The power of santri
Ma'had atau pesantren adalah tempat di mana para pencari ilmu berada, tempat di mana seseorang harus bisa menahan rindu kepada keluarganya, tempat di mana terkadang kita merasa menjadi orang yang paling tidak beruntung tinggal di pesantren, karena hampir seluruh waktu harus digunakan untuk belajar dan belajar.
Tapi di sinilah tempat di mana nantinya para orang-orang hebat dilahirkan, oleh karena itu abahku dengan penuh rasa semangat mengantarkanku ke sebuah pesantren besar satu tahun yang lalu.
"Belajar sungguh-sungguh yaa nak." