KAMAR MAYAT

Lisa menjalani hari itu seperti biasa. Setelah dia mengantarkan Hana dan Hamza ke sekolah mereka masing-masing, Lisa berbelanja ke pasar dan pulang untuk masak. Hari ini dia akan masak sayur asem dan perkedel jagung kesukaan suaminya. Dia benar-benar bertekad memberikan perhatian pada suaminya khusus di hari itu. Lisa melirik ponselnya beberapa kali dan dia tidak menemukan pesan dari suaminya sama sekali, yang ada hanyalah pesan dari ibu-ibu teman sekolah Hana dan Hamza yang sedang membahas acara sekolah yang akan datang. Entah mengapa hati Lisa kembali cemas. Biasanya setiba Handi di tempat kerjanya, dia mengirim pesan singkat kepada Lisa dan mengucapkan beberapa kata-kata gombalan yg mampu membuat Lisa tersenyum geli. Hari ini pesan seperti itu tidak ada sama sekali.

Pukul dua belas, Lisa menjemput Hamza dan pukul satu siang, dia menjemput Hana, masih dengan pikiran-pikiran aneh yg menyelimuti otaknya. Ketika berhadapan dengan kedua anaknya, otak Lisa serasa blank. Dia hanya akan berkonsentrasi mengurus kedua buah hatinya karena tingkah mereka yang luar biasa aktif. Lisa tidak akan sempat memegang handphonenya karena dia sibuk meneriaki anaknya agar tidak melakukan hal-hal yg berbahaya, contohnya lompat naik turun tempat tidur atau mencolok-colok steker listrik, dan dia juga sibuk menyuapi anaknya yang sulit makan bila sudah asyik bermain.

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul tiga. Lisa baru saja selesai membersihkan rumahnya yang berantakan seperti kapal pecah karena anak-anaknya melempar mainan mereka. Hana dan Hamza sedang tidur siang. Saat inilah, Lisa baru bisa mengambil handphonenya dan mengecek siapa saja yang mengirimkan pesan kepadanya. Ada beberapa pesan dari ibu teman Hamza dan Hana, pesan dari ibu mertuanya yang tinggal di Kuningan, pesan dari adik iparnya yang tinggal di Sukabumi menanyakan kabar Hana dan Hamza. Dia tidak menemukan pesan dari Handi, suaminya. Merasa cemas, Lisa mengirimkan pesan kepada Handi," Ayah sudah makan? Kok tumben ngga ada kabar sama sekali. Ayah sibuk sekali ya?"

Lama sekali Lisa menunggu, tapi tak kunjung mendapatkan jawaban dari suaminya, sementara dia sudah mengobrol lama dengan teman-teman, ibu mertua dan adik iparnya. Kemudian dia mengecek pesannya kepada Handi sekali lagi dan dia mengerutkan dahinya karena pesannya kepada Handi tidak terkirim. Sejak kapan Handi menonaktifkan handphonenya? Seingat Lisa, suaminya tidak mungkin melakukannya pada jam kerja. Lisa mengingat-ingat apakah Handi lupa men-charge baterai handphonenya. Kelihatannya juga tidak, dia ingat bahwa Handi tadi pagi mencabut kabel charge baterai handphonenya karena ditelpon pagi-pagi sekali oleh Haris. Ataukah Handi kehabisan paketan? Ini lebih tidak mungkin! Bagi Handi haram hukumnya kehabisan paketan. Itu sama saja dengan kehilangan separuh nyawanya. Apa yang terjadi pada Handi kalau begitu? Ini tidak terjadi seperti biasanya.

BRAKKK!!!

Lisa tersentak karena tiba-tiba angin kencang menerpa pintu rumah kontrakannya. Jantungnya sampai berdegup keras saking kagetnya dan dia berjalan ke arah pintu. Angin sedang berhembus kencang menerbangkan daun-daun seperti topan kecil. Lisa secara otomatis mendongakkan kepala ke arah langit dan dia melihat awan-awan mendung menggumpal di beberapa bagian langit. Wah, mendung! Sepertinya akan turun hujan, batinnya.

