Mencintai Mantan Istri Sahabatku
Lisa tengah sibuk menata makanan di meja. Sesekali dia berteriak kepada Hana dan Hamza yang masih berkutat dengan seragam sekolah mereka. Hana adalah anak perempuannya yg berusia tujuh tahun dan duduk di kelas satu SD, sedangkan Hamza adalah anak laki-lakinya yg berusia tiga tahun dan bersekolah di Play Group.
Hana keluar dari kamar dengan rambut yg masih acak-acakan. Lisa mengeluh," Ya ampun, Hana!" Dia segera menyisir rambut Hana dan dikuncir kuda.
Belum selesai kuncir kuda Hana tertata dengan sempurna, keluarlah Hamza yg masih mengenakan kaos dalam saja. Lagi-lagi Lisa mengeluh, tapi tak ada kata yg keluar dari mulutnya. Dia langsung menyambar seragam sekolah Hamza dan memakaikannya dengan rapi.
Masih belum selesai memakaikan seragam di bungsu, Handi, suami Lisa keluar dari kamar dengan baju setengah terkancing sambil menerima telpon," Iya, Bos, maaf. Aku bangun kesiangan, Bos. Baiklah, lima menit lagi aku keluar. Siap!"
Lisa menatap suaminya," Ayah ngga sarapan dulu?"
"Maaf ya, Bun, Ayah sudah terlambat nih. Si bos Haris sudah di depan gang," jawab Handi memelas.
Lisa melirik jam dinding, masih pukul enam lebih tiga puluh menit. " Pagi sekali jemputnya? Biasanya jam delapan?"
" Hari ini ada pengecekan proyek di ujung kota, Bun, makanya berangkatnya pagi sekali," jawab Handi yg sudah merapikan kemejanya.
Lisa hanya menganggukan kepalanya. Dia kembali mengurusi keperluan sekolah anak-anaknya dan menyuapi mereka sarapan. Handi bekerja di perusahaan produksi pipa baja selama sepuluh tahun ini. Pemilik perusahaan itu adalah sahabatnya sendiri yang bernama Haris. Handi dipercaya menjadi wakil direktur di perusahaan tersebut dan dia bertanggung jawab sampai dengan tender proyek itu berjalan sempurna. Jadi, dia akan mengawasi penuh bagaimana proyek itu berjalan dan memastikan tidak ada kesalahan pada setiap proyeknya, sesuatu hal yang hanya akan dipercayakan seorang Haris kepada Handi, bahkan segala keputusan baik buruknya suatu proyek lebih banyak diberikan oleh Handi ketimbang Haris. Pasalnya, selain usia Haris yg lebih muda lima tahun, Handi juga lebih berpengalaman dibanding Haris di bidang ini. Hal yg paling disukai Haris adalah Handi selalu mementingkan profesionalisme dalam bekerja, dia tidak akan mau mengambil tender yang mengharuskan menurunkan kualitas produksi mereka. Bagi Handi, keuntungan akan sejalan dengan terjaganya kualitas pipa mereka, tidak perlu takut mereka akan kalah tender dengan perusahaan lain.
Saking akrabnya bos dan anak buah ini, setiap hari Haris menjemput Handi di depan gang rumahnya. Rumah kontrakan Handi dan Lisa memang berada di dalam gang sempit yang tidak bisa dimasuki mobil. Maka setiap pagi, Handi akan berjalan menuju depan gang dan berangkat ke kantor bersama bosnya. Tidak ada jarak di antara mereka.
Lisa memandang suaminya yang serampangan memakai sepatunya. Entah kenapa dia memandangi suaminya dari ujung kepala hingga ujung kaki, sampai-sampai dia tahu di ujung sepatu Handi ada debu yg menempel. Mendadak hati Lisa gelisah seolah tidak ingin Handi berangkat kerja.
" Ayah nanti pulang jam berapa?," tanya Lisa.
Handi mendongak, menatap heran istrinya. Tumben Lisa tanya begitu, batin Handi. " Mungkin malam, Bun. Nanti Ayah kabari lagi. Ayah bawa kunci rumah kok."
" Hati-hati di jalan ya, Ayah." Raut wajah Lisa sudah terlihat khawatir.
Handi menyadari ada yang aneh dengan istrinya, tapi dia mengacuhkannya, dia sudah sangat terlambat. Akhirnya, dia mengecup kening Lisa. Kemudian, dia mencium pipi Hana dan Hamza bergantian. " Ayah berangkat!," teriaknya. Dia berlari menuju ujung gang tempat bos Haris sudah menunggu.
Lisa masih menatap punggung suaminya. Dia mencengkeram dadanya. Perasaan apa ini?, katanya dalam hati. Tadi dia melihat sekilas gurat aneh di wajah suaminya. Dia seolah melihat wajah suaminya memutih seperti mayat. Bahkan jantungnya berdegup seketika dan hatinya mengatakan bahwa mungkin suaminya tidak akan pulang. Entahlah, kenapa dia berpikir seperti itu. Bahkan punggung suaminya yang berlari menjauh tampak samar di matanya.
" Bunda!," suara si kecil Hamza menyadarkan Lisa dari lamunannya. " Ayo, kita berangkat sekolah!"
" Ah ya, baiklah," Lisa tersenyum memandang anak-anaknya yang sudah cantik, tampan dan rapi. Tampak bersemangat berangkat ke sekolah. Melihat wajah anak-anaknya, Lisa berusaha melupakan perasaan aneh yg mengganggu pikirannya.
Apa aku kurang perhatian ya sama Mas Handi? Ah, nanti aku dandan sedikit biar Mas Handi senang, Lisa menepis pikiran buruknya. Dia tersenyum kecil dan segera membonceng anak-anaknya, mengantarkan mereka ke sekolah masing-masing
*****
" Woy, ngapain melamun?," tanya Haris kepada Handi.
