LISA, HANA DAN HAMZA

Dini keluar dari mobilnya. Dia berdiri di depan sebuah rumah sederhana di sebuah desa yang asri dan ramai orang. Hampir semua orang melongok padanya. Penampilan dan mobilnya menjadi sesuatu yang menarik bagi orang-orang desa itu. Mungkin di desa itu tidak ada yang punya mobil sebagus ini dan berpenampilan semodis dirinya.

Dini melangkah memasuki halaman rumah sederhana itu. Halamannya lumayan luas dan rumahnya pun terbilang bagus untuk ukuran sebuah rumah desa, meskipun Dini tetap menilainya sungguh sederhana. Dini sudah mencapai pintu rumah itu dan mengetuknya tiga kali. Tak ada jawaban. Dini mengetuk pintu lagi tiga kali. Kemudian terdengar suara orang berteriak," Iya, sebentar.." Dini otomatis mundur selangkah dari pintu.

Pintu terbuka. Seorang wanita paruh baya berwajah teduh muncul di hadapannya. Bu Sri, ibu Handi, adalah orang yang membukakan pintu sekaligus pemilik rumah yang didatangi Dini. Melihat kedatangan Dini, beliau terkejut namun tersenyum sangat lebar.

" Dini..," ucap Bu Sri bersemangat, sungguh beliau tak percaya Dini akan datang ke rumahnya.

" Apa kabar, Bu?," tanya Dini sambil tersenyum.

" Baik. Ya ampun, apa yang membawamu kemari? Masuklah, Nak!," kata bu Sri. Beliau membuka pintu rumahnya lebar-lebar dan merentangkan tangan kanannya mempersilahkan Dini masuk.

" Mari silahkan duduk. Maaf ya, rumah ibu berantakan," tambah Bu Sri.

Dini duduk di kursi kayu berlengan sambil memandang berkeliling.

" Ngga banyak yang berubah ya,bu," kata Dini. Dia pernah diajak Haris ke rumah ini beberapa kali ketika Handi masih hidup, bahkan Dini pernah menginap di rumah ini pada waktu Handi menikah. Dia tidur sekamar dengan adik perempuan Handi yang paling kecil. Kamar itu letaknya paling ujung. Seperti yang tadi sudah digambarkan, rumah Handi bagus dan luas tapi sederhana. Rumah ini terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, dapur, dan dua kamar mandi. Ada lima kamar di rumah ini, kamar ibu dan bapak Handi, dan yang lain kamar Handi dan ketiga adiknya. Handi punya dua adik laki-laki yaitu Bagas dan Riza dan satu adik perempuan, yaitu anak bungsu dari keluarga ini, bernama Peni dan bersama dialah Dini pernah satu kamar. Haris dan keluarganya sangat akrab dengan keluarga Handi, sebab ibunya berasal dari desa yang sama dengan ibu Handi dan mereka tetangga hanya berjarak beberapa rumah. Sayangnya, tak ada lagi keluarga Haris yang tinggal di desa ini, semua sudah merantau ke kota dan rumah yang ada di desa ini sudah kosong tak berpenghuni sejak nenek dan kakek Haris meninggal dunia. Keluarga Haris hanya sesekali datang dan menengok rumah peninggalan kakek dan nenek mereka. Dini yang sudah berpacaran lebih dari lima tahun dengan Haris otomatis hafal dengan keluarga Haris dan dengan siapa mereka akrab, termasuk keluarga Handi ini.

" Iya, Nak. Tidak ada yang berubah dengan rumah ini. Ibu buatkan minum dulu ya."

Dini mengangguk, lalu Bu Sri masuk ke dapur.

Dini mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Banyak foto yang terpasang disana. Foto keluarga Handi, terdiri dari Pak Suprapto atau Abah To, ayah Handi dan Bu Sri yang duduk di tengah, sementara Handi dan adik-adiknya berdiri di belakang. Ada juga foto Handi, Lisa dan anak-anaknya. Ada pula foto-foto pernikahan anak-anak Bu Sri : foto pernikahan Handi, foto pernikahan Bagas dan foto pernikahan Riza. Seingat Dini, tinggal Peni yang belum menikah, dia masih sekolah pada waktu Handi menikah. Usia Peni terpaut jauh dari kakak-kakaknya.

Dini sudah berkali-kali melihat foto-foto itu setiap dia datang ke rumah Handi, tetapi dia tak selalu mengalihkan pandangannya kesana. Bagaimanapun foto keluarga pasti menggugah minat tamu yang datang ke rumah. Lalu Dini melihatnya, foto yang dipasang belum lama, karena Dini tak pernah melihatnya sebelumnya. Foto Handi berpigura paling besar. Wajah Handi tersenyum lebar di foto itu, berpakaian rapi berwarna putih bersih, tangannya terlipat di dadanya dan di pojok dari pigura itu ada sebuah foto kecil yang ditambahkan. Dini berdiri menuju foto itu dipasang. Bila matanya tak salah lihat, foto kecil itu adalah foto Handi dan Haris berdiri beradu punggung. Posenya sama dengan foto yang besar, hanya saja mereka sama-sama menggunakan helm proyek. Mereka tersenyum setengah tertawa.

Hati Dini terenyuh. Sedemikian baiknya hubungan antara keluarga Haris dan Handi sampai keluarga Handi tak pernah mempersalahkan Haris yang telah menyebabkan kecelakaan fatal itu terjadi pada Handi. Mereka tak pernah menganggap Haris yang telah menyebabkan kematian Handi. Dini teringat Bu Sri berkata kepada Bu Nani saat pemakaman Handi satu tahun yang lalu," Apa yang terjadi pada Handi adalah takdir. Kami tidak akan menyalahkan siapa pun. Bagaimanapun Haris adalah sahabat anakku. Lagipula hal ini terjadi karena Handi mau menolong Haris. Mungkin Haris akan melakukan hal yang sama bila hal ini terjadi pada Handi."

Tanpa sadar Dini menitikkan air mata. Tahukah Handi bila Haris menanggung semua perasaan bersalahnya sendiri selama ini? Tahukah Handi bila Haris hidup menderita karena traumanya?

" Itu foto Haris dan Handi yang ibu punya."

Suara Bu Sri membuat Dini tersentak. Dia menghapus air mata di pipinya. Merasa malu karena Bu Sri memergokinya menatap foto itu lekat-lekat, bahkan menangis di bawahnya.

" Maafkan saya, bu," kata Dini salah tingkah. Lalu dia mengikuti Bu Sri duduk di kursi tamu. Di meja sudah tersedia dua cangkir teh hangat yang asapnya masih mengepul.

" Ngga apa-apa. Mari diminum tehnya. Mumpung masih hangat," kata Bu Sri.

Dini mengangguk pelan. Dia minum teh buatan Bu Sri.

" Kalau boleh tahu, apa yang membuat Nak Dini sampai ke desa ibu? Pasti ada sesuatu yang membuatmu kesini kan?," tanya Bu Sri to the point.

Dini meletakkan cangkir tehnya. "Ibu betul sekali. Saya punya tujuan khusus kesini."

"Apa itu?," tanya Bu Sri.

"Saya ingin membawa Lisa dan anak-anaknya ke Jakarta," jawab Dini tegas.

Bu Sri tampak terkejut. Raut wajahnya menunjukkan suatu keberatan dan tidak terima. "Untuk apa?Lisa dan anak-anaknya hidup dengan baik disini," kata Bu Sri tajam.

Dini menghela napas panjang, kemudian dia menceritakan bagaimana keadaan Haris saat ini kepada Bu Sri secara lengkap dan detail.

****

Lisa sedang menyiangi tanaman sawi dan selada di kebun sayur milik Abah To. Kebun itu sangat luas. Tanahnya sangat subur sehingga tanaman sayur tumbuh dengan baik disana. Abah To adalah pemilik perkebunan sayur terbesar di desa ini. Dia mempekerjakan banyak pemuda dan pemudi desa itu, termasuk Lisa, menantunya sendiri.

