Jangan lupa Vote And Coment
BAB 1
Arkan menuliskan materi tentang membuat teks ekposisi di kelas Academy Writing, menjadi dosen Bahasa Inggris ternyata membosankan tidak seenak yang ia bayangkan ada rasa menyesal kenapa ia tidak kuliah di jurusan teknik saja. Arkan menghela napas, tapi bagaimanapun ia tidak pernah bisa melawan ibunya. Ibunya yang menginginkan ini, lagi pula Arkan juga bersyukur dia masih bisa kuliah padahal waktu itu ayahnya meninggal dan ibunya hanyalah seorang guru PNS di SMP. Gaji yang tidak seberapa itu digunakan untuk mencukupi kehidupan mereka dan adik Arkan yang masih SMP, Arkan juga sesekali menyambi dengan mengajar Les Bahasa Inggris untuk memenuhi kebutuhannya, ia tidak ingin Ibunya yang sudah tua itu terbebani.
Arkan menghela napas, kemudian ia menulis general structure teks ekposisi di papan tulis yang berisi Thesis, Argument dan Reiteration. Ia harus banyak bersyukur, jangan terus mengeluh seperti ini, ia masih beruntung. Arkan berusaha menghibur dirinya.
Arkan membalikkan badannya. Baru saja ia ingin menerangkan, matanya menangkap sosok gadis yang lagi-lagi membuat ulah di kelasnya. Gadis yang duduk di pojok kelas dengan memegang ponsel sambil berbicara pada temannya, pasti gadis itu tidak menyadari jika Arkan sedari tadi memperhatikannya sedang murid lain sedang sibuk mencatat.
Arkan mendekati mereka berdua, dan mereka sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Arkan berdiri di dekat mereka ia penasaran dengan apa yang mereka bicarakan khususnya Febri yang matanya dari tadi fokus ke layar ponsel. Apa ponsel itu lebih menarik dari pada pelajaran di kelasnya? Tanpa sadar ia mengeram tidak suka.
"Kamu kenal Mas Malik Prasetya yang kandidat Presiden BEM kampus. Katanya dia itu kakak kelas kita pas SMA."
"ckckc, ya kenal, dia itu Ketua PMR dulu. Dan dia sering banget berdiri di belakang kamu waktu upacara."
Kenapa mereka membicarakan bocah tengil itu? Arkan mendesis tidak suka. Siapa sih yang tidak kenal bocah songong yang suka bolak-balik gedung rektorat hanya untuk hal-hal yang tidak penting? Apalagi bocah itu adalah keponakan dari Rektor kampus, jadi dia bisa melakukan segala hal seenaknya. Arkan mendesah kenapa ia harus dikelilingi orang-orang tengil. Tapi kenapa ia merasa tersaingi dengan bocah itu, Arkan menggelengkan kepalanya. Pasti ada yang salah dengan otaknya saat ini.
"Apa, kok aku ngak tahu?" ucap Savira, Arkan masih menjadi pendengar setia, sudut matanya masih mencoba mencari apa yang Febri lihat.
"Kamukan ngak pernah peka sama sekitar." Febri menatap Savira sebal. Arkan memincingkan matanya ketika melihat video yang melintas di matanya. Sangat tidak pantas untuk di tonton waktu mata kuliahnya dia pikir ini kelas porno apa. Ia mengeram kesal, sekuat mungkin ia berusaha menahan amarahnya. Ia tidak ingin terlihat labil di depan anak muridnya.
"Tapi kok bisa."
"Bisalah." Ucap Febri dengan nada sedikit keras.
"Tapi kok aku ngak per-" Sudah cukup kesabaran Arkan habis, dia merebut ponsel itu lalu menatap tajam kedua muridnya ini. Savira menghentikan ucapannya melihat wajahnya.
Arkan tak akan memberi ampunan, di gengamnya ponsel mahal itu. Arkan yakin ini adalah ponsel keluaran terbaru yang harganya selangit itu.
"SIALAN!!" Maki Febri sambil berdiri. Ketika melihat siapa yang mengambil ponselnya. Mata gadis itu melotot hampir keluar, ia langsung menunduk mengetahui jika orang itu adalah Arkan. Arkan bisa menebak pasti Febri berharap saat ini juga ia bisa menghilang dari kelas ini.
Arkan melihat video yang terpampang di sana sekilas dan ia sudah bisa menebak isinya. Bingo seperti tebakannya, ia langsung memasukkan ponsel itu ke dalam kantongnya. Ia geram kepada Febri kenapa ia berani melakukan hal konyol di kelasnya menonton video klip yang berunsur dewasa, walaupun gadis itu sudah dewasa. Tapi dia bisa melihat tempat dan sikon. Ia mengumpat dalam hati, ia rasa dosanya bertambah banyak setelah ini.
"Ponsel anda, saya sita. Keruangan saya jika kamu berminat mengambilnya, dan saya akan menambah hukuman untuk anda Miss Febri karena mengobrol dan menonton porno di kelas saya." Ucap Arkan, ia menatap Febri dengan tatapan yang sulit diartikan siapapun.
"Dan untuk anda Miss Savira, kamu saya maafkan karena Essay kamu mendapat nilai tertinggi di kelas ini, tapi jika lain kali saya melihat anda mengobrol lagi di kelas saya, saya akan menghukum anda." Entah kenapa Arkan tidak berminat menghukum Savira, ia lebih tertarik pada Febri, karena Savira mungkin tidak seceroboh Febri yang menonton hal seperti itu di kelasnya. Arkan memijit pelipisnya sebentar, ia rasa ia akan bertambah tua diusianya yang hampir memasuki 30 Tahun ini.