Handi yg tidak sadar dirinya melamun, tersenyum malu. " Tadi tumben banget Lisa tanya aku pulang jam berapa, padahal biasanya ga pernah."
" Ya elah begitu aja sampai melamun, Bro," Haris tertawa, " Si Dini malah tiap jam tanya begitu ke aku, bikin jengkel aja." Dini adalah kekasih Haris yg sudah lima tahun ini menjalin hubungan dengannya.
" Dini kan beda sama Lisa. Lisa itu kan orangnya cenderung cuek, Bro. Dia mana pernah tanya aku pulang jam berapa kalau aku kerja."
" Ya ampun, dia itu istrimu apa bukan sih? Masa kayak gitu ngga pernah tanya?," tanya Haris tersenyum mengejek.
" Tapi menurutku dia itu cuek plus pengertian luar biasa, Bro. Menurut dia, pekerjaanku ini tidak terpaku dengan jam, jadi daripada dia nunggu aku pulang yang ngga jelas jamnya, lebih baik dia ngga tanya. Dia juga ngga pernah melarang aku main sama teman-temanku. Buktinya aku masih bisa ngopi sana sini. Ya, kan!"
" Baiklah, yg istrinya pengertian luar biasa," timpal Haris jengkel. Handi dan Haris tertawa.
Haris dan Handi memasuki sebuah kawasan pembangunan PLTU di pinggiran kota. Haris memarkir mobilnya dan ada seorang laki-laki mendatangi mereka. Usianya kira-kira seumuran mereka, perawakannya tinggi, dan dia menyunggingkan senyum terbaiknya.
" Bapak Handi?," katanya sambil menjabat tangan Handi.
" Ya, betul. Kamu pasti Sofyan ya, anak buah Pak Jatmiko."
" Betul, Pak," jawab Sofyan sambil sedikit membungkukkan badan.
Handi memperkenalkan Haris," Ini Pak Haris, Direktur dari PT. Harang Pradana Steel tempat saya bekerja."
Sofyan menjabat tangan Haris. "Pak, dia yang akan membantu kita dalam proyek ini," kata Handi. Dalam lingkup pekerjaan, Handi akan menanggalkan segala keakraban mereka dan memperlakukan Haris selayaknya atasannya. Itulah salah satu point yang disukai Haris kepadanya.
" Saya mohon kerjasamanya, Pak Sofyan," Haris balas jabat tangan Sofyan.
" Panggil Sofyan saja, Pak, biar lebih akrab," kata Sofyan sambil terus tersenyum.
" Ah, baiklah," kata Haris.
Sofyan menyerahkan id card tamu dan safety helm sebagai syarat memasuki kawasan proyek. Sofyan mengajak mereka berkeliling kawasan proyek yang akan dijadikan PLTU terbesar se-Indonesia itu. Hari ini difokuskan kepada tempat dipasangkan pipa cerobong api yg diproduksi oleh perusahaan Haris. Mengingat tempat itu memiliki luas ratusan hektar, Sofyan mengajak mereka menaiki mobil patroli proyek yang tersedia disana. Sofyan menjelaskan detail tempat itu satu per satu dan sukses membuat kepala Handi dan Haris menoleh ke kanan dan ke kiri. Mereka sudah melewati beberapa blok dan akhirnya sampailah mereka di tempat yg dituju. Haris mendongakkan kepalanya ke atas dan melihat pipa bajanya sedang dipasang oleh banyak pekerja.
Handi melihat Haris mengangguk-angguk sambil tersenyum puas.
" Aku ingin melihat dari dekat." Haris melangkah mendekati pipa itu.
" Pak, itu berbahaya!," teriak Handi merendengi langkah Haris.
" Apanya yang berbahaya? Banyak pengamannya begitu kok!," timpal Haris. Dia sudah berada tepat di bawah pemasangan pipa tersebut. Pipa itu masih disangga banyak kawat baja dan banyak pekerja yang memasangkan baut untuk menguatkan pemasangan pipa.
Haris mendongak dengan bangga, sementara Handi terlihat cemas. " Ya ampun, sudah kubilang ini berbahaya. Mundurlah!"
Handi ikut mendongak dan disitulah itu terjadi. Entah bagaimana kawat penyangga pipa terakhir terlepas dan para pekerja berteriak keras. Baut baja besar dan sudah terpasang melenting jauh dan perlahan-lahan pipa baja seberat ratusan ton itu jatuh secara dramatis, langsung menuju tempat Handi dan Haris berada. Kecepatan jatuhnya sungguh tak terkira. Secepat kilat, Handi mendorong tubuh Haris menjauh dan Haris tidak tahu apa yg terjadi. Yang dia tahu dia jatuh berdebam di lantai beton yg panas dan berdebu hingga matanya kelilipan. Saat dia bangun dan menebaskan debu di tubuhnya, dia mendengar Sofyan, sopir mobil proyek dan para pekerja di atas berteriak histeris. Teriakan yang sangat menyanyat hati. Matanya menelusuri keadaan sekitar, yang dia cari hanyalah Handi. Hatinya terasa sakit dan teriris karena melihat tangan Handi mencuat di balik pipa baja yg terjatuh itu. Darah segar mengalir perlahan-lahan dari bawah pipa baja. Yang Haris tahu, dia langsung berlari ke arah pipa itu sambil berteriak sekeras mungkin," HANDIIIIIIIII......!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
🌹Devitha anggraini🌹
ya Allah aku bayangin kok ikut merasakan sakit ya. sedih
2022-10-17
0
Cirludin Birds
baru baca udh mewek gue😭😭😭
2021-04-06
1