Genggaman Mafia

Genggaman Mafia

Prolog

"Semua yang aku rasakan... belum tentu dimengerti orang lain. Bahkan oleh mereka yang paling dekat sekalipun."

---

Suara tangisan menggema di ruang tamu rumah besar keluarga Bismawira malam itu.

“Hiks... hiks... hiks... Papa…” tangis Viola pecah, lututnya lemas saat melihat tubuh Papa-nya, Tyo Bismawira, terbujur kaku di lantai dengan selimut putih menutupi tubuhnya.

“KALIAN MEMFITNAH PAPA SAYA! SAMPAI PAPA MENGALAMI SERANGAN JANTUNG DAN MENINGGAL DUNIA!” teriak Viola histeris pada dua pria berpakaian formal berdiri dingin di hadapannya.

“Kami tidak memfitnah,” jawab salah satu dari mereka tenang, tanpa empati. “Tuan Tyo telah merugikan perusahaan Bos kami. Dia melakukan korupsi dalam jumlah besar. Itu fakta.”

“OMONG KOSONG! PAPA SAYA BUKAN ORANG SEPERTI ITU!” Viola memeluk tubuh ayahnya erat, air mata membanjiri wajahnya.

Putri, Mama Viola yang sejak tadi menangis di sudut ruangan akhirnya berdiri. Wajahnya masih dipenuhi duka, namun dia memaksa dirinya tenang. “Boleh saya melihat buktinya?” suaranya lirih namun tegas.

Salah satu pria itu menyerahkan berkas. “Ini semua data lengkapnya.”

Putri membuka halaman demi halaman dokumen itu. Wajahnya berubah pucat, tangannya bergetar. “Tidak... ini tidak mungkin...”

“Sudah jelas, bukan?” ujar pria kedua. “Karena itu, sesuai prosedur, kami akan menyita semua aset milik Tuan Tyo sebagai ganti rugi. Termasuk rumah ini dan kendaraan yang terdaftar atas namanya.”

“Tolong beri kami waktu dua hari. Setidaknya... biarkan kami menguburkan almarhum dengan layak.” pinta Putri menahan isak.

“Kami mengerti. Dua hari. Setelah itu, rumah ini bukan milik kalian lagi.”

---

Setelah pemakaman Papa-nya yang penuh isak dan keheningan, Viola pulang bersama Putri. Langit sore terlihat muram, seolah ikut berkabung.

“Mama, kita akan tinggal di mana?” tanya Viola di dalam mobil, suaranya nyaris tak terdengar.

“Di rumah Mama yang dulu, Sayang. Rumah kecil hadiah dari Papa waktu awal pernikahan. Bukan rumah mewah, tapi... cukup untuk kita.”

Viola mengangguk pelan. “Nggak apa-apa, Ma. Viola nggak butuh rumah besar, selama masih bisa sama Mama.”

Putri mengelus kepala Viola, menyembunyikan kesedihan dalam senyum lembutnya. “Kamu harus kuat, Sayang. Jangan terus larut dalam kesedihan. Papa pasti ingin kamu tetap tersenyum.”

“Iya, Ma... Viola akan berusaha ikhlas,” ucapnya sambil memeluk Mamanya erat.

Tak lama kemudian, Viola melepaskan pelukan itu dan berkata, “Ma, Viola mau cari kerja. Viola nggak mau Mama tanggung semuanya sendiri.”

Putri tersenyum tipis. “Kalau kamu mau bantu Mama di butik, Mama akan senang. Tapi kalau kamu ingin mandiri, Mama dukung sepenuhnya.”

---

Keesokan harinya, Viola dan Mamanya meninggalkan rumah besar mereka. Rumah yang penuh kenangan kini hanya tinggal masa lalu. Mobil kesayangan Viola—hadiah ulang tahun ke-17 dari sang Papa—juga harus ditinggalkan.

Setengah jam kemudian, mereka tiba di kompleks perumahan sederhana. Mama Putri membuka gerbang pagar putih kecil dan mempersilakan Viola masuk.

“Ini rumah kita sekarang, Sayang,” katanya lembut.

Viola masuk sambil menarik koper. Ia menghela napas, mencoba menguatkan dirinya. Tapi begitu membuka pintu kamar—ia langsung mundur satu langkah.

“LO SIAPA?” teriaknya kaget.

Seorang pria bertopeng berdiri di sudut ruangan, menatapnya dingin.

“Lo nggak perlu tahu siapa gue. Tapi satu hal yang pasti... lo akan jadi milik gue, selamanya. Si tua bangka itu udah mati—nggak ada yang bisa ngelindungin lo sekarang.”

Viola gemetar. “JANGAN HINA PAPAKU! GUE NGGAK AKAN SUDI SAMA ORANG BAJINGAN KAYAK LO! LO PASTI YANG FITNAH PAPA GUE, KAN?!”

Pria itu terkekeh pelan. “Tebakan yang bagus, Baby.” Ia mendekat perlahan. “Dan sekarang, waktunya gue ambil semua yang harusnya jadi milik gue.”

“GUE AKAN BALAS LO!” Viola berteriak, mundur ketakutan.

“Turunkan nada bicaramu, Baby.” Ia menyentuh pipi Viola—dingin, mengerikan.

“PERGIII!!! JANGAN SENTUH GUE!!!”

---

“Sayang! Sayang! Bangun! Ini Mama!” suara Putri mengguncang Viola dari mimpi buruknya.

Viola terbangun dalam peluh dingin dan tangis. Ia langsung memeluk Mamanya erat.

“Sayang, kamu kenapa?” tanya Putri cemas.

Viola tak menjawab, hanya menangis di pelukan Mamanya. Mimpi buruk itu... terasa terlalu nyata.

Terpopuler

Comments

Tiia

Tiia

Mantap Thor 👍bagus ceritanya

2021-07-15

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!