~GM-001~

"Jangan harap, gue nggak akan mau sama orang kayak lo."

---

Viola duduk termenung di depan rumahnya. Tatapannya kosong, menembus batas langit yang cerah pagi itu.

"Sayang, kamu kenapa?" tanya Putri, lembut, sembari menyentuh pundaknya.

Viola menoleh pelan. "Nggak apa-apa, Ma," jawabnya dengan senyum yang dipaksakan. "Mama mau ke butik?"

"Iya. Kamu nanti mau keluar atau di rumah aja?" tanya Putri sambil merapikan tas tangannya.

"Viola mau ke taman kota, Ma. Sambil cari lowongan kerja, siapa tau ada."

"Kamu kerja di butik Mama aja, gimana?" tawar Putri.

Viola tersenyum lembut, tapi menggeleng. "Nggak deh, Ma. Viola pengen belajar mandiri. Kalau semuanya dikasih Mama, Viola nggak akan pernah tahu rasanya berjuang sendiri."

Putri memandang anak perempuannya penuh sayang, lalu mengangguk. "Baiklah. Jaga diri ya, Sayang. Mama berangkat dulu."

"Iya, Ma. Hati-hati." Viola mencium tangan ibunya, lalu melambaikan tangan pelan.

---

Pukul 09.00 pagi.

Viola sudah duduk di bangku taman, memandangi hijaunya rumput dan birunya langit. Di kejauhan, seorang anak perempuan tertawa ceria saat dikejar-kejar ayahnya.

Ada rasa ngilu yang menusuk dada Viola.

“Papa…” bisik hatinya lirih. Rindu yang tak pernah selesai.

Tak tahan oleh dorongan rindu itu, Viola memutuskan untuk berjalan kaki menuju makam Papanya. Perjalanan yang memakan waktu sekitar 30 menit itu ia jalani tanpa keluhan. Langkahnya pelan, tapi pasti.

Namun di tengah jalan, seseorang menabraknya.

"Eh, maaf, Kak!" ucap seorang anak perempuan kecil, berusia sekitar delapan tahun. Bajunya kotor, rambutnya kusut dan tampak lusuh.

"Nggak apa-apa. Seharusnya Kakak yang minta maaf," kata Viola sambil tersenyum hangat.

Tiba-tiba, suara perut anak itu terdengar. Kruuukkkk...

Viola langsung berjongkok. "Kamu lapar, ya? Siapa namamu?"

"Ratna, Kak. Iya, Kak. Aku lapar." Ucap Ratna sembari memegang perutnya.

"Kamu mau makan?" Tanya Viola.

Anak itu hanya mengangguk pelan, matanya berbinar walau wajahnya terlihat lelah.

Viola menggandeng tangan Ratna menuju sebuah warung sederhana di pinggir jalan.

"Bu, satu nasi komplit ya. Sama air mineral." Ucap Viola ke penjaga warung.

"Siap, Neng," jawab si pemilik warung ramah.

Saat makanan datang, Ratna langsung makan dengan lahap. Viola hanya menatapnya dengan perasaan campur aduk—sedih, kasihan, dan marah pada dunia yang tak adil.

Setelah makan…

"Kamu belum sarapan tadi?" tanya Viola.

"Aku belum makan dari kemarin," jawab Ratna pelan, menunduk.

Viola tercekat. "Orang tuamu mana?"

"Mamaku udah meninggal. Papaku nyuruh aku cari uang… buat makan."

Viola menghela napas panjang. "Maaf, Kakak nggak bermaksud bikin kamu sedih."

"Nggak apa-apa, Kak. Ratna udah biasa. Terima kasih ya Kak atas makanannya."

Saat Ratna bersiap pergi, Viola menahan tangannya. Ia mengeluarkan dua lembar uang seratus ribu.

"Ini buat kamu. Sekarang pulang, ya. Istirahat. Jangan keliling dulu."

Ratna menatap Viola tak percaya. "Beneran, Kak?"

"Iya. Kamu anak baik. Kakak percaya kamu bisa jadi hebat suatu hari nanti."

Ratna memeluk Viola. "Makasih, Kak. Ratna nggak akan lupa kebaikan Kakak."

"Wa’alaikumussalam, Ratna. Hati-hati di jalan."

