~GM-004~

~"Lo milik gue, Vi. Gue nggak akan pernah lepasin Lo."~

.

.

.

.

.

🌷🌷🌷🌷🌷

Hendrik mengantar Viola pulang ke rumahnya.

Viola masih belum bertemu dengan William, orang yang telah menyuruh Hendrik untuk menyelamatkannya.

"Hendrik." Panggil Viola.

"Ada apa, Vi?" Tanya Hendrik dengan melihat Viola sekilas dan langsung menatap jalan kembali.

"William siapa sih? Gue bahkan belum bisa bertemu dengannya. Gue belum bisa bilang makasih ke dia."

"Nanti Lo bakal tau sendiri, Vi. Dia memang belum pengin nunjukin wajahnya ke Lo aja. Dia takut kalau Lo lihat dia, Lo langsung jatuh cinta padanya." Kekeh Hendrik.

"Apaan sih. Emangnya dia seganteng apa? Sampai-sampai nanti kalau pertama kali lihat dia, gue bisa jatuh cinta?"

"Iya, sebelas dua belas sama gue lah."

"PD banget Lo, emang Lo ganteng?"

"Iyalah, banyak wanita yang antri hanya untuk berfoto sama gue."

"Idih narsis."

Hendrik hanya terkekeh dengan Viola yang menggerutu tidak jelas. Hendrik mengembangkan senyumannya saat sekilas melihat Viola yang cemberut.

"Vi, Vi. Kenapa Lo buat gue kayak gini? Gue mau move on dari Lo. Tapi, Lo malah selalu bisa buat gue bahagia dengan tingkah laku Lo." Batin Hendrik.

Sesampainya di rumah Viola.

"Makasih." Ketus Viola yang langsung keluar dari mobil Hendrik. Hendrik hanya tersenyum melihat tingkah Viola.

Hendrik langsung menancapkan gas meninggalkan rumah Viola.

Viola memasuki rumahnya, matanya langsung terbuka lebar saat melihat Mamanya terbaring kaku di sofa dengan wajah dan badannya yang berlumuran darah.

"MAMA." Teriak Viola.

"Hiks.. hiks.. hiks.. Mama kenapa ninggalin Viola sendiri. Mama bangun, Ma. Viola nggak bisa hidup tanpa Mama." Ucap Viola yang terus menggoyang-goyangkan tubuh Mamanya.

"Mama.. hiks.. hiks.. hiks.. maafin Viola, Ma." Tangis Viola pecah sambil menyatukan keningnya diwajah Mamanya.

"Kalau saja Viola nggak kabur dari rumah baj*ngan itu, pasti Mama masih hidup. Hiks.... hiks... hiks... Maafin Viola, Ma." Ucap Viola yang terus menangis.

"Mama, Viola janji. Viola bakal balas dendam ke Zoni. Biar Mama tenang disana. Mama jangan khawatir, Viola nggak akan berbuat macam-macam yang bakal melukai Viola, sebelum Viola balas dendam." Ucap Viola dengan menatap wajah Mamanya.

"Mamaaa... hiks... hiks... hiks... "Viola kembali menangis dengan kencang.

DORR..

Satu tembakan melesat tepat di sofa samping Viola.

Viola hanya kaget dengan tembakan itu. Tapi sebisa mungkin dia bersikap biasa aja.

"Hay, Sayang. Gimana hukumannya? Puas nggak?" Tanya Zoni, dialah yang menebak tadi.

"Makanya jangan bermain-main sama gue, Vi." Ucap Zoni dengan mengangkat kasar dagu Viola. Viola hanya terdiam tak bersuara.

"Kalau Lo masih nggak mau sama gue, jangan harap Lo akan hidup dengan tenang." Ucap Zoni.

"Gue akan balas dendam sama Lo." Ucap Viola yang menepis tangan Zoni.

Viola mencoba untuk kabur dari sana, tetapi langkahnya kurang cepat. Zoni terlebih dahulu menggenggam tangan kanan Viola.

"Lo nggak bisa kabur dari gue, Vi." Ucap Zoni dengan meninggikan nadanya.

"LEPASIN GUE." Berontak Viola.

"Lo milik gue, Vi. Gue nggak akan pernah lepasin Lo."

"Kalau Lo nggak mau lihat gue mati, lepasin gue sekarang." Ucap Viola. Entah dari mana, Viola mendapatkan pisau yang sekarang dia pegang dengan tangan kirinya.

"Lo nggak usah macam-macam, gue nggak mau kehilangan Lo."

"MAKANYA LEPASIN GUE." Bentak Viola. Zoni langsung melepaskan tangan Viola. Viola langsung kabur dari sana, disusul anak buah Zoni.

Viola terus berlari entah kemana, yang penting kakinya terus melangkah.

"Aduh... maaf gue nggak sengaja." Ucap Viola yang menabrak seorang laki-laki.

