Siang ini setelah sholat dzuhur ustdaz Haer memintaku untuk mengantarkan satu pacs kitab berjudul Ahlaqulil banat.
"Tolong antarkan kitab ini ke ustadjah Nawa yah." perintah ustadz Haer padaku.
"Na'am ustadz." Jawabku.
"Jangan lama-lama ya, setelah itu langsung balik lagi kesini, tidak boleh bercakap cakap dengan santri putri, awas jika sampai ketauan ustadz kamu bercakap cakap lama dengan santri putri, ustadz botaki rambutmu." Ancam ustadz Haer sambil mengacung-acungkan telunjuknya didepan wajahku.
"Waduh, baik ustadz Adef akan segera balik lagi." Jawabku penuh rasa takut.
Setelah berpamitan pada ustdaz aku meminta dzaki untuk menemaniku mengatarkan kitab-kitab pesanan ustadzah, karena menuju area santri putri cukup jauh aku meminjam sepeda milik salah satu dari ibu dapur.
Aku dan Dzaki mulai berjalan menggunakan sepeda melewati asrama santri putra yang amat panjang, masjid pondok yang begitu menjulang tinggi nan indah, ternyata banyak sekali santri putra, jumlahnya tidak kurang dari delapan ratus murid, bahkan aku tidak hapal betul semua nama nama santri Daruttakwa terkeculi yang satu kelas denganku, satu kamar atau satu jadwal piket denganku.
padahal aku sudah kelas dua dan sebentar lagi akan menjadi mudabir yang mana seorang mudabir tentu harus membimbing santri-santri lain.
perjalanan cukup panjang tak terasa kami sudah mulai memasuki asrama santri putri, tidak kalah dengan santri putra ternyata santri putri asramanya sangat indah dan menjulang tinggi bedanya asrama santri putri terlihat lebih rapih dan bersih.
"Pasti qismul nadofah nya rajin atau jangan jangan galak lagi." Aku mengira-ngira sendiri dalam hati.
Melihat ada santri putra yang berjalan ke lingkungan santri putri aku dan dzaki pun menjadi pusat perhatian mereka, diantara mereka ada yang sedang membaca buku, ada yang sedang duduk mengobrol dan berjalan ke arah maksof , karena rasa malu aku menggoes lebih kencang sepedanya.
"Adef pelan-pelan saja nanti kita jatoh." Teriak Dzaki.
"Tenang saja ki aku sudah ahli mengendarai sepeda dengan kencang." Jawabku menenangkan Dzaki.
"Sebentar lagi sampai tenang saja." Teriaku padanya, aku masih terus menggoes sepeda dengan kencang.
"Alhamdulillah, sudah sampai ki, ayo turun." aku dan Dzaki berhenti didepan maktabah santri putri.
"Assalamu alaikum ustadzah." Aku dan dzaki menghampiri ustadjah yang kebetulan sedang fokus main hape didepan maktabah.
"Wa alaikum salam, ada apaa." Tanya ustadzah itu dengan ramah, aku sempat melirik wajahnya yang glowing tanpa make up itu.
"Anu ustadzah, kami di suruh ustadz Haer untuk mengantarkan ini." Aku memberikan satu pacs kitab yang masih disampul plastik tipis.
"Ohh iyaa itu pesanan ustadzah, syuron ya." Ucap ustadzah itu sambil membuka sampul plastiknya.
"Afwan ustadzah, kami izin pamit kembali ke asrama." Aku meminta izin padanya untuk cepat cepat kembali.
"Naam tafadol, syuron." Ucap ustadzah itu.
Aku dan dzaki pun kembali menaiki sepeda.
"Siap siap Dzak, aku akan menggoes sepeda lebih kencang dari pada tadi." Perintahku pada Dzaki.
"oke siaap." Teriak Dzaki.
Akupun menggoes kencang sepeda, melalui para santri putri yang masih terlihat masih bersantai-santai didepan asrama, akan tetapi sangat malang tiba tiba sepeda yang kami tumpangi berjalan lambat padahal aku menggoesnya dengan cepat.
"Def def berhenti def ban belakangnya kempes." Teriak Dzaki.
"Apaaaah." Aku kaget dan segera turun dari sepeda.
Kulihat bannya memang sudah sangat kempes sehingga tidak bisa untuk dipakai.
"Dzaak kita harus mendorongnya." Bisikku pada Dzaki.
"Iyah Def, aku yang mendorong dan kau yang menuntun." Ucap Dzaki.
Aku dan Dzaki terpaksa berjalan kaki dengan menuntun sepeda melewati para santri putri, padahal perjalanan menuju santri putra masih jauh.
"Permisi mbaa." Ucapku pada sekelompok santri putri yang sedang duduk didepan asramanya.
"Silahkan." Jawab para santri putri itu.
kami terus menuntun sepeda sampai ujung asrama putri, siang ini sungguh memalukan dan memilukan.
"Deef tau gaa tadi ada mba santri cantik yang tersenyum padaku." Ucap Dzaki setelah kami berjalan jauh dari lingkungan santri putri.
"Oh jadii dari tadi kau memperhatikan santri putri." Tanyaku sedikit meledek padanya..
" Tidaaak def. " Jawabnya.
"Terus bagaimana kau bisa tau ada santri putri yang tersenyum padamu." Tanyaku heran.
"Soalnya aku yang mengajaknya senyum heheehe."Jawab Dzaki.
"Ada ada saja kau ini." Ledeku padanya.
Aku dan dzaki terus menuntun sepeda sebentar lagi sampai. Sungguh momen siang hari ini tidak bisa dilupakan suatu saat pasti aku tertawa mengingat hal ini.
Bersambung...........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Puan Harahap
kwa kwa untung dibalas senyumnya klo dilempar sandal makin nggak bisa lupa he he
2021-01-23
0
Bunda Alza
anakku masuk ponpes tiap hari nangis
2020-10-16
0
Nona sweet
Kasihannn Adef and Dzakii..wkwk
2020-10-14
0