Lisa menutup pintu rumahnya, lalu dia mendengar handphonenya berdering keras. Dia berlari menuju bufet tempat dia meletakkan handphonenya, berharap mungkin Handi yg menelponnya, tapi yang dia temukan adalah nama Haris di layar handphonenya.

" Hallo," Lisa mengangkat telponnya.

" Lisa....," suara Haris terdengar bergetar, dia sedikit terisak.

" Haris, ada apa?," ucap Lisa ikut khawatir. Apakah gerangan yang membuat seorang Haris yg perawakannya tinggi besar itu seperti sedang menangis di ujung sana.

" Handi......"

" Ada apa? Ada apa dengan suamiku?," teriak Lisa.

" Handi...kecelakaan...., dia... di Rumah Sakit..."

Tubuh Lisa seketika lemas. Dia mencengkram pinggiran bufet menjaga kakinya agar tetap berdiri. " APAAAA? BAGAIMANA MUNGKIN? APA YANG TERJADI? BAGAIMANA KEADAAN SUAMIKU?"

" Handi kecelakaan....berat.... Lisa,...," Haris terdengar menelan ludah, suaranya semakin serak dan dengan tercekat," Handi...dia... meninggal..."

" APAAAA?!," Lisa berteriak sambil menangis meraung-raung. Dia jatuh duduk bersimpuh, kakinya sudah tak kuat lagi. Handphonenya terjatuh di sampingnya, dia tak lagi mendengar Haris mengucapkan apa. " AYAHHHHH!!...SUAMIKUUUUUU!!..HUWAAA"

Teriakan Lisa membuat Hana dan Hamza terbangun. Sambil mengucek-ucek matanya, mereka keluar dari kamar. " Bunda, ada apa?," tanya Hana. Bersamaan dengan itu, Bu Karso, tetangga sebelah kontrakannya membuka pintu dengan keras. Beliau mendengar teriakan Lisa. Merasa khawatir, beliau berlari melesat ke rumah Lisa.

" Bu Handi, ada apa?," Bu Karso mengguncang tubuh Lisa ketika beliau menemukan Lisa duduk lemas di dekat bufet sambil menangis tersedu-sedu.

" AYAAHHHHH....!! HUWAAAAA....HUWAAAA...."

"Bu Handi, ada apa? Apa yang terjadi pada Pak Handi?," tanya Bu Karso lagi.

Mata Lisa menemukan Bu Karso dan dia memeluk beliau, menangis sejadi-jadinya. Bu Karso bingung melihat keadaan Lisa. Beliau memeluk Lisa dan mengelus punggungnya. Kemudian beliau melihat handphone Lisa berbunyi, tampak nama Haris disana dan beliau memberanikan diri mengangkat telpon.

"Hallo..," kata Bu Karso.

****

Bu Karso turun dari taksi memapah Lisa menuju Rumah Sakit. Rupanya keputusannya mengangkat telpon Lisa tadi sungguh tepat. Bu Karso mendapat penjelasan singkat dari Haris apa yang terjadi pada Handi. Beliau sangat terkejut dan terpukul bahwa Handi, tetangganya yang masih muda dan baik hati itu ternyata harus meninggal dunia dengan cara yang tragis seperti ini. Beliau bergerak cepat. Setengah menyeret Lisa dan mendudukkannya di kursi, beliau menyuruh Hana dan Hamza yang ikut menangis kebingungan melihat bundanya masuk ke dalam kamar sampai beliau kembali. Bu Karso menelpon mengumpulkan ibu-ibu sekitar rumah Handi dan meminta mereka untuk datang ke rumah Handi. Beliau menjelaskan kepada ibu-ibu yang datang, Bu Sholeh, Bu Umar, Bu Pardi dan Bu Idrus mengenai kondisi Handi. Ibu-ibu itu terpekik tertahan, bahkan Bu Idrus menangis tersedu-sedu sambil menebah dadanya berkali-kali.

" Kasihan sekali Bu Handi dan anak-anaknya!," kata Bu Idrus dalam tangis.

" Jadi, Ibu-Ibu, saya minta tolong urus semua keperluan di rumah Bu Handi, biar saya ajak Bu Handi ke Rumah Sakit melihat kondisi suaminya," kata Bu Karso.