"Eh tunggu." Ucap laki-laki itu. Namun, tidak dihiraukan oleh Viola. Viola terus berlari.

Tiba-tiba...

"Aaaaaa...." Teriak Viola yang melihat sebuah mobil akan menabraknya. Dengan refleks, dia menutup matanya.

Namun, setelah beberapa saat dia membuka matanya dan terlihat dia baik-baik saja.

Dari kejauhan, sudah terlihat anak buah Zoni semakin dekat.

Tanpa berpikir panjang, Viola langsung menggedor-gedor kaca mobil yang hampir menabraknya tadi. Viola memohon untuk mengajaknya pergi. Laki-laki yang ada di mobil itu pun setuju.

Laki-laki itu menancapkan gas dengan kecepatan tinggi, Viola hanya terdiam memikirkan Mamanya.

"Maaf, Ma. Viola belum bisa memakamkan jenazah Mama sekarang. Tapi, besok Viola akan kembali buat makamin Mama dengan layak. Maaf Ma, memang Viola belum bisa jadi anak yang berbakti buat Mama." Batin Viola.

Butiran air sedikit demi sedikit turun ke pipi Viola.

"Kamu kenapa?" Tanya William. Yah benar, orang yang akan menabrak Viola tadi adalah William. Rencananya, William ingin pergi ke Perusahaan Papanya, tapi tidak jadi.

"Mama saya mati ditangan laki-laki baj*ngan itu. Saya bahkan belum sempat memakamkan jenazah Mama saya, karena saya dikejar-kejar terus sama anak buah laki-laki itu." Ucap Viola dengan menatap lurus kedepan.

"Ingin sekali aku memeluk kamu, Vi. Tapi aku akan mencoba untuk menahannya." Batin William.

"Kamu yang sabar iya."

"Eh iya. Makasih Pak, sudah menolong saya." Ucap Viola yang teringat dengan kejadian tadi.

"Memangnya saya setua itu? Sampai kamu panggil saya Pak?"

"Nggak sih, anda terlihat masih muda." Ucap Viola yang melihat sekilas ke arah William.

Deg..

"Kenapa dia sangat familiar? Apa gue pernah melihatnya?" Batin Viola.

"Panggil saya Kak aja. Umur saya masih 25 tahun kok." Ucap William.

"Beda 2 tahun sama saya." Ceplos Viola. William hanya tersenyum tipis melihat tingkah Viola.

"Oh iya, nama Kakak siapa?" Tanya Viola dengan memberanikan diri.

"Will."

"Will? Will siapa?"

"Nanti juga kamu bakal tau."

"Kenapa gue langsung ingat dengan William? Padahal gue belum pernah bertemu dengannya." Batin Viola.

"Kak, aku turun di perempatan jalan depan aja." Ucap Viola.

"Nggak bisa, kamu sudah masuk dimobilku jadi mobil ini nggak akan berhenti kalau belum sampai ke tempat tujuan." Ucap William dengan tersenyum penuh arti. Sedangkan Viola terkejut mendengar pernyataan William.

"Gue mau dibawa kemana? Kalau Kak Will jahat sama gue gimana? Tapi, kenapa gue merasa kalau dia sangat baik?" Batin Viola.

.

🌺🌺🌺🌺🌺

30 menit kemudian.

"Hah inikan Mansionnya Tuan William. Apa jangan-jangan Kak Will itu William?" Batin Viola.

Viola turun dari mobil dan mengikuti William yang masuk ke Mansionnya. Sesampainya di ruang tamu.

"Jadi, Kak Will itu Tuan William?" Tanya Viola.

"Iya." Ucap William dengan datar. Memang, William akan bersikap datar jika di Mansion Pribadinya, kecuali di kamarnya dan ruangan pribadinya.

"Benarkah? Kak Will tau. Setelah Kak Will menyuruh Hendrik buat mengajakku kabur, Mamaku jadi korbannya, Kak. Mama meninggal karena aku kabur dari rumah baj*ngan itu." Ucap Viola dengan menangis.

Entah bisikan dari mana, William langsung memeluk Viola.

"Apa kamu menyesal keluar dari rumah itu?" Tanya William.

"Aku sangat menyesal, Kak. Karena Mama jadi korbannya." Ucap Viola yang masih terisak dipelukan William.

"Apa kamu mau kembali kesana?" Tanya William dengan datar sambil melepas pelukannya.

"Nggak akan pernah mau, karena semuanya udah terjadi. Mamaku sudah meninggal. Aku tinggal balas dendam ke laki-laki brengsek itu." Ucap Viola dengan amarah yang memuncak.

William yang melihat amarah Viola, hanya tersenyum tipis.

"Aku akan membantumu." Ucap William yang langsung bisa membuat Viola menatap ke arahnya dengan penuh harapan.

Terpopuler

Comments

Novianti Ratnasari

Novianti Ratnasari

seruuu

2021-07-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!