BAB 3
Febri turun dari mobil yang dikendarai ayahnya. Ayahnya tetap ngotot untuk ikut ke kampusnya. Ia hanya takut jika ayahnya mau mengetahui hal bodoh yang ia lakukan, tapi mau bagaimana lagi. ayahnya itu kalau sudah dipaksa oleh mamanya ia tidak dapat berkutit dan pasti akan berada di pihak mamanya. Febri menghela napas lesu, mereka berdua berjalan menuju kantor Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, yang tak lain adalah kantor Pak Arkan.
"Febri, kamu kenapa lesu sekali?" tanya Ayahnya.
"Febri lagi marah sama ayah." Reno terkikik kemudian mengacak rambut Febri.
"Ada-ada saja kamu."
"Yang mana kantornya," tanya Ayahnya. Lalu Febri menunjuk sebuah ruangan yang juga terdapat plang tulisan Kantor Ketua Jurusan. Mereka masuk, dan betapa kagetnya Reno mendapati bagas di dalamnya.
"Loh, Bagas. Kamu ngapain di sini?"
"Bapak Reno," Arkan langsung menyalimi ayah Febri.
"Saya kerja di sini pak."
Febri memincingkan matanya melihat interaksi kedua orang ini seakan-akan mereka sudah saling mengenal.
"Bapak kesini ada perlu apa pak? Siapa tahu saya bisa bantu?"
"Oh itu nak Bagas saya mau bertemu dosen yang menyita ponsel anak saya." Arkan mengernyit, disitu ia baru tersadar melihat Febri yang sedang berada di belakang Reno. Arkan menghela napas, jadi Febri anaknya Pak Reno.
"Ayah, ini dosennya Febri yang nyita ponsel Febri." Ucap Febri tiba-tiba. Reno menaik turunkan alisnya bingung kemudian dia tersenyum seakan tahu maksudnya.
"Kalau begitu nak Bagas kita bisa bicara."
"Bisa pak, ayo ke ruangan saya." Arkan mempersilahkan.
"Kamu tunggu di luar aja yah sayang. Ayah mau bicara sama dosen kamu dulu."
"Tapi ayah aku mau ikut."
"Tunggu diluar mengerti." Titah ayahnya tak terbantahkan.
"Baik ayah." Febri keluar dari tempat itu. Menunggu di kursi tunggu. Di dalam benaknya masih di penuhi rasa penasaran kenapa ayahnya dan Pak Arkan bisa saling mengenal. Tiba-tiba ketakutannya bertambah bagaimana jika dosen menyebalkan itu menjelek-jelekkannya di hadapan ayahnya. Astaga Febri baru menyadarinya, tapi kalau dia masuk ayahnya bisa tambah murka. Febri memejamkan matanya semoga tidak ada hal buruk yang terjadi. Ia tidak bisa membayangkannya.
*****
"Jadi kenapa ponsel anak saya bisa kamu sita bagas?" Dosen muda yang ditanya itu menghela napas panjang lalu menceritakan semua kejadian yang terjadi kemarin mulai dari Febri yang tidak pernah memperhatikan pelajaran, nonton video mesum, sampai mengobrol di kelas.
Arkan mengira setelah ia membicarakan kelakuan anaknya itu Reno akan marah. Tapi sebaliknya pria itu malah tertawa lebar. Arkan menatap aneh pria di depannya, apakah dia benar Reno yang terkenal Arogan seperti yang di bilang ibunya. Nyatanya pria itu selalu tersenyum ramah.
"Bapak tidak marah dengan kelakuan putri bapak?" tanya Arkan.
"Untuk apa marah, menghadapi Febri jika pake kekerasan malah tuh anak akan semakin jadi membangkan." Jawab Reno.
"Tapi saya salut sama kamu. Kamu bisa buat anak saya jadi penurut. Buktinya dia ikhlas ponselnya di sita sama kamu." Arkan menatap bingung Reno, maksud dari perkataannya.
"Mungkin putri saya itu butuh perhatian dari laki-laki selain ayah kandungnya. Bagaimana kalau kamu menjaga putri saya? Seperti yang ibu kamu bilang ingin menjodohkan kamu sama anak saya,"
"Apa?" entahlah Arkan seakan-akan tidak bisa berpikir apa-apa otaknya seakan blank. Dijodohkan dengan Febri, itu artinya dia akan menikah dengan gadis cerewet itu. astaga apa tidak ada gadis yang lebih baik lagi, istrinya saja yang lemah lembut saja menggugatnya cerai dan menuliskan ribuan macam dosa yang dia perbuat di buku tulis. Apa lagi Febri? Kepala Arkan tiba-tiba pening memikirkan masa depannya yang ia yakini rumit.
"Menikahlah dengan anak saya. Saya yakin kamu bisa membimbing dia. Kamu adalah pria baik dan bertanggung jawab." Arkan menelan ludahnya ketika Reno mengatakan itu, andai pria tua itu tau bahwa dirinya telah kecolongan karena Arkan kemarin hampir saja berbuat mesum pada anaknya, mungkin Reno akan menarik kata-kata yang tadi dilontarkan.
"Tapi pak saya itu duda," Arkan mencari cela menolak.