" Siap, Bu Karso," jawab ibu-ibu serempak.

Maka, disinilah Bu Karso dan Lisa sekarang. Mereka sudah memasuki ruang UGD, kemudian Haris menjemput mereka di pintu. Bu Karso hendak menjerit ketika melihat baju biru langit yang dikenakan Haris penuh dengan darah, tapi beliau menahannya demi Lisa. Benar saja, saat Lisa menyadari keberadaan Haris dan melihat darah di bajunya, Lisa berlari mencengkeram kerah baju Haris dan berteriak menuntut," Apa yang terjadi pada suamiku?" Matanya merah dan melotot kepada Haris. Haris tampak ketakutan dan malu. Matanya sembab, hidungnya merah dan melihat Lisa, dia kembali menitikkan air mata.

" Lisa,...," Haris meraih tangan Lisa di kerah bajunya.

Bukannya melepaskan, Lisa justru memperkuaat cengkeram tangannya pada kerah baju Haris. " DIMANA SUAMIKUUU??," teriaknya. Matanya melotot.

" Lisa,..," Haris tak mampu berkata-kata.

Lisa menurunkan tangannya mengelus dada Haris, dimana di baju itu terdapat darah suaminya. "AYAAHHHH....," Lisa kembali menangis meraung-raung. Bu Karso dengan sigap menangkap Lisa yang hampir terjatuh, demikian pula Haris.

" Pak Haris, dimana Pak Handi?," Bu Karso memecah teriakan Lisa yang memanggil-manggil Handi dalam tangisnya.

" Dia....ada...di...kamar mayat. Mereka...sedang...membersihkannya...," jawab Haris tercekat. Suaranya habis di tenggorokannya.

" Bisa kita kesana?," tanya Bu Karso.

Haris mengangguk. Bu Karso berusaha memapah Lisa, namun tubuh Lisa sudah lemas tak berdaya. Haris kemudian membantunya. Dia memegang tangan Lisa sebelah kiri, sedangkan Bu Karso berada di sebelah kanan. Mereka berjalan di lorong Rumah Sakit yang ramai orang berlalu lalang. Rumah Sakit itu luas dan mereka berjalan jauh menuju kamar mayat yang berada di ujung belakang Rumah Sakit. Lisa masih menangis menjadi-jadi sambil membisikan nama Handi, membuat semua orang yang mereka lewati memandang Lisa dengan raut wajah prihatin.

Haris, Lisa dan Bu Karso sudah sampai di depan kamar mayat. Haris dan Bu Karso membantu Lisa duduk di kursi. Bu Karso ikut duduk di sebelah kanan Lisa, masih memeluk Lisa yang terguncang hebat. Haris berdiri di sudut, menangis tanpa suara. Dia terlihat menerima telpon, dan mengatakan bahwa posisinya berada di depan kamar mayat bersama Lisa menunggu jenazah Handi selesai dibersihkan. Selama lebih dari lima belas menit, mereka bertiga terdiam. Hanya terdengar sesenggukan Lisa. Keheningan mereka terpecah saat ada wanita paruh baya dan seorang perempuan muda menghampiri mereka. Wajah baru tersebut adalah Bu Nani, ibu Haris, dan Dini, kekasihnya. Bu Nani dan Dini terlihat khawatir, apalagi ketika melihat bekas darah di baju Handi yang bahkan belum mengering.

" Ya Tuhan, Haris!," Bu Nani menutup mulutnya. Beliau shock melihat darah di baju Handi. " Apa yang sebenarnya terjadi?"

Haris menjelaskan apa yang terjadi kepadanya dan Handi saat di kawasan proyek tadi. Haris menceritakannya sambil terus menangis. Dia tak mampu membendung emosinya mengetahui Handi meninggal karena menyelamatkan hidupnya.

" Seandainya Handi tidak disana....Seharusnya aku yang mati, Bu...Seharusnya aku yang tertimpa pipa itu...Seharusnya aku yang mati...," raung Haris memukul dadanya," Ini semua salahku...Kalau saja aku....Handi tidak akan meninggal...Dia tidak akan seperti ini...." Haris menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia menangis sejadi-jadinya.