Sepeninggal Handi, Abah To dan Bu Sri meminta Lisa dan anak-anaknya, Hana dan Hamza untuk tinggal di Kuningan saja. Toh di Jakarta mereka juga tidak punya keluarga. Lisa menurut. Dia memindahkan semua administrasi termasuk sekolah Hana dan Hamza ke Kuningan dan hidup dengan tenang disana.

Tadinya Lisa ingin bekerja di luar tetapi Abah To dan Bu Sri melarangnya. Abah memintanya bekerja dengannya di kebun, membantu Abah mengurus kebun. Tadinya Abah To menyuruh Lisa bekerja di rumah mengurus segala administrasi dan pembukuan kebun. Dasar Lisa tidak mau diam, dia juga belajar untuk mengurus kebun secara langsung seperti pekerja lainnya. Abah To tidak bisa melarangnya.

Hari ini siang begitu terik. Lisa membenamkan topi capingnya ke balakang, tengkuknya terbakar sinar matahari. Dilihatnya Hana dan Hamza sedang bermain di gubuk di kebun. Dia tersenyum melihat anak-anaknya begitu ceria. Hana dan Hamza terbilang kecil ketika Handi meninggal dunia. Mereka belum sepenuhnya paham bahwa ayah mereka pergi meninggalkan mereka selama-lamanya. Selama ini yang mereka tahu ayahnya sedang membangun rumah di surga. Suatu saat mereka akan bertemu lagi dengan ayahnya disana ketika rumah mereka sudah jadi dan siap dihuni. Lisa tidak menyalahkan cerita karangan Abah To dan Bu Sri itu. Ayahnya memang sedang menunggu mereka di surga. Dia yakin mereka akan berkumpul lagi sebagai keluarga di kehidupan yang akan datang, tapi kini dia dan anak-anaknya harus berjuang hidup dulu.

Lisa tak lagi merundungi nasibnya yang harus menjadi janda di usianya yang masih muda. Dia juga tidak mengeluh harus hidup sendiri lagi sebab ada Hana, Hamza dan keluarga Handi yang mencintainya. Dia ingin menikmati hidupnya meskipun itu sulit. Kepergian Handi menggoreskan luka begitu mendalam di hatinya. Dia sempat mengutuk Haris yang menyebabkan kecelakaan itu terjadi pada Handi. Bu Sri dan Abah To yang telah menyadarkannya bahwa pemikirannya salah. Semua yang terjadi di dunia ini adalah takdir. Tak ada satu manusia pun yang dapat menyebabkannya. Bisa jadi Haris juga akan mengorbankan hidupnya ketika Handi berada di posisi yang sama dengan Haris saat itu. Butuh waktu lama untuk Lisa menerima kenyataan dan mengikhlaskan kepergian Handi. Setahun sudah Handi meninggalkannya, setahun sudah dia melewatkan hari-hari tanpa suaminya. Sekarang dia sudah ikhlas, Handi sudah tenang disana.

" Lisaaa....," terdengar suara Abah To berteriak memanggil namanya.

Lisa berpaling meninggalkan pekerjaannya. Hana dan Hamza sampai berhenti bermain. Abah To berjalan tergopoh-gopoh mencari Lisa.

" Iya, Abah," jawab Lisa berteriak. Dia sanksi Abah To bisa menemukannya di antara sekian pekerja yang mengenakan topi yang sama.

Benar saja. Abah To baru tahu posisi Lisa, dia segera mengubah arah menghampiri Lisa.

"Lisa, ayo ikut abah," katanya hendak menggandeng tangan Lisa.

Lisa meletakkan peralatannya di tanah. "Kemana, Abah? Ada apa?"

Abah To menggandeng tangan Lisa. "Sudah, ayo ikut saja sama abah."

Abah membimbing Lisa yang kebingungan pergi meninggalkan kebun. Hana dan Hamza yang melihat bundanya pergi digandeng Abah To langsung turun dari atas gubuk dan berlari mengikuti mereka.

****

Lisa terbelalak melihat Dini ada di dalam rumah mertuanya, sedang duduk di ruang tamu dan berbicara dengan ibu mertuanya.

"Dini?," ucapnya tak percaya.

"Hai, Lisa, apa kabar?," tanya Dini. Dia berdiri menghampiri Lisa dan memeluknya.

