Refan berdiri tegap menghadap ke jendela kaca yang berada di ruangannya . Tangan nya dimasukkan ke dalam kantong celana bahan yang ia pakai.
Dia sibuk memandang langit cerah dari balik jendela itu . Laki-laki tampan dengan tinggi 187 cm, postur yang tegap, wajah tampan dihiasi dengan rahang yang tegas, bibir tipis yang seksi , hidung mancung, mata abu-abu yang indah .
Namun di balik semua keindahan di tubuhnya dia memiliki sifat yang dingin dan kaku. Di usia nya yang menginjak 28 Tahun, belum pernah ada satu wanita pun yang berhasil mencuri hatinya.
Dan entah apa yang sedang di pikirannya, laki-laki dengan postur tegap itu hanya diam berdiri di tempatnya sekarang.
“Fan? kamu masih disini?”
Panggilan itu membuat nya terpaksa menoleh ke sumber suara. Terlihat seorang wanita paruh baya membuka pintu dan berjalan kearahnya.
“Ya Bu.” jawabnya singkat.
“Kenapa kamu belum pulang? Sekretaris mu bilang jadwal mu sudah selesai.”
“Ini sebentar lagi juga pulang bu. Ibu
sedang apa kemari?”
“Ibu hanya kebetulan lewat, dan mampir mengunjungimu ke sini. Sekarang ayo lekas lah bersiap-siap kita pulang bersama ya?”
“Baik Bu."
Refan melangkah menuju meja kerjanya dan membereskan dokumen-dokumen lalu merapikannya. Ditutupnya laptop di atas meja dan di masukkan ke tas kerjanya.
Selepas itu dia melangkah ke arah pintu dan berjalan mendekati ibunya yang sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya
“Ayo Bu." ajaknya.
“Fan, sebenarnya Ibu ke sini karena ingin minta tolong pada mu."
“Minta tolong apa bu, ibu kan bisa bilang nanti di rumah, tidak perlu repot datang ke perusahaan."
“Tidak apa-apa Fan. Oh, iya Besok kamu bisa nggak ambil pesanan ibu ke rumah pendeta Yosep?”
“Iya Bu, Refan akan ke sana besok.” sahut Refan
“Terimakasih Fan”.
“Sama-sama Ibu." jawab Refan sambil menekan tombol lift menuju lantai bawah.
***
Refan keluar dari kamar mandi dengan sebuah handuk yang melilit di lehernya. Setelah seharian bekerja wajahnya yang lusuh tadi pun berubah menjadi segar.
Dia mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil sambil mengibas-ngibas kan rambutnya yang masih basah. Dia terlihat sangat keren dengan gayanya itu.
Refan menuju lemari dan menarik salah satu kaos dan celana rumahnya dari dalam lemari bajunya tersebut. Selesai memakaikan bajunya dia turun kebawah untuk makan malam bersama dengan Ayah dan Ibunya yang sudah menunggu nya sejak tadi.
Setelah Refan bergabung, para pelayan yang sejak tadi berdiri mulai menyiapkan semua makanan untuk majikan mereka.
"Fan, bagaimana keadaan perusahaan?" Ayah bertanya setelah selesai menyuapkan makanan terakhirnya.
"Aman terkendali Ayah" jawab Refan.
"Fan, bagaimana dengan permintaan Ibu yang kemarin? Apa kamu sudah punya calon untuk di kenalkan kepada Ayah dan Ibu? Ingat Fan, Ibu bukan bermaksud untuk mendesak mu agar segera menikah, hanya saja Ibu ingin kamu sekarang mulai bisa membuka hati mu untuk seorang wanita. Agar kelak ada seseorang yang akan mengurus mu dan mendampingi mu.” ujar ibu pelan sambil menatap lekat putra semata wayangnya itu.
"Ibu tenang saja, apabila Refan sudah menemukan wanita yang tepat, aku akan membawanya ke rumah dan memperkenalkannya kepada Ayah dan Ibu.Tidak perlu khawatir Bu." Refan menjawab seadanya.
"Baiklah Nak, sekarang kembali lah ke kamar mu. Kamu pasti lelah karna bekerja seharian ‘kan?"
"Iya Bu." Refan berdiri dan berjalan melangkah ke kamarnya.
Di kamar Refan kembali mengingat perkataan sekaligus permintaan Ibunya.