Bu Karso, Bu Nani dan Dini yang mendengarkan cerita Haris ikut menangis dalam diam, sementara Lisa hanya duduk termangu. Matanya tetep menitikkan air mata. Pandangannya kosong. Mulutnya terkatup rapat tak bersuara. Dini mengalihkan pandangannya kepada Lisa, kemudian dia duduk di samping kanan Lisa dan ikut memeluk Lisa sambil memangis tersedu-sedu. Lisa memejamkan matanya. Dia menangis hingga tubuhnya terguncang saat menerima pelukan Dini kepadanya. Dini dan Lisa juga berteman baik, seperti halnya Handi dan Haris, meskipun mungkin pertemanan mereka tak sekental Haris dan Handi. Setidaknya Lisa dan Dini sering saling mengirim pesan dan pernah pergi bersama.

Suasana sedih ini harus terhenti ketika pintu kamar mayat menjeblak terbuka. Perhatian mereka semua teralihkan, tak terkecuali Lisa. Dia seakan tersadar dari keadaannya. Petugas kamar mayat yang seorang laki-laki bertubuh pendek namun kekar itu berkata," Keluarga Pak Handi?"

Lisa berdiri dengan perlahan-lahan, diikuti Bu Karso dan Dini. Dia menjawab," Saya istrinya."

"Jenazah sudah selesai dimandikan dan dikafani. Apakah Ibu berkenan melihatnya dulu?," tanya sang petugas.

Lisa mengangguk. Bu Karso bertanya kepada si petugas," Apakah saya boleh ikut masuk? Saya mau membantu Bu Handi."

Sang petugas yang melihat keadaan Lisa menggangguk mempersilahkan Bu Karso dan Lisa masuk. Haris setengah berlari mengejar Lisa dan Bu Karso. " Pak, saya yang membawanya kesini. Boleh saya ikut masuk juga?"

Petugas itu menjawab," Silahkan, Pak."

Haris masuk ke kamar mayat mengikuti Lisa dan Bu Karso. Di dalam kamar mayat itu ada seorang petugas lagi yang masih berkutat dengan jenazah Handi, laki-laki itu tampaknya membenahi tali kafan jenazah Handi di bagian kakinya. Jenazah Handi diletakkan di sebuah peti. Lisa belum melihat jelas jenazah suaminya. Dia baru melihat siluet dimana seharusnya ada gundukan kaki, disana tidak ada apapun, seperti kosong. Semakin mendekat, Lisa mencari gundukan yang seharusnya ada dada dan tangan, disitu juga terlihat kosong meskipun ada tali kafan yang melilitinya. Lisa mencengkram dadanya berusaha menguatkan dirinya untuk melihat wajah suaminya. Daritadi dia mendengar cerita Haris yang mengatakan bahwa suaminya tertimpa pipa besi baja yang beratnya ratusan ton dan dia bisa mambayangkan bagaimana kondisi jenazah suaminya yang dipastikan tidak utuh. Lisa sudah berada tepat di depan dimana kepala jenazah Handi berada dan dia menutup mulutnya seketika, demikian juga Bu Karso. Itu memang kepala Handi tapi hanya ada separuh. Separuh tengkoraknya remuk, begitulah yang dikatakan si petugas ketika Bu Karso bertanya. Lisa menangis sambil menutup mulutnya. Wajah Handi tampak mengerikan. Hilang sudah wajah penuh tawa dan canda milik Handi. Handi mungkin tidak tampan, tapi dia selalu tersenyum sehingga dia selalu tampak menyenangkan. Melihat kondisi mayatnya sekarang, tidak akan ada yang mengenalinya sebagai Handi. Lisa teringat wajah korban-korban pembunuhan yang ada di film-film horor, tapi wajah jenazah Handi lebih mengerikan lagi daripada itu.

" Kami sudah berusaha sebisa mungkin untuk mengumpulkan tulang dan organ tubuh jenazah, Pak. Melihat kondisinya tidak mungkin kita hanya menguburkannya hanya dengan kain kafan. Kami menyarankan agar beliau dimakamkan dalam peti saja, Pak," kata petugas itu kepada Haris.

