinya telah berada jauh dari tempatnya berjaga. Kini si belut naik ke darat.

Ellena lalu melempar pisau bertalinya—mengikat si belut erat. Tidak membuang waktu Ellena menghunus tombaknya pada tubuh si belut raksasa. Menusuk kedua mata makhluk itu. Mata tombaknya yang berjumlah tiga memberi tiga kali serangan dan luka yang lebih dalam. Si belut mengerang murka.

“Berisik!” Ellena mengangkat tinggi tombaknya dan menusuk sekuat tenaga kepala sang belut. Lawannya menggelepar mengeluarkan darah. Dalam keadaan sekarang nya si belut melepaskan serangan terkuatnya.

“ARRRGGGHH”

Ellena berteriak saat tubuhnya di sengat kekuatan luar biasa. Tulang-tulangnya berderak dan seluruh tubuhnya merasa sakit tidak terkira. Pandangannya gelap seketika.

.

.

.

Ellena hanya kehilangan kesadarannya selama beberapa menit. Matanya buram lantaran kepalanya yang pening. Saat merasa lebih baik, Ellena menyadari dia berbaring di tanah. Tubuhnya berlumuran darah bukan miliknya. Jasad belut raksasa tergeletak dengan tombak nya menancap di atas kepala yang telah patah gagangnya.

“Aku bau amis.” Keluh Ellena mencium bau tubuhnya sendiri.

Misinya menghabisi belut raksasa ternyata menghabiskan lebih banyak waktu. Langit telah petang dengan setitik semburat orange di barat.

“Semoga bibi suka oleh-oleh belut bakar.” Dengan cekatan Ellena bekerja. Dia mengeluaran kresek besar dari tas mungilnya dan mengikatnya rapat-rapat. Dengan sedikit tarikan Ellena berhasil menyimpan jasad buruan senilai 20 koin emasnya.

Tapi Ellena tidak langsung meninggalkan tempat. Memastikan sekitar telah aman, Ellena melepas bajunya dan membersihkan tubuh nya.. Tubuhnya sangat bau amis hingga jika Ellena kembali ke penginapan sekarang, hanya akan di tendang keluar lagi oleh bibinya.

“Aku benci air.” ungkap Ellena merasakan air membuat tubuhnya lebih lelah dari sebelumnya. Ellena tidak menyukai mandi tapi peraturan bibi Em yang memaksanya giat bersentuhan dengan air. Lalu Ellena mengingat dugaan nya tentang si belut yang menjadi sangat agresif karena menjaga sarangnya.

“Seingatku belut tinggal dan bersarang di lubang berlumpur.” Ellena menggaruk belakangnya bingung tentang bagaimana seekor belut bertempat tinggal di sungai bermata air jernih. Tapi kemudian mata nya menatap sesuatu yang janggal di kedalaman sungai.

Ellena benar-benar tidak mau berlama-lama di air. Tapi memikirkan warga yang harus menghadapi hewan semacam ini lagi, terlebih lebih dari satu…

“Bibi Em akan menyuruhku tidur di kandang kuda malam ini.” Gerutunya sebal kemudian menyelam ke dalam sungai.

.

.

.

Malam itu ialah malam seperti biasa.

Para petualang pria berkumpul dan minum bersama. Transaksi jual-beli. Permohonan misi. Sungguh, hari itu mengalir seperti hari-hari sebelumnya.

Sampai Linda merasakan hawa dingin mencekam datang dari arah pintu. Melihat sekeliling, Linda menyadari bukan hanya dia yang merasakannya. Seluruh ruangan yang tadinya ramai seketika menjadi hening—meninggalkan beberapa bisik-bisik kepada sosok yang baru saja membuka pintu Guild.

Saat melihat siapa yang menyebabkan suasana mencekam itu, bulu kuduk Linda langsung berdiri. Secara spontan tubuhnya berdiri tegak dengan senyum kaku saat sosok wanita cantik nan penuh aura misterius sampai di depan mejanya.

“Se-Selamat malam Nyonya Emily. Malam yang cerah hari ini ya?” sapa Linda ramah berusaha professional terhadap pekerjaannya. Meski dia tidak bisa mencegah keringat dingin menetes dari dahinya.

Namun seolah sedang mengejeknya, langit tiba-tiba mengeluarkan guntur petir amat keras dan hujan kemudian turun dengan lebatnya. Linda tersenyum kikuk meski mengumpat habis-habisan dalam hati.

Mata Emily menatap tajam perempuan Admin di depannya.

“Simpan basa-basimu, Linda. Sekarang, katakan dimana keponakanku!”

.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!