" Ya ampun, aku bau keringat," kata Lisa melepas pelukan Dini membuat Dini tertawa terbahak-bahak.

" Apa yang sedang kamu lakukan?," tanya Dini melihat wajah Lisa yang kucel dan hitam. Bajunya tipis dan bernoda tanah.

" Aku jadi petani sekarang," Lisa tertawa.

" Luar biasa, petani sekarang cantik-cantik ya," seloroh Dini disambut dengan tawa keduanya.

Hana dan Hamza yang sedari tadi bergelayutan di kaki kanan dan kiri Lisa melihat Dini dengan takut.

"Hai, Hana, Hamza, kalian sudah besar ya," kata Dini menyapa Hana dan Hamza," Kalian lupa sama Aunty ya?"

"Sepertinya iya, kamu sih terlalu banyak pasien. Jadi ngga pernah ikut kalau Haris mengajak mereka bermain," kelakar Lisa.

"Ya ampun, saya memang dokter yang terkenal, jadi pasiennya banyak," jawab Dini bergaya angkuh. Dia dan Lisa kembali tertawa terbahak-bahak.

"Ah, ayo duduk," Lisa mengajak Dini duduk kembali. "Sebenarnya apa yang membawamu kemari?"

Bu Sri, Abah To dan Dini saling berpandangan.

Bu Sri yang menjawab pertanyaan Lisa," Lisa, Nak Dini mau minta bantuan padamu."

"Bantuan? Bantuan apa?," tanya Lisa heran. Apa yang diharapkan seorang dokter berbakat sekelas Dini kepada dirinya yang bukan apa-apa.

"Lisa, aku ingin menjemputmu dan anak-anakmu. Aku minta kamu dan anak-anakmu ikut bersamaku ke Jakarta," kata Dini.

" Apa?," tanya Lisa. Dahinya berkerut. Demi apa dia dan anak-anaknya harus pergi ke Jakarta bersama Dini? Dia tak punya keluarga di sana. Dia tak punya pekerjaan. Bagaimana hidupnya dan anak-anaknya bila dia harus berada disana? Dia tak mungkin meninggalkan anak-anaknya untuk bekerja. Dia juga tidak mungkin menitipkan anak-anaknya kepada orang lain bila dia harus bekerja.

" Untuk apa aku ke Jakarta? Keluargaku disini. Hidupku tenang disini," kata Lisa sengit.

" Lisa, mas Haris butuh bantuanmu," jawab Dini memelas.

" Haris?," suara Lisa mulai meninggi. "Untuk apa dia butuh bantuanku?"

Dini tahu ini pasti sulit, maka dia mulai bercerita bahwa kepergian Handi adalah pukulan telak bagi Haris, bahkan hal tersebut benar-benar mempengaruhi jiwanya. Dini bercerita bagaimana Haris harus melalui hidup dengan dihantui rasa bersalahnya kepada Handi dan keluarganya. Dini juga menceritakan selama satu tahun ini Haris mengalami mimpi buruk tentang Handi dan kecelakaan itu, bagaimana Haris frustasi dan depresi. Haris seharusnya memeriksakan diri dan berkonsultasi dengan dokter dan psikiater tetapi Haris menolaknya. Diancam akan dimiskinkan pun, Haris bergeming. Sebagai dokter, Dini tetap beranggapan bahwa Haris butuh terapi kejiwaan namun Haris menolaknya mentah-mentah. Maka, di sinilah Dini berada, dia memohon bantuan Lisa agar mau membujuk Haris untuk pergi berobat. Tentu saja, membujuk dengan cara mendekatkan Lisa dan anak-anaknya dengan Haris. Maksudnya agar tercipta hubungan emosional antara Haris yang merasa sebagai penyebab kematian Handi dengan Lisa dan anak-anaknya sebagai keluarga korban. Dini berharap dengan keberadaan Lisa dan anak-anaknya di dekat Haris akan membuat perasaan bersalah dan penyesalan Haris hilang. Haris akan merasa bahwa dia bertanggung jawab sepenuhnya kepada keluarga korban yang ditinggalkan.

" Lisa, bisakah kamu membantuku?," tanya Dini. Wajahnya benar-benar tulus.

