Maaf baru update hehe, semoga sukak yah mohon dukungannya yah
BAB 4
Arkan sampai kedalam rumah, ketika ia duduk di kursi teras rumahnya sambil membuka tali sepatu. Ibunya datang menyambutnya, wajah cantik itu sudah terlihat menua. Hati Arkan terasa iba melihat ibunya yang masih menyibukkan diri mengajar. Padahal Arkan sudah melarangnya ia rasa ngajinya sudah lebih dari cukup untuk membiayai keluarganya.
"Assalamualalaikum."
"Waalaikumsalam"
"Kamu sudah pulang nak cepat sekali. Ini masih waktu jam makan siang." Arkan berjalan menghampiri ibunya lalu mencium telapak tangannya.
"Sudah bu. Jam mengajar Arkan hari ini sudah selesai,"
"Oh begitu. Ayo masuk kita makan. Ibu tadi pagi sudah masak banyak tinggal dihangatkan."
Mereka masuk ke dalam rumah. Arkan mengekori ibunya. Kadang Arkan penasaran dengan tenaga ibunya itu apa ia tidak lelah habis mengajar masih kuat menghidangkan makanan. Dia saja capek sekali, apalagi sekarang ia harus berhadapan dengan mahasiswi tengil itu. siapa lagi kalau bukan Febri. Membuat kepalanya pusing saja. Gadis bar-bar itu sifatnya sangat jauh berbeda dengan ayahnya. Arkan menolong ibunya membantu menyiapkan makanan ke meja makan setelah ibunya memanaskan.
"Raina belum pulang kuliah bu." Tanya Arkan.
"Belum entahlah dia itu mahasiswa tingkat akhir kok malah sibuk banget. Beda kayak kamu dulu malah ke gunung terus." Canda Ibunya.
Arkan terkekeh, ia jadi teringat bukannya sibuk mengerjakan skripsi ia malah sibuk mendaki gunung. Karena ibunya tidak pernah tahu jika ia dalam waktu 3 bulan saja sudah bisa menyelesaikan skripnya bisa dibilang dia kuliah itu hanya 6 semester, tapi waktunya kebanyakan ia pakai untuk jalan-jalan ke alam. Dosen-dosen ditempat kuliahnya dulu memberinya keringanan dalam mengerjakan skripsi karena jurnalnya berhasil publish di tingkat nasional dan uniknya lagi dia pernah menjadi asisten dosen sebanyak belasan dosen.
"Arkan tadi kamu ketemu pak Reno." Tanya ibunya.
Arkan menatap ibunya sebentar, ternyata pak Reno sudah menghubungi ibunya. Ia menghela napas. Arkan mengangguk malas namun ibunya malah sebaliknya ia malah tersenyum senang.
"Ibu akan senang jika kamu menyanggupi permohonan Pak Reno." Tiba-tiba suasan makan menjadi tegang, sebenarnya hanya Arkan yang tegang. Jujur dia masih trauma dengan pernikahan. Dia pernah ditinggal istrinya karena ia tidak mampu memenuhi kebutuhan sang istri. Apalagi jika ia membayangkan menikah dengan Febri harga ponsel yang ia sita saja seharga dengan gajinya sebulan. Apa ia sanggup menikahi Febri yang hidupnya dipenuhi kemewahan seperti itu. pasti tentunya gadis itu akan pergi meninggalkannya seperti mantan istrinya dulu.
"Arkan kamu dengar ibu tidak," ibunya menghela napas melihat anaknya tidak membalas malah melamun.
"Arkan Ragu bu." Balas Arkan.
"Sudah ibu duga. Nak mau sampai kapan kamu sendiri terus. Ibu sudah tua umur ibu tidak akan lama lagi."
"Ibu jangan ngomong kayak gitu."
"Kamu juga jangan ngomong kayak gitu." Iren mengulang ucapan Arkan. Mengingatkan anaknya untuk tidak terbayang dalam masalalu.
"Masalalu itu dijadikan pelajaran bukan dijadikan ketakutan Arkan. Lagi pula kamu itu sudah dewasa jadi dosen lagi, jadi panutan mahasiswa kamu. Jadi seharusnya kamu itu pasti bisa membimbing istri kamu kelak agar tidak pergi, bimbing 100 mahasiswa skripsi saja bisa masa 1 istri saja tidak bisa." Iren mengejek Arkan.
