~"Lo milik gue, Vi. Gue nggak akan pernah lepasin Lo."~
---
Hendrik akhirnya mengantar Viola pulang ke rumahnya. Sesuai janji, dia mengantar Viola saat matahari sudah mengarah ke Barat.
Viola lumayan kecewa, karena masih belum bertemu dengan William, orang yang telah menyuruh Hendrik untuk menyelamatkannya.
"Hendrik." Panggil Viola.
"Ada apa, Vi?" Tanya Hendrik dengan melihat Viola sekilas dan langsung menatap jalan kembali.
"William siapa sih? Gue bahkan belum bisa bertemu dengan sama dia. Gue belum bisa bilang makasih ke dia."
"Nanti lo bakal tau sendiri, Vi. Dia memang belum pengin nunjukin wajahnya ke lo aja. Dia takut kalau lo lihat dia, lo langsung jatuh cinta padanya." Goda Hendrik sembari terkekeh.
"Apaan sih. Emangnya dia seganteng apa? Sampai-sampai nanti kalau pertama kali lihat dia, gue bisa jatuh cinta?" Suara Viola sedikit menyolot tidak terima.
"Iya, sebelas dua belas sama gue lah." Dengan bangganya Hendrik mengucapkan kalimat itu.
"PD banget lo, emang lo ganteng?" Pertanyaan menohok Viola tak membuat Hendrik terdiam.
"Iyalah, banyak wanita yang antri hanya untuk berfoto sama gue." Ucap Hendrik dengan tertawa.
"Idih narsis."
Hendrik hanya terkekeh dengan Viola yang menggerutu tidak jelas. Hendrik mengembangkan senyumannya saat sekilas melihat Viola yang cemberut.
"Vi, Vi. Kenapa lo buat gue kayak gini? Gue mau move on dari lo sebelum rasa ini semakin besar. Tapi, lo malah selalu bisa buat gue bahagia dengan tingkah laku konyol lo itu." Batin Hendrik.
Tak berselang lama, sampailah di rumah Viola.
"Makasih." Ketus Viola yang langsung keluar dari mobil Hendrik. Hendrik hanya tersenyum melihat tingkah Viola. Hendrik langsung menancapkan gas meninggalkan rumah Viola. Tanpa menunggu Viola masuk ke dalam rumah.
Viola memasuki rumahnya, matanya langsung terbuka lebar saat melihat Mamanya terbaring kaku di sofa dengan wajah dan badannya yang berlumuran darah.
"MAMA." Teriak Viola.
"Hiks.. hiks.. hiks.. Mama kenapa ninggalin Viola sendiri. Mama bangun, Ma. Viola nggak bisa hidup tanpa Mama." Ucap Viola yang terus menggoyang-goyangkan tubuh Mamanya.
"Mama.. hiks.. hiks.. hiks.. maafin Viola, Ma." Tangis Viola pecah sambil menyatukan keningnya diwajah Mamanya.
"Kalau saja Viola nggak kabur dari rumah bajingan itu, pasti Mama masih hidup. Hiks.... hiks... hiks... Maafin Viola, Ma." Ucap Viola yang terus menangis. Rasa bersalahnya semakin besar.
Tapi entah ada keberanian dari mana. Tiba-tiba ada dendam besar yang harus Viola tuntasnya. Dengan menatap jasad Mamanya yang terbujur kaku, Viola terdiam sesaat sebelum akhirnya berkata, "Mama, Viola janji. Viola bakal balas dendam ke Zoni. Biar Mama tenang disana. Mama jangan khawatir, Viola nggak akan berbuat macam-macam yang bakal melukai Viola, sebelum Viola balas dendam." Ucapnya
"Mamaaa... hiks... hiks... hiks... " Viola kembali menangis dengan kencang.
DORR..
Satu tembakan melesat tepat di sofa samping Viola.
Viola hanya kaget dengan tembakan itu. Tapi sebisa mungkin dia bersikap biasa aja.
"Hai, Sayang. Gimana hukumannya? Puas nggak?" Tanya Zoni, dialah yang menebak tadi.
"Makanya jangan bermain-main sama gue, Vi." Lanjut Zoni dengan mengangkat kasar dagu Viola. Viola hanya terdiam tak bersuara.
"Kalau lo masih nggak mau sama gue, jangan harap lo akan hidup dengan tenang." Ucap Zoni tajam.
"Gue akan balas dendam sama lo." Ucap Viola yang menepis tangan Zoni. Suaranya tegas dan ada getaran amarah.
Viola mencoba untuk kabur dari sana, tetapi langkahnya kurang cepat. Zoni terlebih dahulu menggenggam tangan kanan Viola.
"Lo nggak bisa kabur lagi dari gue, Vi." Ucap Zoni dengan meninggikan nadanya.
"LEPASIN GUE." Berontak Viola.
"Lo milik gue, Vi. Gue nggak akan pernah lepasin lo lagi."
"Kalau lo nggak mau lihat gue mati, lepasin gue sekarang." Ucap Viola. Entah dari mana, Viola mendapatkan pisau yang sekarang dia pegang dengan tangan kirinya.
"Lo nggak usah macam-macam, gue nggak mau kehilangan lo." Ada ketakutan tersendiri jika dia harus kehilangan Viola.
"MAKANYA LEPASIN GUE." Bentak Viola. Zoni langsung melepaskan tangan Viola. Viola langsung kabur dari sana, disusul anak buah Zoni.
Viola terus berlari entah kemana, yang penting kakinya terus melangkah.
"Aduh... maaf gue nggak sengaja." Ucap Viola yang menabrak seorang laki-laki.
