Temeng sebagai penggusaha, pebisnis dan kepala keluarga itu hanya pandangan khalayak umum karena pada kenyataannya dirumah Api layaknya kucing manis yang sangat tunduk pada perintah majikannya
Pada saat itu aku disidang layaknya pencuri ayam yang siap diamuki warga, semua mata kini memperhatikanku dengan sangat intens, mereka layaknya sangat siap untuk mencabik-cabik tubuhku jikalah aku tidak segera duduk bersimpuh di lantai sambil menundukkan kepala.
ya seperti itulah keluarga kami jika melakukan kesalahan cara untuk meminta maaf adalah bersimpuh dan menundukkan kepala sebagai tanda penyesalan dan permohonan maaf.
Hanya ada keheningan yang menggisi ruang keluarga sore itu, tidak seorangpun yang membuka suara sehingga kuberanikan diri untuk mengangkat kepala dan ku lihatkan wajah yang kini memperhatikanku dengan segala ekpresi yang berbeda-beda tapi ternyata tidak dengan Api.
Api terlalu sibuk dengan laptopnya jadi tidak terjerumus dengan amukan ratu dari Adipatih. Sumpah, aku saat itu tahu kesalahanku dimana tapi rasa sedih diintimidasi membuat nyaliku ciut dengan seketika.
Belum cukup lama aku kembali menundukkan kepala karena perasaan sedih semakin menjular memenuhi hatiku akhirnya sang pemimpin rapat membuka suara dan dengan sangat dingin juga jangan lupakan kata hinaan yang sangat menusuk jantung.
"Untuk apa membeli barang-barang mahal, hah kamu sudah pandai ternyata hambur-hambur uang sekarang hebat kali macam anak raja saja!" cercanya dengan sekali tarikan nafas
"......" Aku memilih diam saja karena sadar jika memang salah.
"Punya keahlian apa kamu sampai boleh hidup layaknya orang hebat ica?"
"....." aku tidak bisa menyanggah ucapan itu dan sialnya tidak seorang pun yang ingin membelaku.
"Anak siapa sih kamu? belajar dari keluarga mana kamu seperti itu" Mendengar kata-kata itu sungguh aku merasa tidak diakui sebagai keluarga Adipatih. Biarpun sebenarnya kata-kata itu sudah ribuan kali diucapkan tapi tetap saja terasa sakit.
saat ini, aku menjadi terdakwa genangan air mata sudah siap untuk meluncur dari mataku juga ketika wanita itu mengataiku dengan tanpa belas kasih.
"..."
"Bagus jika Ati Apimu ini bisa hidup selamanya hingga menyukupi kebutuhan glamormu itu jika tidak?. mau apa kamu tanpa keahlian apapun?" Ujarnya dengan penuh penekanan dan aura kemarahan sangat terpancar dari wajahnya
"..." Lidahku keluh untuk membantah ucapannya, ini pertama kalinya aku menghambur-hamburkan uang namun ternyata efeknya sangat luar biasa. Karena tidak kunjung mendengar suara juga penyanggahan dariku, wanita bertaring itu melanjutkan ucapanya dengan lebih sadis lagi
"Kehidupan itu keras anak-anak dan aku yakin tanpa kami kalian hanya akan jadi gelandang, masih mending jika jadi gelandangan yang pandai kembali menggangkat bartabat nama Adipatih tapi jika tidak? dan kamu Danisa Dirga Adipatih untuk menunjang hidup galamormu mau jadi apa?. Tuna susila iya?. iya?"
"Hiks...hiks" air mataku yang sedari tadi kubendung, akhirnya lolos tanpa permisi. kata-kata kasar sudah sangat sering kudengarkan darinya tapi menyudutkanku dengan kata ******* benar-benar membuatku hancur.
Layakkah seorang ibu berkata itu pada anak perempuannya? tidak dapat berkata apa-apa karena rasa sesak yang memenuhi perasaanku, air mataku mengalir bebas layaknya air terjun hingga dengan derasnya membanjiri wajahku.
Masih larut dalam kesedihanku tiba-tiba kurasakan seseorang mengangkat tubuhku lalu membawaku diatas pangkuannya tidak terlupakan pelukannya yang sangat hangat.
Dengan berani yang ku kumpulkan, akhirnya ku tolehkan kepala untuk kebelakang. ketika mengetahui jika itu api tanggisku bukannya mereda malah semakin keras.