Bukannya Refan tidak ingin menikah, namun sampai sekarang dia belum menemukan sosok wanita yang mampu membuatnya jatuh hati. Banyak wanita yang mau apabila di ajak menikah oleh Refan.
Tapi ia sendiri punya prinsip dalam hidupnya. Dia hanya akan menikah dengan wanita yang mampu membuat nya berdebar dan jatuh cinta.
Refan pun tak mau ambil pusing dengan itu semua. Dia percaya, suatu saat nanti, takdir akan mempertemukannya dengan seorang wanita yang mampu membuat nya berdebar.
Dia yakin akan hal itu, dan dia hanya perlu sabar untuk menunggu kapan waktu itu akan tiba.
Semua akan Indah pada waktunya bukan?
Refan membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya dan mulai terlelap berharap untuk hari esok yang lebih baik.
***
Di sisi lain...
Seorang gadis dengan postur semampai terlihat sedang asyik membaca sebuah buku. Ia menopang tubuhnya di dinding jendela.
Rambut nya di ikat cepol ke atas memperlihatkan leher jenjangnya yang putih dan mulus. Matanya yang indah terlihat fokus pada bacaannya. Sesekali ia tersenyum tipis ketika menemukan hal yang lucu pada buku yang ia baca.
Tok...tok...tok...
Ketukan pintu itu terpaksa membuatnya mengalihkan pandangannya dari buku, ia menghela napas pelan ketika suara sang Ibu memangilnya dari luar.
"Iya Bu sebentar." Gadis itu meletakan bukunya dinakas dan bergegas membuka pintu kamarnya.
"Ada apa Bu?" Riana membuka pintu dan masuk menuju sofa yang ada di kamarnya, di susul ibu kemudian.
"Ana? bagaimana pekerjaan mu Nak?" Ibu membelai lembut wajah cantik anak gadisnya itu.
"Puji Tuhan, semua lancar Bu." Riana tersenyum manis.
"Apa kamu masih mengajar anak sekolah minggu di gereja St.Yosep?"
"Iya Bu. Besok aku ingin ke sana menemui anak-anak, kebetulan besok aku libur."
"Ana, apa tidak sebaiknya kamu pergi bersama dengan Dev?"
"Hm, Tidak Bu. Aku ingin pergi sendiri. Aku akan membawa Tiana. Aku sudah merindukan keponakan kecil ku itu."
Riana tersenyum membayangkan keponakannya yang berumur 6 tahun anak dari kakak laki-laki satu-satunya.
"Baiklah kalau begitu, Ya sudah, istirahatlah. Jangan terlalu lama begadang ya."
"Iya Bu." Riana tersenyum manis dan bangkit berdiri mengantar ibunya keluar dari kamar.
Saat akan menutup pintu, Ibu kembali memanggilnya. "Ana?"
"Iya Bu?”
Terlihat Ibu sedang ragu-ragu. "Ana, Ibu tahu kamu memang tidak mencintai Dev."
Riana terdiam memandang ibunya lekat.
"Ibu tau, kamu menerima pertunangan ini karena menghormati Ibu dan Ayah mu kan? Tapi Ibu mohon, bukalah hati mu untuknya Nak, Dia laki-laki yang baik dan sudah menyukai mu sejak lama. Keluarga mereka juga sangat baik kepada kita."
Riana tersenyum tipis. "Iya bu, jangan khawatir. Aku akan berusaha menerima dan mencintai Dev." Walaupun sebenarnya Riana berat mengatakan itu tapi tetap ia tidak ingin membuat orangtuanya kecewa.
"Baiklah Nak. Terimakasih. Sekarang kamu langsung istirahat ya!" Ibu tersenyum dan berbalik beranjak dari depan kamar Riana.
Riana menutup pintu pelan. Ia bersandar di sana. Gadis itu menghela napas pelan menutup matanya untuk menetralkan kondisi hatinya.
‘Ya Tuhan, siapkan hati ku untuk menerima semua ini. Jika Devan memang jodoh ku, bantu aku untuk membuka hati ku padanya. Tapi jika Ia bukan jodoh ku, biarkan takdir cinta mempertemukan aku dengan seorang yang bisa membuat ku jatuh cinta.’
Sampai kini Riana masih percaya dengan sebuah takdir. Ia selalu menunggu, menunggu dan menunggu, hingga suatu hari dia bisa bertemu dengan seseorang yang menjadi takdirnya.
