Love Destiny
Refan berdiri tegap menghadap ke jendela kaca yang berada di ruangannya . Tangan nya dimasukkan ke dalam kantong celana bahan yang ia pakai.
Dia sibuk memandang langit cerah dari balik jendela itu . Laki-laki tampan dengan tinggi 187 cm, postur yang tegap, wajah tampan dihiasi dengan rahang yang tegas, bibir tipis yang seksi , hidung mancung, mata abu-abu yang indah .
Namun di balik semua keindahan di tubuhnya dia memiliki sifat yang dingin dan kaku. Di usia nya yang menginjak 28 Tahun, belum pernah ada satu wanita pun yang berhasil mencuri hatinya.
Dan entah apa yang sedang di pikirannya, laki-laki dengan postur tegap itu hanya diam berdiri di tempatnya sekarang.
“Fan? kamu masih disini?”
Panggilan itu membuat nya terpaksa menoleh ke sumber suara. Terlihat seorang wanita paruh baya membuka pintu dan berjalan kearahnya.
“Ya Bu.” jawabnya singkat.
“Kenapa kamu belum pulang? Sekretaris mu bilang jadwal mu sudah selesai.”
“Ini sebentar lagi juga pulang bu. Ibu
sedang apa kemari?”
“Ibu hanya kebetulan lewat, dan mampir mengunjungimu ke sini. Sekarang ayo lekas lah bersiap-siap kita pulang bersama ya?”
“Baik Bu."
Refan melangkah menuju meja kerjanya dan membereskan dokumen-dokumen lalu merapikannya. Ditutupnya laptop di atas meja dan di masukkan ke tas kerjanya.
Selepas itu dia melangkah ke arah pintu dan berjalan mendekati ibunya yang sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya
“Ayo Bu." ajaknya.
“Fan, sebenarnya Ibu ke sini karena ingin minta tolong pada mu."
“Minta tolong apa bu, ibu kan bisa bilang nanti di rumah, tidak perlu repot datang ke perusahaan."
“Tidak apa-apa Fan. Oh, iya Besok kamu bisa nggak ambil pesanan ibu ke rumah pendeta Yosep?”
“Iya Bu, Refan akan ke sana besok.” sahut Refan
“Terimakasih Fan”.
“Sama-sama Ibu." jawab Refan sambil menekan tombol lift menuju lantai bawah.
***
Refan keluar dari kamar mandi dengan sebuah handuk yang melilit di lehernya. Setelah seharian bekerja wajahnya yang lusuh tadi pun berubah menjadi segar.
Dia mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil sambil mengibas-ngibas kan rambutnya yang masih basah. Dia terlihat sangat keren dengan gayanya itu.
Refan menuju lemari dan menarik salah satu kaos dan celana rumahnya dari dalam lemari bajunya tersebut. Selesai memakaikan bajunya dia turun kebawah untuk makan malam bersama dengan Ayah dan Ibunya yang sudah menunggu nya sejak tadi.
Setelah Refan bergabung, para pelayan yang sejak tadi berdiri mulai menyiapkan semua makanan untuk majikan mereka.
"Fan, bagaimana keadaan perusahaan?" Ayah bertanya setelah selesai menyuapkan makanan terakhirnya.
"Aman terkendali Ayah" jawab Refan.
"Fan, bagaimana dengan permintaan Ibu yang kemarin? Apa kamu sudah punya calon untuk di kenalkan kepada Ayah dan Ibu? Ingat Fan, Ibu bukan bermaksud untuk mendesak mu agar segera menikah, hanya saja Ibu ingin kamu sekarang mulai bisa membuka hati mu untuk seorang wanita. Agar kelak ada seseorang yang akan mengurus mu dan mendampingi mu.” ujar ibu pelan sambil menatap lekat putra semata wayangnya itu.
"Ibu tenang saja, apabila Refan sudah menemukan wanita yang tepat, aku akan membawanya ke rumah dan memperkenalkannya kepada Ayah dan Ibu.Tidak perlu khawatir Bu." Refan menjawab seadanya.
"Baiklah Nak, sekarang kembali lah ke kamar mu. Kamu pasti lelah karna bekerja seharian ‘kan?"
"Iya Bu." Refan berdiri dan berjalan melangkah ke kamarnya.
Di kamar Refan kembali mengingat perkataan sekaligus permintaan Ibunya.
Bukannya Refan tidak ingin menikah, namun sampai sekarang dia belum menemukan sosok wanita yang mampu membuatnya jatuh hati. Banyak wanita yang mau apabila di ajak menikah oleh Refan.