"Baik pak." Ucap Savira dengan nada takut.
"Kalau begitu kelas ini selesai,"
"Assalamualaikum." Ucap Pak Arkan sambil melangkah pergi meninggalkan kelas tanpa menoleh. Ia rasa sudah cukup nanti dia bisa mengganti kelas ini dengan tugas membuat essay, sekarang yang terpenting adalah menenangkan pikirannya yang akhir-akhir ini membuatnya sakit kepala.
"Waalaikumsalam."
*****
Arkan memasuki ruangannya, baru saja ia duduk. Suara perempuan menghentikan langkahnya. Febri ikut memasuki ruangan itu. ia duduk di sebrang sofa. Selain menjadi dosen ia diangkat sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris jadi wajar jika ia memiliki ruangan yang luas. Arkan menatap gadis itu tajam.
"Miss Febri, kamu tahukan kesalahan apa yang kamu lakukan."
"Pak maafin saya, saya janji ngak akan ngulangin lagi pak. Saya mohon kembalikan ponsel saya pak. Nanti ayah saya marah, kalau tahu ponsel yang baru dia belikan kemarin disita bapak." Arkan mengerutkan keningnya mendengar penjelas Febri yang dipenuhi suara rengekan. Sudah terlihat jelas gadis ini sangat manja, pasti dia memohon pada ayahnya untuk membeli ponsel ini.
"Tapi tidak dengan menonton hal seperti itu," Febri menelan ludahnya.
"Kamu tahukan saya merasa tidak dihargai dengan kelakuan kamu. Dan saya harus menghentikan kelas saya. Yang lebih parah adalah di saat saya mengajar kamu malah menonton hal yang berbahaya seperti itu, apa kamu tidak tahu jika itu yang terjadi pada kamu."
Arkan bangkit dari duduknya, bergerak menghampiri Febri. Febri merinding ketika melihat tak ada jarak di antara mereka, Arkan mencodongkan tubuhnya ke arahnya.
"Kamu tahu bagamaina rasanya jika orang dewasa pria dan wanita berdekatan seperti ini." Tangan Arkan memegang bahu Febri, lalu mengelusnya dengan sensual. Febri kehilangan akal merasakan sentuhan itu, namun semua lenyap begitu saja ketika dosen tampan itu mencengkram bahunya erat, lalu menatapnya tajam.
"Kau akan berakhir seperti yang tadi kau lihat diponselmu, kamu mau sebagai wanita diperlakukan seperti itu oleh seorang pria." Febri menggeleng dengan cepat, Arkan menghembuskan napas lega ketika dia berhasil melewati hal gila ini. Ia hampir saja ingin menyentuh mahasiswanya sendiri. Jika ibunya tahu pasti ia akan langsung dicoret jadi anak.
Arkan tak habis pikir niat awal mau membuat Febri takut malah dirinya hampir keblablasan gadis ini malah menikmatinya. Sialan tiba-tiba gairahnya naik, Arkan mencoba menenangkan dirinya. Kemudian menatap Febri dan baru ia sadari gadis itu sangat cantik dan tadi ia hampir merusak kecantikanya itu.
Arkan menghela napas, "Saya beri keringanan. Ponsel anda saya sita selama seminggu." Ucap Arkan tenang lalu ia bangkit berdiri menjauh dari Febri ia takut berbuat hal yang lebih.
Febri yang awalnya masih terbawa suasana panas yang digetarkan Arkan langsung melotot mendengar itu, ia tidak terima. "Tapi pak," Baru saja Febri ingin Protes Arkan langsung mencela. "Seminggu atau selama-lamanya."
Febri menjadi lesu, ucapan Arkan tidak bisa di ganggu gugat. Ia kemudian mengangguk menyetujui seminggu, dari pada ia harus kehilangan ponsel barunya.
"Kalau begitu kamu bisa keluar." Arkan mengusir Febri, ia rasa mengerjai gadis seperti Febri tidak ada salahnya.
"APA?"
"Keluar, ada perlu apa lagi, kamu mau bersihiin ruangan saya." Arkan mengangkat alisnya lalu mengarahkan telunjuknya ke arah pintu agar Febri cepat keluar.
Febri mendengus, kemudian ia keluar ruangan dengan lesu sambil membanting pintu sangat keras. Ia sudah tidak peduli lagi dengan rasa hormat. Pria itu begitu menyebalkan baginya. Tidak pernah ada orang yang bersikap seperti itu padanya. Ia rasanya ingin menangis, pasti nanti ayahnya akan menceramahinya dan berujung ia dihukum tidak boleh keluyuran lagi. Membayangkan itu saja membuatnya sangat-sangat kesal. Ia harap dia tidak akan pernah mendapatkan jodoh seperti Arkan pasti hidupnya akan penuh intimidasi seperti itu.
"Dasar kau dosen sialan, awas saja akan kubalas kau nanti." Janji Febri dalam hati. Membayangkan rencana-rencana licik yang ia susun di kepala cantiknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Damiri
semangat
2024-05-19
0
Eman Sulaeman
semangat
2022-06-08
0
Dewi senjabutirbutirpasirdlaut
wah..wah..berani bener neng nonton gituan di jam pelajaran,gue yg bernyali double aja kagak berani lho buka hp eh gue tipe orng disiplin donk
2022-05-06
0