Arkan terkekeh mendengar ibunya, yang dikatakan ibunya ada benar juga. Lagi pula ayah Febri sudah merestuinya bahkan tidak mempermasalahkan penghasilannya yang jika dibandingkan dengan Reno tidak ada apa-apanya. Ayahnya saja tidak ragu Arkan bisa menafkahi anaknya tapi kenapa ia malah ragu.
"Ibu sedihloh kalau kamu nolak. Kalau kamu mau tahu yang biaya kamu kuliah dulu itu Pak Reno, dia teman ayahnyamu dulu. Setelah ayahmu meninggal Reno datang menenmui ibu untuk membantu keluarga kita, awalnya ibu tidak ingin menerima soalnya ibu juga tidak enak dengan istrinya. Tapi syukurlah istrinya itu berhati baik. Andai saja ibu menolak pasti kamu tidak akan bisa kuliah," arkan menggeleng sedih, ia jadi teringat masa dimana ia tidak memiliki apa-apa hidup serba kekurangan dan dia akan berusaha untuk menutupi kekurangan itu.
"Ibu jangan sedih, Arkan akan menerima perjodohan itu." ucap Arkan sambil menghapus air mata ibunya.
"Syukurlah. Kamu tenang saja, anaknya pak Reno itu cantik tapi ya itu dia masih kekanak-kanakan. Ibu yakin kamu bisa kok membimbingnya lagi pula usia kalian hanya terpaut 6 tahun sama dia." Iren mencoba menenangkan Arkan.
"Kamu janjiyah akan kuat dan tetep bertahan sama dia walaupun dia melewati batas kesabaran kamu." Iren menatap Arkan lekat-lekat.
"Arkan janji sama ibu." Walau ada keraguan sedikit dihatinya. Tapi Arkan berusaha berjanji ia belum mencobanya. Mungkin ibu benar pernikahannya dulu itu salah, Arkan hanya pasrah tanpa ada niat untuk memperbaiki, seharusnya dia bisa mendidik istrinya untuk bisa menerima semua kekurang dan kelebihannya bukan hanya menerima kelebihannya saja.
"Demi ibu, pokoknya ibu tidak mau kamu sampai mendengar kata cerai atau berpisah sama dia. Buat dia sampai benar-benar mencintai kamu nak, ibu yakin kamu bisa. Ini bukan hanya untuk membalas kebaikan keluarga Pak Reno, tapi ini untuk Ibu yang ingin melihat anaknya bahagia, karena ibu tahu trauma kamu pasti membuat kamu tidak ingin menikah lagi. ibu tidak ingin nanti kamu hidup tua sendiri seperti ibu. Tidak ada yang menemani." Iren menatap tajam Arkan, Arkan meneguk ludahnya berat. Kenapa ini terasa berat padahal dulu ia dengan mantan istrinya tidak sampai seperti ini. Melihat ibunya sedih bahkan sampai menangis adalah hal yang Arkan benci. Arkan berjanji akan membahagiakan ibunya dan tidak akan menciptakan airmata di hidupnya. Arkan akan menuruti semua keinginan ibunya.
"Ibu jangan ngomong seperti itu, ibu masih punya Arkan dan Raina, ibu jangan sedih Arkan janji akan menikah dengan Febri." Iren tersenyum bahagia, ia menghapus sudut airmatanya yang jatuh.
"Lah kamu kan tidak mau nikah trus kamu yang menemani siapa kalau tidak menikah."
"Jangan bilang kamu yang ngurusi Raina, lah dia bentar lagi juga mau nikah ngak mungkinkan dia ngurusin kamu, trus kamu mau jadi duda lapuk selamanya." Canda ibunya.
Arkan tersenyum kecut padahal tadi ibunya menangis dan sekarang sempat-sempatnya tertawa. Arkan menggeleng-geleng bingung. Memang yah wanita itu aneh, tidak dapat dimengerti bahasanya. Ujian terberatnya sekarang adalah menaklukan bocah cerewet penggemar kpop itu. Dia jadi teringat ponsel Febri yang masih berada di tangannya. Arkan tersenyum licik ia harus mencari suatu hal yang ia bisa jadikan senjata, nanti malam ia akan mencari hal berharga di dalam sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Trisna
dosen frek
2024-04-16
0
Maulina Kasih
ini nih seru...apa adanya cowonya..yg penting mapan dan ckup...gak melulu hrs holang kayah atau ceo2 yg kadang tingkat kehaluannya di luar batas
2021-03-19
0
Supartini
ha ha ha anak kpop thor visual y dong penasaran sama febri
2021-01-02
1