Lisa bingung. Dia sungguh bingung. Dia sudah mengikhlaskan kepergian Handi, tapi dia tidak lupa bahwa karena Haris lah, suaminya pergi meinggalkan dirinya dan anak-anaknya selamanya. Dia ingin membantu. Dia kasihan kepada Haris. Mampukah dia menatap wajah Haris tanpa membencinya? Tampaknya dia belum sanggup.

Lisa hendak membuka mulutnya untuk menjawab permintaan Dini, tetapi Bu Sri menyelanya," Lisa, bagaimanapun Haris adalah sahabat baik Handi."

Lisa terdiam. Ibu mertuanya selalu tahu apa yang ada dalam benaknya. Dia mau menolak permintaan Dini. Banyak yang menjadi pertimbangannya, pendidikan anak-anaknya, pekerjaannya, dan tentunya dia keberatan bertemu muka dengan Haris.

" Handi dan Haris tak pernah terpisahkan sejak kecil. Jiwa mereka terpaut satu sama lain. Abah paham bagaimana perasaan Haris. Lisa, kalau kamu begitu mencintai Handi dan kamu telah mengikhlaskannya, mestinya kamu juga bisa membantu Haris untuk sembuh," tambah Abah To.

" Abah,....," Lisa mengeluh. Abah lah yang selama setahun ini membesarkan hati Lisa. Beliau yang menyembuhkan sakit hati Lisa setelah Handi meninggal. Beliau yang mengajarkan Lisa untuk ikhlas dan sabar, sesulit apapun kondisi kita. Bagaimana mungkin Abah To membandingkan rasa cintanya kepada Handi dengan kecilnya keinginaannya untuk membantu Haris.

" Lisa, pergilah! Bantu Haris!," kata Bu Sri lagi.

" Tapi gimana sekolah Hana dan Hamza? Gimana dengan pekerjaanku? Dimana aku akan tinggal?," bantah Lisa.

Dini segera menjawabnya," Hana dan Hamza akan kami sekolahkan di tempat yang terbaik. Kalian akan tinggal di apartemen pribadi Haris selama di Jakarta dan tanpa mengurangi rasa hormat, aku akan membayarmu untuk memasak dan mengurus keperluan rumah. Aku akan memastikan hidup kalian terjamin selama kalian disana."

Lisa memandang mata Dini dalam-dalam. Di sana benar-benar terpancar rasa cinta yang dalam dan tulus kepada Haris. Raut wajahnya menunjukkan dia ingin melakukan yang terbaik untuk Haris.

Lisa berganti memandang anak-anaknya yang sedari tadi bergelayutan di kedua ketiaknya. Mereka mendengarkan pembicaraan orang-orang dewasa ini dengan seksama tanpa memahami apa maksudnya. Hana terlihat berpikir keras. Mata kecilnya memperhatikan Dini dengan intens. Hamza hanya menyembunyikan wajahnya di balik bahu Lisa.

Lisa juga memandang kedua mertuanya dan mereka mengangguk-angguk. Lisa menghela napas panjang. "Baiklah," katanya mantap," Aku akan ikut denganmu ke Jakarta."

Mata Dini seketika berkaca-kaca.