"Eh tunggu." Ucap laki-laki itu. Namun, tidak dihiraukan oleh Viola. Viola terus berlari.
Tiba-tiba...
"Aaaaaa...." Teriak Viola yang melihat sebuah mobil akan menabraknya. Dengan refleks, dia menutup matanya.
Namun, setelah beberapa saat dia membuka matanya dan terlihat dia baik-baik saja. Mobil itu tidak menabraknya.
Dari kejauhan, sudah terlihat anak buah Zoni semakin dekat.
Tanpa berpikir panjang, Viola langsung menggedor-gedor kaca mobil yang hampir menabraknya tadi. Viola memohon untuk mengajaknya pergi. "Gue mohon... bawa gue pergi...."
Laki-laki yang ada di mobil itu pun setuju. Dia membuka kunci pintu mobilnya, membiarkan Viola masuk. Laki-laki itu langsung menancapkan gas dengan kecepatan tinggi, Viola hanya terdiam memikirkan Mamanya.
"Maaf, Ma. Viola belum bisa memakamkan jenazah Mama sekarang. Tapi, besok Viola akan kembali buat makamin Mama dengan layak. Maaf Ma, memang Viola belum bisa jadi anak yang berbakti buat Mama." Batin Viola.
Butiran air sedikit demi sedikit turun ke pipi Viola.
"Kamu kenapa?" Tanya William. Yah benar, orang yang akan menabrak Viola tadi adalah William. Rencananya, William ingin pergi ke Perusahaan Papanya, tapi tidak jadi.
"Mama saya mati ditangan laki-laki bajingan itu. Saya bahkan belum sempat memakamkan jenazah Mama saya, karena saya dikejar-kejar terus sama anak buah laki-laki itu." Ucap Viola dengan menatap lurus kedepan, raut wajahnya sedih dan ada butiran air mengalir di pipinya namun dengan cepat dia langsung menghapusnya.
"Ingin sekali aku memeluk kamu, Vi. Tapi aku akan mencoba untuk menahannya." Batin William.
"Kamu yang sabar iya." Ucap William mencoba menenangkan.
"Eh iya. Makasih Pak, sudah menolong saya." Ucap Viola yang teringat dengan kejadian tadi. Dia langsung menatap ke arah William dan menunduk sopan sebagai ucapan terima kasih.
William menatap sekilas ke arah Viola. "Memangnya saya setua itu? Sampai kamu panggil saya Pak?"
"Nggak sih, anda terlihat masih muda." Ucap Viola yang melihat sekilas ke arah William. Dia menatap William dengan sangat dalam, seperti sedang mengingat-ingat siapa William karena wajahnya yang familiar.
Deg..
"Kenapa dia sangat familiar? Apa gue pernah melihatnya?" Batin Viola.
"Panggil saya Kak aja. Umur saya masih 25 tahun kok." Ucap William.
"Beda 2 tahun sama saya." Ceplos Viola. William hanya tersenyum tipis melihat tingkah Viola.
"Oh iya, nama Kakak siapa?" Tanya Viola dengan memberanikan diri.
"Will." Ucap William singkat.
"Will? Will siapa?" Tanya Viola penasaran.
"Nanti juga kamu bakal tau."
"Kenapa gue langsung ingat dengan William? Padahal gue belum pernah bertemu dengannya." Batin Viola.
"Kak, aku turun di perempatan jalan depan aja." Ucap Viola.
"Nggak bisa, kamu sudah masuk dimobilku jadi mobil ini nggak akan berhenti kalau belum sampai ke tempat tujuan." Ucap William dengan tersenyum penuh arti. Sedangkan Viola terkejut mendengar pernyataan William.
"Gue mau dibawa kemana? Kalau Kak Will jahat sama gue gimana? Gila, gue nggak kepikiran sampai sana. Tapi, kenapa gue merasa kalau dia sangat baik?" Batin Viola.
---
30 menit kemudian. Mobil biru William memasuki gerbang sebuah Mansion yang besar, berwarna gelap.
"Hah inikan Mansionnya Tuan William. Apa jangan-jangan Kak Will itu William?" Batin Viola.
Viola turun dari mobil dan mengikuti William yang masuk ke Mansionnya. Sesampainya di ruang tamu.
"Jadi, Kak Will itu Tuan William?" Tanya Viola.
"Iya." Ucap William dengan datar. Memang, William akan bersikap datar jika di Mansion Pribadinya, kecuali di kamarnya dan ruangan pribadinya.
"Benarkah? Kak Will tau. Setelah Kak Will menyuruh Hendrik buat mengajakku kabur, Mamaku jadi korbannya, Kak. Mama meninggal karena aku kabur dari rumah bajingan itu." Ucap Viola dengan menangis.
Entah bisikan dari mana, William langsung memeluk Viola.
"Apa kamu menyesal keluar dari rumah itu?" Tanya William.
"Aku sangat menyesal, Kak. Karena Mama jadi korbannya." Ucap Viola yang masih terisak dipelukan William.
"Apa kamu mau kembali kesana?" Tanya William dengan datar sambil melepas pelukannya.
"Nggak akan pernah mau, karena semuanya udah terjadi. Mamaku sudah meninggal. Aku tinggal balas dendam ke laki-laki brengsek itu." Ucap Viola dengan amarah yang memuncak.
William yang melihat amarah Viola, hanya tersenyum tipis.
"Aku akan membantumu." Ucap William yang langsung bisa membuat Viola menatap ke arahnya dengan penuh harapan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Novianti Ratnasari
seruuu
2021-07-24
1