Takdir cintanya. Seseorang yang memang di ciptakan untuk dirinya. Apakah ada?
Semoga saja.
.
.
.
Bersambung...
Riana berlari-lari kecil mengejar Tiana keponakannya yang sore ini ia bawa ke gereja. Nampak wajah cantiknya yang semakin cantik dengan tawa yang menghiasi wajah itu.
“Heii... gadis kecil jangan lari, bibi akan menangkap mu....” gadis itu tertawa lagi sambil terus berlari mengejar gadis kecil di depannya.
“Ha..ha..ha... Bibi ayo tangkap aku kalo bisa. Hahaha.” Gadis kecil itu berlari mencoba menghindari dari tangkapan sang bibi yang terus mengejarnya.
Hingga...
Bukkk!!
Auu.... Aduhh!! Riana meringis sakit karena baru saja tanpa sengaja menabrak tubuh seseorang hingga dirinya jatuh dan terduduk di tanah.
“Maaf, apa anda baik-baik saja?” Suara bariton Refan menyapa gadis yang baru saja menabrak tubuhnya tadi.
“Iya..iya saya baik-baik saja." Riana masih menundukkan wajahnya dan membersihkan debu yang ada di celana nya karna sempat terjatuh ke tanah tadi. Rambutnya menutupi wajahnya selagi dia membersihkan nya dengan tangan.
Dirasa sudah bersih ia pun mendongak dan menghadapkan wajahnya ke orang yang ditabraknya tadi .
“Sekali lagi maaf ya, saya benar-benar tidak sengaja tadi?”
Pria tampan dengan iris mata abu-abu itu terdiam sesaat setelah menatap wajah Riana. Suara gadis itu mengalun lembut di telinganya.
Sesaat ia hanya diam dan menatap lekat wajah lembut itu. Tak peduli dengan tatapan orang-orang yang sedang lalu lalang di sekitar mereka.
Jantung Refan bergetar hebat. Belum pernah ia merasa kan hal ini sebelumnya. Mata jernih gadis itu mampu menghipnotisnya sampai membuat tubuhnya membeku tak mampu berkata apapun.
Dia masih tetap menatap sosok gadis cantik dan lembut yang ada di hadapannya dengan kedipan mata pelan.
Sementara Riana hanya menatap heran pria di depannya yang entah mengapa malah diam saja setelah dia mengucapkan kata maaf. Karna tak mendapat respon dari pria yang ia akui tampan itu, gadis itu pun hendak berlalu.
“Hmm, maaf kalau begitu saya permisi dulu.” katanya hendak beranjak dari situ.
Baru saja kaki Riana hendak melangkah, Refan tiba-tiba mengerjap. Ia menahan tangan gadis itu.
“Heuh??” Riana menatap heran, alisnya mengerut protes karna tiba-tiba pria itu seenaknya saja pria memegang tangannya.
“Ah....maaf kan saya” Refan buru-buru melepaskan tangannya. “Perkenalkan, nama saya Refan, boleh saya tau siapa nama mu?” Refan mengulurkan tangannya ke hadapan gadis itu.
“Riana”. ucapnya sambil mengulurkan tangan menyambut uluran tangan Refan.
Gadis itu tersenyum manis. Senyum manis Riana kembali membuat Refan membeku. Ia benar-benar terpana dengan sosok gadis yang ada di hadapannya saat ini.
Riana kembali mengerutkan alisnya bingung. Ada apa dengan pria ini? Kenapa menatap ku seperti itu, pikirnya.
“Permisi, kenapa anda melihat saya seperti itu dari tadi? Apa ada yang aneh dengan wajah saya?" ujarnya sambil menunjuk dirinya sendiri.
Refan mengerjap dan tersadar dari tatapan terpesonanya.
“Ahh..maafkan saya. Saya hanya ehh.. hanya_” mendadak Refan kesulitan berbicara.
“Hanya apa?” Riana semakin dibuat bingung dengan pria tampan di hadapannya ini.
“Ah, ti..tidak ..tidak apa-apa.” Refan tersenyum kikuk.
Kemudian terdiam lagi menatap gadis di hadapannya. Dia mengedip pelan sambil memandang lekat wajah gadis itu, dia tersenyum tipis dan bergumam pelan
“Hanya saja aku tidak pernah bertemu dengan gadis seindah dirimu sebelumnya selama hidup ku, Riana.”