" Baiklah, terimakasih, Pak," jawab Haris.

Haris berdiri di belakang Lisa dan Bu Karso. Sesekali dia mengusap matanya yang masih mengeluarkan air mata tanpa suara. Dia masih mengutuki dirinya yang menyebabkan kejadian ini terjadi. Di dalam kepalanya masih berkata, seandainya tadi dia tidak berdiri di bawah pemasangan pipa baja itu, seandainya dia mendengarkan kata-kata Handi bahwa tindakannya berbahaya, seharusnya dia yang mati, bukan Handi. Kata-kata itu terus terngiang di kepala Haris.

Lisa melangkah keluar dari kamar mayat, diikuti Bu Karso yang memapah tubuhnya. Dia sudah tak sanggup lagi memandang wajah suaminya. Dia tak tega melihat wajah suaminya yang sudah menghiasi hidupnya selama delapan tahun ini. Dia terus bertanya-tanya dalam hati, mengapa suaminya mengalami hal setragis ini? Mengapa suaminya harus meninggalkannya dengan kondisi seperti itu? Hilang sudah cita-cita mereka untuk membangun rumah tangga sampai tua, sampai anak-anak mereka menikah dan mereka mempunyai cucu-cucu yang lucu. Hilang sudah harapan Lisa mempunyai keluarga utuh seperti yang selama ini diimpikannya.

Haris melangkah maju mendekat ke peti jenazah kawannya, menggantikan tempat Lisa yang berjalan keluar dengan gontai ditemani Bu Karso. Dia kembali menangis. Dia memutar seluruh kaset memori kebersamaannya dengan Handi selama lima belas tahun ini. Temannya yang paling karib, temannya yang mengenalnya dari ujung kepala sampai ujung kaki, temannya yang paling dia percayai untuk rahasia terdalamnya sekalipun telah pergi meninggalkan dunia ini, bahkan karena dirinya. Betapa dia menyesal dan terpukul karena hal mengerikan ini terjadi pada Handi. Betapa dia merasa bersalah karena dialah yang menyebabkan Handi harus mengalami ini. Betapa dia tidak akan bisa menebus semua kesalahannya karena telah memisahkan seorang suami dengan istrinya dan seorang ayah dengan anak-anaknya. Tidak! Sampai kapan pun dan dengan apapun dia tidak akan bisa menebus semua kesalahannya.

Pertahanan Haris telah goyah. Dia jatuh bersimpuh di bawah peti mati Handi. Menangis dan menangis. Dia akan menangis sampai air matanya kering. Bagaimanapun dia menangis, sebanyak apapun air matanya habis, dia tidak akan bisa menghapus semua kesalahannya terhadap keluarga Handi. Tidak akan pernah bisa!

Terpopuler

Comments

Nenda Win

Nenda Win

handi jbtanx wakil direktur...,masak rmh msih kontrak si....dgang sempit lgi...biasa jbtn selevel handi uda mentereng rmhx...n jg uda bw mobil ad supir malahh...😄 itu spengetahuanq kak..🙏🏻