Viola menatap kepergian Ratna dengan senyum, tak sadar bahwa ada seseorang yang sejak tadi membuntutinya.

---

Viola melanjutkan langkah ke makam ayahnya.

"Assalamu’alaikum, Pa. Ini Viola. Viola kangen banget sama Papa..." isaknya, sambil menyentuh batu nisan.

Air matanya tak terbendung.

"Papa, maaf ya… selama ini Viola sering nyusahin. Viola banyak nuntut, minta ini itu… Tapi Viola sayang Papa. Viola selalu doain Papa tiap malam. Semoga Papa tenang di sana..."

Dari kejauhan, sosok misterius memotret momen itu dan mengirimkan ke seseorang.

Call On.

"Halo, Bos. Nona Viola sedang di makam ayahnya."

"Oke. Terus pantau dia."

"Baik, Bos."

Call Off.

---

Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba tangan kuat membungkam mulut dan hidung Viola. Dunia Viola menggelap. Ia dibawa paksa ke sebuah rumah tersembunyi.

Sementara itu, orang yang mengawasinya panik.

Call On.

"Bos! Ada orang lain bawa Viola! Pakai hoodie hitam, saya nggak lihat wajahnya."

"Apa?! Cari dia sekarang juga! Kalau Viola nggak ketemu, nyawa lo taruhan!"

"Ba-Baik, Bos!"

Call Off.

---

Viola terbangun di ruangan asing. Nuansa abu-abu tua menyelimuti kamar itu. Tangan dan kakinya terikat ke ranjang.

“Gue… dimana ini?” desisnya, panik.

Pintu terbuka. Sosok yang familiar masuk dengan senyum sinis.

"Tenang. Lo aman," ucapnya.

Mata Viola membelalak. "Zoni?!"

"Masih inget, ya? Bagus. Berarti lo belum bisa ngelupain gue."

"Apa maumu?!"

"Gue cuma mau satu hal... yaitu lo!"

"Jangan harap! Gue nggak akan pernah mau sama bajingan kayak lo!"

Zoni tertawa sinis. "Cih, sok suci. Lo udah miskin, Viola. Masih mending gue mau sama lo."

"Lo gila. Jangan dekati gue!" teriak Viola sambil mencoba menendangnya.

Zoni mendekat, menyentuh pipinya. "Harusnya lo bersyukur. Gue masih cinta, walaupun lo bukan siapa-siapa lagi."

"Sentuh gue lagi, gue sumpahin lo mati!" bentak Viola.

Zoni mencengkram dagunya. "Gue kasih lo waktu sampai nanti malam. Kalau lo masih nolak, jangan salahin gue kalau… kehormatan lo hilang."

Dia pergi meninggalkan Viola, yang kini menggigil ketakutan.

"Ya Tuhan... lindungi aku," isaknya pelan.

---

Sedikit cerita mengenai Zoni

Zoni adalah pria obsesif yang jatuh cinta pada Viola sejak dulu. Hubungan mereka ditentang karena Papa Viola pernah mengalahkan perusahaan Papa Zoni dalam sebuah tender besar, membuat keluarga Zoni bangkrut.

Namun ketika Papa Viola meninggal, sikap Papa Zoni berubah drastis—ia malah mendukung hubungan itu karena ada kepentingan tersembunyi di baliknya.

Flashback – Dua tahun lalu

Zoni melihat Viola berjalan di kampus bersama seorang pria bernama Nendra. Mereka terlihat dekat. Zoni yang cemburu buta, memerintahkan anak buahnya menghabisi Nendra.

Dua hari kemudian, kampus heboh—Nendra ditemukan meninggal dunia danau dekat gedung Rektorat Kampusnya.

Viola datang ke rumah duka bersama sahabatnya, Dita.

"Nendra… kenapa lo tinggalin gue…" tangis Viola pecah di depan peti jenazah.

"Sabar, Vi. Lo harus kuat," ucap Dita, memeluknya.

Tiga hari kemudian, Viola meminta Papanya menyelidiki kematian Nendra. Dan dari penyelidikan itulah terkuak: dalangnya adalah Zoni.

Sejak saat itu, Viola bersumpah untuk tidak pernah memaafkan Zoni… dan menjauhinya seumur hidup.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!