Kata-kata itu keluar sangat pelan dan lembut dan sayangnya Riana tak dapat mendengarnya dengan jelas. Karena memang tempat mereka berada sekarang adalah di halaman sebuah gereja yang di lalui banyak orang orang dan anak-anak yang sedang bermain.
“Bibi, kenapa tidak mengejar ku lagi??” Suara anak kecil itu memecah keheningan diantara Refan dan Riana yang sedari tadi hanya sibuk tatap-tatapan. Ya, Refan dengan tatapan terpesonanya akan gadis cantik di hadapannya, dan Riana dengan tatapan bingung akan pria aneh didepannya yang sedari tadi hanya diam sambil menatapnya.
Riana pun berlalu tanpa permisi lagi pada pria yang di anggapnya aneh itu. Gadis itu kembali bergabung dengan anak-anak yang sedari tadi menunggunya.
Riana kembali fokus dan tertawa riang bersama anak-anak sekolah minggu itu.
Sementara Refan, dia kembali menatap fokus pada gadis itu dan kembali bibirnya yang kaku mengulas senyum yang begitu indah dengan tatapan mata yang berbinar-binar.
'Ibu, akhirnya aku menemukannya. Aku menemukan gadis yang membuat jantung ku berdebar. Dan aku berjanji, aku pasti akan mendapatkannya.' Refan berucap dalam hati , bersorak riang dan berlalu dari tempat itu dengan hati yang optimis.
'Ya , Aku akan mendapatkannya.' Tekadnya dalam hati.
Riana menoleh ke arah pria tampan yang sempat ia tabrak tadi. Refan sudah tidak ada di sana. Ia tersenyum tipis entah kenapa. Saat pertama melihat Refan, ia juga merasa terpesona dengan wajah tampan itu.
Terutama saat ia melihat mata abu-abu itu memandang nya dengan tatapan dalam yang membuat hati seorang Riana merasa hangat.
Riana termenung cukup lama. Menyadari perasaannya yang entah mengapa berdesir ketika mengingat tatapan Refan tadi.
Sungguh ia bingung dengan kondisi hatinya saat ini. Ini pertama kali dalam hidupnya ia begitu tertarik dengan seorang laki-laki.
Apa ini yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama? Tebaknya dalam hati. Ah, tapi mana mungkin, sangkal nya kemudian.
"Ana?" Suara itu menyadarkan Riana dari lamunannya. Ia menoleh dan mendapati Devan tunangannya sudah ada di sana.
"Dev? sedang apa kamu disini?" Riana mengernyit bingung. Entah mengapa dia kesal melihat Devan menyusulnya ke gereja.
"Aku ingin menjemputmu, kata Ibu kamu ada disini." Devan tersenyum manis.
Riana terdiam menatap Devan lekat. Wajah pria itu tampan. Sangat tampan di hiasi dengan mata coklat yang bening, hidung yang mancung, rahang yang tegas, bibir tebal yang merah alami, postur tubuh yang ideal dan atletis.
Tidak ada sedikit pun yang kurang dari diri seorang Devan. Dan jangan lupakan, Ia adalah seorang pengusaha sukses dan tentu orang yang sangat baik bagi orang yang mengenalnya.
Tapi, kenapa? kenapa Aku tidak bisa mencintainya? sama seperti dia yang mencintai ku. Pertanyaan itu kembali muncul dalam pikiran Riana.
Sungguh ia sendiri bingung untuk menjawab pertanyaan itu.
Riana kembali teringat dengan Refan, pria yang beberapa saat yang lalu tanpa sengaja ia tabrak dengan tubuhnya.
Riana bisa merasakan perasaan aneh yang sangat sulit ia artikan ketika berhadapan dengan pemuda itu tadi. Walau hanya beberapa menit ia berada di dekat pria itu, entah mengapa hati Riana sangat nyaman. Ya Tuhan, perasaan apa ini.
"Ana, Are you ok?" Devan yang sedari tadi berdiri di depan Riana berusaha menyadarkan Riana dari lamunannya.
"Heuh??"
Riana tersentak kaget, "Ah, iya aku baik-baik saja Dev. Bisa kamu antar aku pulang sekarang?" Riana menatap Devan. Sungguh yang ia inginkan saat ini adalah pulang dan istirahat di kamar.