"Saya tidak pernah mempersalahkan status kamu."
"Saya juga tidak sekaya bapak, penghasilan tetap saya 7 juta perbulan sedang bapak mungkin 10 kali lipatnya, saya ra-" Ucapan Arkan terpotong.
"Tidak apa-apa, yang terpenting kamu bisa membimbing Febri. Saya bisa melihat bahwa kamu pria yang tepat buat anak saya. Naluri seorang ayah tidak akan pernah salah dalam memilihkan pasangan hidup untuk seorang anaknya." Reno mencela, ia menatap lembut Arkan.
"Nanti kita bicarakan lagi, saya akan menghubungi ibu kamu. Soal ponsel Febri yang kamu sita berikan pada Febri di saat waktunya kamu akan mengembalikan. Saya rasa dia lebih suka di hukum kamu dari pada oleh ayahnya sendiri. Ahahahha" Reno tertawa setelah mengucapkan itu.
Arkan meringis, kemudian menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Kalau begitu saya pergi dulu, masih ada bisnis yang harus saya selesaikan,"
"Saya antar pak ke depan."
*****
"Ayah tadi ngomong apa aja." Febri langsung menodong ayahnya dengan pertanyaan. Sedang Reno hanya tersenyum. Ayahnya tidak marah berarti dosen itu tidak berbicara macam-macam. Syukurlah ya tuhan, ia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada dirinya.
"Ih ayah kok diem aja. Ponsel Febri mana?" Febri kesal, ayahnya hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaannya walau ada sedikit kelegaan karena ayahnya tidak membahas masalah yang terjadi pada dirinya.
"Masih di pak dosen." Jawab Reno.
"Kok ngak di minta si yah. Febri bosen ngak ada ponsel." Febri merengek, terus ayahnya ngapain ngotot mau ke kampus kalau ujung-ujungnya ponselnya tidak jadi diminta. Aish membayangkan hidup tanpa ponsel ia rasa hidupnya akan menderita.
"Ayah kok bisa kenal sama Pak Arkan" Febri mengatakan itu sebelum ia lupa fakta betapa terkejutnya dia saat tahu dua orang pria itu saling mengenal.
"Bisa dong,"
"Ayah pamit ke kantor dulu. Kalau mau minta ponselnya minta aja sama Bagas Ayah udah bilang." Reno langsung pergi, ketika mereka sampai di parkiran.
Febri hanya bisa cemberut, ketika melihat ayahnya masuk ke dalam mobil. Febri berjalan kembali untuk menemui pak Arkan. Dosennya yang menyebalkan.
"Pak Arkan!"
"Iya,"
Febri langsung duduk di sofa, ia menatap tajam Arkan. Sedang Arkan mencincingkan mata melihat ekspresi Febri seakan menantang dirinya. Gadis itu adalah gadis yang akan engkau nikahi ucap batin Arkan. Ia langsung memijat pelipisnya mendengar itu.
"Pak Arkan saya minta ponsel saya."
"Seminggu kamu lupa dengan kesepakatan awal."
"Tapikan ayah saya tadi sudah datang."
"Saya tidak pernah meminta ayah kamu datang ke kampus."
Febri langsung bungkam, ia jadi bingung mau membalas apa. Febri memejamkan matanya.
"Kamu ngapain masih disitu? Kamu mau menggoda saya." Badan Febri langsung tegak mendengar itu, dia langsung siaga takut kejadian kemarin terjadi lagi. mengingat kemarin tubuhnya jadi merinding merasakan sentuhan Arkan yang nikmat itu.
"Kamu pasti sedang memfikirkan kejadian kemarin." Febri menatap Arkan garang. Sialan pria tua itu tau saja apa yang sedang dipikirkan.
"Kamu ketagihankan sama sentuhan saya." Tiba-tiba Arkan jadi mesum, Febri merasa pipinya terasa panas membayangkan sentuhan dosen itu. Andai saja Arkan tidak berhenti dan meneruskannya. Astaga sekarang siapa yang mesum.
"Kenapa pipi kamu memerah?" goda Arkan dengan mengedipkan mata.
"Saya benci sama bapak," menahan malu Febri langsung berdiri, pergi dan membanting pintu dengan kencang. Meninggalkan Arkan yang saat ini tertawa terbahak-bahak melihat Febri yang termakan godaaannya. Ia tidak pernah merasakan seperti ini sebelumnya dunianya seakan-akan hidup kembali. Mengingatnya dengan suatu hal yang selalu Arkan pendam dari hidupnya.
"Itu hanya masalalu," Arkan menggelengkan kepalanya lalu kembali menyalakan layar laptonya menyelesaikan tugasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
MUKAYAH SUGINO
bagus pak arka 🤣🤣🤣
2022-01-27
0
Sifa Sarifatul Hikmah
kayanya kalo febri ngga bkln nulis di buku deh thor , dia bakalan langsung ngmnk paling seharian ngga bres2 ngmnk.n dosa arkan 🤣🤣🤣
2021-05-19
0
bunda_nya(kaankahfi)
in shaa allah suka ma genre dosgan gini hehehe
2021-04-24
0