2021-04-06

0

MUTTAQIN FAMILY

MUTTAQIN FAMILY

suka ceritanya, real tdk mengada-ada, bahasa runtut dan bagus. good job thor 👍

2021-03-29

1

lihat semua
Episodes
1 PIPA BAJA
2 KAMAR MAYAT
3 KENANGAN HANDI DAN LISA
4 MIMPI BURUK
5 LISA, HANA DAN HAMZA
6 SAMPAI DI APARTEMEN MEWAH
7 KEJUTAN
8 TERAPI PERTAMA
9 TIUP LILIN
10 DOKTER HANS VAN HEERDT
11 BIARKAN WAKTU MENGALIR
12 TAK ADA KATA MENYERAH
13 PELUK AKU SETIAP HARI
14 INGGRIS
15 APA AKU MELAKUKAN HAL ANEH?
16 CERITA HARIS
17 PERTENGKARAN
18 MENIKAHLAH SEBELUM DIA PERGI
19 MENIKAHLAH SEBELUM KAMU PERGI!
20 GAGAL
21 RUNDINGAN PERNIKAHAN
22 AKHIRNYA...
23 KU TITIPKAN HARIS KEPADAMU
24 KEPERGIAN DINI DAN KEPUTUSAN HARIS
25 TERAPI KEDUA
26 SIUMAN
27 PERASAAN MACAM APA INI?
28 WILLY TAHU
29 GELUNGAN RAMBUT
30 ORANG DEWASA YANG TAKUT PADA ANAK KECIL
31 SWAFOTO
32 KEKHAWATIRAN BU NANI
33 FOTO
34 FIRASAT BURUK
35 KEJANG-KEJANG LAGI
36 SUREL
37 JABAT TANGAN
38 CEMAS
39 PANGGILAN VIDEO
40 KACAMATA DOKTER ARGA
41 HATI ARGA dan HARIS
42 RENCANA
43 CINTA SI KUTU BUKU
44 KISS
45 HAMZA
46 AKU SUKA PADAMU
47 ISI HATI LISA
48 AKU MEMBUTUHKANMU
49 RENCANA KEDUA
50 GAGAL (LAGI)
51 MANTAPKAN HATI
52 PEMERIKSAAN OTAK
53 MIMPI (1)
54 MIMPI (2)
55 ARGA MUNTAB
56 KOMA
57 MIMPI (3)
58 TEKAD KUAT
59 AKU MENCINTAIMU SEBAGAI TEMAN
60 PINDAH
61 PADA AKHIRNYA
62 MIMPI TERAKHIR
63 SADARKAN DIRI
64 LUPA
65 HILANG
66 CERITA TENTANG MIMPI
67 BERITA
68 DINI (1)
69 DINI (2)
70 BU NANI
Episodes

Updated 70 Episodes

1
PIPA BAJA
2
KAMAR MAYAT
3
KENANGAN HANDI DAN LISA
4
MIMPI BURUK
5
LISA, HANA DAN HAMZA
6
SAMPAI DI APARTEMEN MEWAH
7
KEJUTAN
8
TERAPI PERTAMA
9
TIUP LILIN
10
DOKTER HANS VAN HEERDT
11
BIARKAN WAKTU MENGALIR
12
TAK ADA KATA MENYERAH
13
PELUK AKU SETIAP HARI
14
INGGRIS
15
APA AKU MELAKUKAN HAL ANEH?
16
CERITA HARIS
17
PERTENGKARAN
18
MENIKAHLAH SEBELUM DIA PERGI
19
MENIKAHLAH SEBELUM KAMU PERGI!
20
GAGAL
21
RUNDINGAN PERNIKAHAN
22
AKHIRNYA...
23
KU TITIPKAN HARIS KEPADAMU
24
KEPERGIAN DINI DAN KEPUTUSAN HARIS
25
TERAPI KEDUA
26
SIUMAN
27
PERASAAN MACAM APA INI?
28
WILLY TAHU
29
GELUNGAN RAMBUT
30
ORANG DEWASA YANG TAKUT PADA ANAK KECIL
31
SWAFOTO
32
KEKHAWATIRAN BU NANI
33
FOTO
34
FIRASAT BURUK
35
KEJANG-KEJANG LAGI
36
SUREL
37
JABAT TANGAN
38
CEMAS
39
PANGGILAN VIDEO
40
KACAMATA DOKTER ARGA
41
HATI ARGA dan HARIS
42
RENCANA
43
CINTA SI KUTU BUKU
44
KISS
45
HAMZA
46
AKU SUKA PADAMU
47
ISI HATI LISA
48
AKU MEMBUTUHKANMU
49
RENCANA KEDUA
50
GAGAL (LAGI)
51
MANTAPKAN HATI
52
PEMERIKSAAN OTAK
53
MIMPI (1)
54
MIMPI (2)
55
ARGA MUNTAB
56
KOMA
57
MIMPI (3)
58
TEKAD KUAT
59
AKU MENCINTAIMU SEBAGAI TEMAN
60
PINDAH
61
PADA AKHIRNYA
62
MIMPI TERAKHIR
63
SADARKAN DIRI
64
LUPA
65
HILANG
66
CERITA TENTANG MIMPI
67
BERITA
68
DINI (1)
69
DINI (2)
70
BU NANI

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!