"Okay." Devan tersenyum. Ia mengulurkan tangannya hendak meraih tangan Riana, namun gadis itu menolak dengan halus dan segera berjalan mendahului Devan.
Devan hanya bisa tersenyum sendu. Sadar bahwa ia belum memenangkan hati Riana.
Riana kembali masuk ke rumah setelah tadi ia mengantar keponakannya ke rumah kakaknya. Setelah ia pamit dengan Devan, ia buru-buru masuk ke kamarnya dan menutup pintu.
Gadis itu kembali termenung menatap jendela kamar yang menampilkan cahaya matahari yang hampir redup hendak tenggelam. Berusaha menetralkan kondisi hatinya yang entah mengapa sejak bertemu dengan Refan menjadi kalang kabut tak menentu.
.
.
.
Bersambung...
Refan terlihat baru keluar dari mobilnya, setelah beberapa saat yang lalu ia memarkirkan mobilnya di garasi.
Dia melangkah masuk ke rumah besar nan mewah itu dengan langkah panjang sambil membawa sebuah bungkusan di tangannya .
“Selamat datang Tuan, nyonya sudah menunggu anda di ruang keluarga” Sapa kepala pelayan yang sedang berdiri di depan pintu di ikuti beberapa pelayan lainnya.
Pelayan tersebut mempersilahkan Tuan mudanya masuk dan menunduk dengan hormat
“Terimakasih”.
Refan melangkah menuju ke ruang keluarga. Di sana dia melihat Ibu dan Ayahnya tengah bersantai sambil menikmati secangkir Teh hangat.
Hari ini adalah hari minggu saat mereka santai sejenak melepas lelah.
“Fan, kamu sudah kembali nak?”
“Ya Bu." Jawab Refan sambil menyerahkan bungkusan yang tadi dipegangnya ke tangan ibunya.
“Terimakasih Nak” Ibu tersenyum senang dan mengulurkan tangan untuk mengambil bungkusan dari tangan putra nya itu.
”Apa Pendeta Yosep mengatakan sesuatu padamu tadi?”
“Hm? Sesuatu apa Bu?” Tanya Refan.
"Oh.. Tidak ya. Ya sudah, apa kau ingin teh hangat juga Fan?”
“Tidak usah Bu." tolak Refan dengan halus. "Aku ingin kembali ke kamar dulu. Ada sedikit pekerjaan yang harus ku selesaikan."
Refan beranjak berdiri. “Ayah, aku permisi ke kamar dulu."
Setelah permisi kepada kedua orang tuanya Refan segera bergegas masuk ke kamarnya.
Dia mendudukkan dirinya di atas sofa dan meraih laptop yang ada di atas meja.
Dia membuka laptop itu dan mulai membaca satu persatu email dari sekretarisnya untuk di periksa olehnya. Walaupun ini hari minggu, tapi tetap saja dalam kondisi senggang ia tetap bekerja dari rumah.
Setelah beberapa saat, Refan terdiam dan kembali bibirnya mengulas senyum samar hampir tidak terlihat.
Bayangan pertemuannya dengan Riana tadi kembali melintas dalam pikirannya.
Siang itu dia memang di suruh oleh ibunya untuk mengambil pesanannya ke rumah pendeta Yosep
Namun, saat hendak menuju halaman belakang gereja tempat Pendeta Yosep tinggal tiba-tiba seseorang menabrak tubuh tingginya.
Pada saat itu banyak anak-anak yang sedang berlari-lari di halaman depan gereja itu. Saat itulah ia bertemu dengan Riana. Gadis cantik dengan wajah yang lembut, senyum dan mata yang indah.
Refan tanpa sadar kembali tersenyum sambil menopang dagunya.
‘Gadis yang indah, kemana saja kamu selama ini Riana? Kenapa baru sekarang aku bisa bertemu dengan mu?’. Gumam Refan Pelan.
Sepertinya Refan sudah jatuh hati dengan gadis yang bernama Riana sejak pertama kali iya menatap mata dan melihat senyum teduh nan indah miliki gadis itu.
Refan percaya, takdir cinta akan membawanya untuk bertemu kembali dengan gadis itu.
Gadis pertama yang mampu membuat getaran indah di dadanya.
Gadis pertama yang mampu membuat nya terpesona.