Tapi ia sendiri punya prinsip dalam hidupnya. Dia hanya akan menikah dengan wanita yang mampu membuat nya berdebar dan jatuh cinta.
Refan pun tak mau ambil pusing dengan itu semua. Dia percaya, suatu saat nanti, takdir akan mempertemukannya dengan seorang wanita yang mampu membuat nya berdebar.
Dia yakin akan hal itu, dan dia hanya perlu sabar untuk menunggu kapan waktu itu akan tiba.
Semua akan Indah pada waktunya bukan?
Refan membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya dan mulai terlelap berharap untuk hari esok yang lebih baik.
***
Di sisi lain...
Seorang gadis dengan postur semampai terlihat sedang asyik membaca sebuah buku. Ia menopang tubuhnya di dinding jendela.
Rambut nya di ikat cepol ke atas memperlihatkan leher jenjangnya yang putih dan mulus. Matanya yang indah terlihat fokus pada bacaannya. Sesekali ia tersenyum tipis ketika menemukan hal yang lucu pada buku yang ia baca.
Tok...tok...tok...
Ketukan pintu itu terpaksa membuatnya mengalihkan pandangannya dari buku, ia menghela napas pelan ketika suara sang Ibu memangilnya dari luar.
"Iya Bu sebentar." Gadis itu meletakan bukunya dinakas dan bergegas membuka pintu kamarnya.
"Ada apa Bu?" Riana membuka pintu dan masuk menuju sofa yang ada di kamarnya, di susul ibu kemudian.
"Ana? bagaimana pekerjaan mu Nak?" Ibu membelai lembut wajah cantik anak gadisnya itu.
"Puji Tuhan, semua lancar Bu." Riana tersenyum manis.
"Apa kamu masih mengajar anak sekolah minggu di gereja St.Yosep?"
"Iya Bu. Besok aku ingin ke sana menemui anak-anak, kebetulan besok aku libur."
"Ana, apa tidak sebaiknya kamu pergi bersama dengan Dev?"
"Hm, Tidak Bu. Aku ingin pergi sendiri. Aku akan membawa Tiana. Aku sudah merindukan keponakan kecil ku itu."
Riana tersenyum membayangkan keponakannya yang berumur 6 tahun anak dari kakak laki-laki satu-satunya.
"Baiklah kalau begitu, Ya sudah, istirahatlah. Jangan terlalu lama begadang ya."
"Iya Bu." Riana tersenyum manis dan bangkit berdiri mengantar ibunya keluar dari kamar.
Saat akan menutup pintu, Ibu kembali memanggilnya. "Ana?"
"Iya Bu?”
Terlihat Ibu sedang ragu-ragu. "Ana, Ibu tahu kamu memang tidak mencintai Dev."
Riana terdiam memandang ibunya lekat.
"Ibu tau, kamu menerima pertunangan ini karena menghormati Ibu dan Ayah mu kan? Tapi Ibu mohon, bukalah hati mu untuknya Nak, Dia laki-laki yang baik dan sudah menyukai mu sejak lama. Keluarga mereka juga sangat baik kepada kita."
Riana tersenyum tipis. "Iya bu, jangan khawatir. Aku akan berusaha menerima dan mencintai Dev." Walaupun sebenarnya Riana berat mengatakan itu tapi tetap ia tidak ingin membuat orangtuanya kecewa.
"Baiklah Nak. Terimakasih. Sekarang kamu langsung istirahat ya!" Ibu tersenyum dan berbalik beranjak dari depan kamar Riana.
Riana menutup pintu pelan. Ia bersandar di sana. Gadis itu menghela napas pelan menutup matanya untuk menetralkan kondisi hatinya.
‘Ya Tuhan, siapkan hati ku untuk menerima semua ini. Jika Devan memang jodoh ku, bantu aku untuk membuka hati ku padanya. Tapi jika Ia bukan jodoh ku, biarkan takdir cinta mempertemukan aku dengan seorang yang bisa membuat ku jatuh cinta.’
Sampai kini Riana masih percaya dengan sebuah takdir. Ia selalu menunggu, menunggu dan menunggu, hingga suatu hari dia bisa bertemu dengan seseorang yang menjadi takdirnya.
Takdir cintanya. Seseorang yang memang di ciptakan untuk dirinya. Apakah ada?
Semoga saja.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Rizki
good
2021-03-11
0
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
salken kak
asisten dadakan hadir😘
mampir yuk
semangat selalu💪
2021-01-28
2
Elly Mei
lanjut baca deh...awal yang bagus
2021-01-28
2