Kata-kata itu tidak sebanding dengan rasa takutnya aku kehilangan mereka dalam hidupku. tetes demi tetesan air masih menghiasi wajahku namun sepertinya penyihir lidah pahit itu belum puas menumpahkan cabe dari mulutnya.
api tidak menunjukkan tanda-tanda akan membelaku atau menghentikan kemarahan sang penyihir, dirinya tetap tenang dan tidak berhenti memelukku menggelus rambutku dengan tangan besarnya.
Kami semua masih ditempat ini. Api, alih-alih membantuku Api malah membisikkan kata memilih memangku aku dan memeluk sangat erat lalu dengan lembut dia berkata
"Rasakan itu Ica, resapi semanya sampai ke dalam sel-sel syarafmu! nikmati! Biarkan menyatu dengan nadimu, mengalir bersama darahmu dan menjalar ke seluruh tubuhmu! agar kau tahu apa arti penyesalan, dan rasa sakit! hadapi dan jalani hukumanmu"
mendengar itu aku terpengarah hingga mulutku menggaga dengan sangat lebar. sungguh siapa yang tidak akan menyangka jika ternyata orang yang memeluk dengan rasa sayang bukannya menenangkan dan menyemanggati malah menggeluarkan kata-kata yang semakin memojokkan.
langit rasanya runtuh diatas kepalaku walau begitu aku semakin merapatkan pelukanku pada Api. semua masih terdiam kecuali aku yang menanggis tersedu-sedu.
tak ada yang berniat menenangkanku, lalu aura sang penyihir kembali menyadarkanku jika kini aku dalam persidangan keluarga adipatih. dia berkata
"sebegitu perlunya kah kau dengan segala kekayaan itu?"
ditanya i seperti itu, aku hanya menggeleng tanpa menjawab karena memang aku belum merasa begitu butuh. lalu Ati kembali berkata
"terus? untuk apa makan dan barang-barang mahal?"
"hiks hiks tadi hiks Ica di paksa beli untuk teman Ica" kataku menunduk dan semakin takut karena tiba-tiba Api merepaskan pelukannya dan menatap mataku dengan sangat intens, seolah mencari kebohongan di dalam sana
"bener?" kata oma seketika.
"..." aku memilih menggangguk
"kenapa Ica mau?"
"Ica hiks hiks Ica dipaksa" ujarku
"Ica suka hidup glamor?" tanya oma sekali lagi
"..." aku memilih diam kala itu tapi dengan ragu-ragu menatap Ati seakan kembali bertanya pada Ati.
"bolehkah?" itu kalimat yang ingin kuutarakan namun tak berani kuucapkan lewat bibirku.
Mataku bertemu dengan mata Ati, Ati seakan menggerti dengan tatapan dan apa yang ku pendam sehingga Ati berkata
"Bertahanlah sebentar lagi Danisa, selesaikan pendidikanmu, railah kesuksesanmu tanpa nama besar kelauarga Adipati sehingga kami bangga karena sukses mendidikmu menjadi wanita tangguh bukan calon pemuas nafsu demi kehidupan glamor."
"Hidup itu kejam anak-anak, sampai saat ini, ati membiasakan kalian hidup dengan sederhana agar kalian mengerti harus ada harga yang kalian bayar untuk menggapai kesuksesan toh semua harta milik adipatih untuk kalian hiks jika kalian sukses pun hiks jika Ati dan Api mati dalam keadaan itu, setidaknya kami mati dengan tenang hiks karena kalian bisa hidup dengan layak tanpa kami hiks"
amarahnya sudah tergantikan dengan air mata rasa sedih dan tetesan air matanya menjalar pada kami anak-anaknya sehingga aku, Daniel juga Fatih setelah mendengar kata-kata itu segera beranjak dari duduk kami dan segera berhambur memeluk sumber kebahagian dan derita kami itu.
Drama kala itu kami ditutup dengan deru air mata dan menyadari jika semua yang dilakukan Ati tidak lepas untuk kesuksesan kami nanti.
aghh sesuka hatinya sajalah. oyag pada saat itu untuk teman-temanku juga mendapat hukuman karena wanita galak dan jahat itu dengan tidak tahu malunya menelpon orang tua mereka untuk meminta ganti rugi.
hal itu tentu saja juga menimbulkan masalah bagi mereka aghh adakah ibu yang lebih dari atiku itu? jika iya tolong tukar saja dengan balon udara.
FLASHBACK OFF.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
tanti
Wlw terkesan kejam tp sy s7 dgn cara didik nya. Menghasilkan mental yg kuat, tdk manja, & menghargai jerih payah
2020-11-23
2
Andi Tenri Pada
caca kok ga berubah...masih kasar banget sm anak2x dan suamix...harusx kan seiring berjalanx wkt dia lbh halus kata2x kan anak2x sdh pada besar2 .
2020-04-30
1