Saat Refan sedang asyik melamun, dia mendengar suara ketukan dari pintu kamarnya.
Tok...tok...tok...
"Fan, apa Ibu bisa masuk Nak?" tanya Ibu dari luar.
"Masuklah Bu, pintunya tidak dikunci" jawab Refan dari dalam kamar.
Pintu kamar terbuka perlahan. Ibu berjalan pelan ke sofa dan duduk di sebelah putra semata wayangnya itu.
"Kamu sedang apa Fan?" tanya Ibu sambil memperhatikan putranya yang tengah sibuk mengetik sesuatu di laptopnya.
Sesaat setelah Refan selesai membalas email sekretarisnya itu dia pun mematikan laptop dan menaruhnya di meja.
"Ada sedikit pekerjaan Bu, dan sudah selesai"
Refan tersenyum sambil menatap Ibunya nya. "Ibu sedang apa ke kamar ku?"
"Hmm,, ada sesuatu yang ingin Ibu sampaikan pada mu Fan." jawab Ibu ragu-ragu.
"Apa itu Bu? Katakanlah."
Ia penasaran hal apakah yang ingin di sampaikan oleh Ibunya itu. Dalam hati Refan berdoa semoga saja Ibu tidak bicara aneh-aneh mengenai perjodohannya dengan wanita pilihannya itu lagi.
Jujur Refan sungguh bosan jika Ibunya tidak gentar-gentarnya selalu berusaha mengenalkannya dengan wanita-wanita yang satupun tak menarik dihatinya.
"Fan, sebenarnya Ibu ingin mengenalkan mu dengan sepupu Pendeta Yosep, dia baru saja menyelesaikan studi nya dari Roma dan__"
"Buuu??" Refan memotong perkataan ibunya.
Dia mendengus kesal, baru saja dia berdoa dalam hati agar Ibunya tidak membicarakan soal jodoh-menjodohkan , tapi Ibunya malah mau mengenalkannya lagi dengan wanita lain sekarang. Refan benar-benar lelah dan jenuh di jodoh-jodohkan seperti ini.
"Fan, apalagi yang kau tunggu Nak? Kau sudah dewasa dan mapan, sudah saatnya kau mencari pendamping hidup mu.” Ibu menghela nafas pelan.
Dia tau putranya akan bereaksi seperti apa ketika dia berbicara soal perjodohan. Tapi apalah dayanya sebagai orang tua. Dia hanya menginginkan yang terbaik untuk putranya.
"Baiklah Nak, maafkan Ibu yang terlalu memaksa mu, tapi Ibu hanya berpesan, segera lah pikirkan soal masa depan mu. Pendamping hidup itu sangat perlu untuk masa depan mu kelak.” Ibu membelai kepala Refan lembut, kemudian beranjak berdiri hendak keluar dari kamar putranya itu.
"Bu?" panggil Refan pelan. Langkah Ibu terhenti di depan pintu kamar. Dia menoleh ke arah putranya.
"Iya Nak?" Ibu menjawab sambil membalikan badan menghadap Refan.
"Maafkan Aku." Refan menunduk merasa bersalah kepada Ibunya.
Perkataan ibunya tadi memang benar. Dia memang membutuhkan sosok pendamping dalam hidupnya.
"Dalam waktu dekat aku berjanji akan membawa gadis pilihan ku untuk ku perkenalkan pada Ibu dan Ayah. Hanya beri aku sedikit waktu untuk itu." Refan berucap pelan dan yakin.
Ia kembali mengingat Riana, dia akan mencari dan menemui gadis itu lagi dan mengutarakan isi hatinya perlahan.
"Benarkah?" tanya Ibu dengan mata berbinar-binar. Betapa senangnya dia mendengar perkataan putranya barusan.
"Iya Bu. Aku berjanji untuk itu." jawab Refan dengan pasti. Dia tersenyum melihat wajah bahagia Ibunya.
Sekarang, tinggal mencari dan menemui Riana kembali, mendekati gadisnya itu dengan perlahan, mengutarakan perasaannya dan membawanya ke hadapan Ibu dan Ayahnya.
Memperkenalkannya sebagai calon menantu. Ah, membayangkan nya saja sudah membuat Refan senyum-senyum sendiri. Dalam hati dia berdoa, semoga semua berjalan dengan baik sesuai harapannya.
Good Luck Refan.
.
.
.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!