Episodes
1 PIPA BAJA
2 KAMAR MAYAT
3 KENANGAN HANDI DAN LISA
4 MIMPI BURUK
5 LISA, HANA DAN HAMZA
6 SAMPAI DI APARTEMEN MEWAH
7 KEJUTAN
8 TERAPI PERTAMA
9 TIUP LILIN
10 DOKTER HANS VAN HEERDT
11 BIARKAN WAKTU MENGALIR
12 TAK ADA KATA MENYERAH
13 PELUK AKU SETIAP HARI
14 INGGRIS
15 APA AKU MELAKUKAN HAL ANEH?
16 CERITA HARIS
17 PERTENGKARAN
18 MENIKAHLAH SEBELUM DIA PERGI
19 MENIKAHLAH SEBELUM KAMU PERGI!
20 GAGAL
21 RUNDINGAN PERNIKAHAN
22 AKHIRNYA...
23 KU TITIPKAN HARIS KEPADAMU
24 KEPERGIAN DINI DAN KEPUTUSAN HARIS
25 TERAPI KEDUA
26 SIUMAN
27 PERASAAN MACAM APA INI?
28 WILLY TAHU
29 GELUNGAN RAMBUT
30 ORANG DEWASA YANG TAKUT PADA ANAK KECIL
31 SWAFOTO
32 KEKHAWATIRAN BU NANI
33 FOTO
34 FIRASAT BURUK
35 KEJANG-KEJANG LAGI
36 SUREL
37 JABAT TANGAN
38 CEMAS
39 PANGGILAN VIDEO
40 KACAMATA DOKTER ARGA
41 HATI ARGA dan HARIS
42 RENCANA
43 CINTA SI KUTU BUKU
44 KISS
45 HAMZA
46 AKU SUKA PADAMU
47 ISI HATI LISA
48 AKU MEMBUTUHKANMU
49 RENCANA KEDUA
50 GAGAL (LAGI)
51 MANTAPKAN HATI
52 PEMERIKSAAN OTAK
53 MIMPI (1)
54 MIMPI (2)
55 ARGA MUNTAB
56 KOMA
57 MIMPI (3)
58 TEKAD KUAT
59 AKU MENCINTAIMU SEBAGAI TEMAN
60 PINDAH
61 PADA AKHIRNYA
62 MIMPI TERAKHIR
63 SADARKAN DIRI
64 LUPA
65 HILANG
66 CERITA TENTANG MIMPI
67 BERITA
68 DINI (1)
69 DINI (2)
70 BU NANI
Episodes

Updated 70 Episodes

1
PIPA BAJA
2
KAMAR MAYAT
3
KENANGAN HANDI DAN LISA
4
MIMPI BURUK
5
LISA, HANA DAN HAMZA
6
SAMPAI DI APARTEMEN MEWAH
7
KEJUTAN
8
TERAPI PERTAMA
9
TIUP LILIN
10
DOKTER HANS VAN HEERDT
11
BIARKAN WAKTU MENGALIR
12
TAK ADA KATA MENYERAH
13
PELUK AKU SETIAP HARI
14
INGGRIS
15
APA AKU MELAKUKAN HAL ANEH?
16
CERITA HARIS
17
PERTENGKARAN
18
MENIKAHLAH SEBELUM DIA PERGI
19
MENIKAHLAH SEBELUM KAMU PERGI!
20
GAGAL
21
RUNDINGAN PERNIKAHAN
22
AKHIRNYA...
23
KU TITIPKAN HARIS KEPADAMU
24
KEPERGIAN DINI DAN KEPUTUSAN HARIS
25
TERAPI KEDUA
26
SIUMAN
27
PERASAAN MACAM APA INI?
28
WILLY TAHU
29
GELUNGAN RAMBUT
30
ORANG DEWASA YANG TAKUT PADA ANAK KECIL
31
SWAFOTO
32
KEKHAWATIRAN BU NANI
33
FOTO
34
FIRASAT BURUK
35
KEJANG-KEJANG LAGI
36
SUREL
37
JABAT TANGAN
38
CEMAS
39
PANGGILAN VIDEO
40
KACAMATA DOKTER ARGA
41
HATI ARGA dan HARIS
42
RENCANA
43
CINTA SI KUTU BUKU
44
KISS
45
HAMZA
46
AKU SUKA PADAMU
47
ISI HATI LISA
48
AKU MEMBUTUHKANMU
49
RENCANA KEDUA
50
GAGAL (LAGI)
51
MANTAPKAN HATI
52
PEMERIKSAAN OTAK
53
MIMPI (1)
54
MIMPI (2)
55
ARGA MUNTAB
56
KOMA
57
MIMPI (3)
58
TEKAD KUAT
59
AKU MENCINTAIMU SEBAGAI TEMAN
60
PINDAH
61
PADA AKHIRNYA
62
MIMPI TERAKHIR
63
SADARKAN DIRI
64
LUPA
65
HILANG
66
CERITA TENTANG MIMPI
67
BERITA
68
DINI (1)
69
DINI (2)
70
BU NANI

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!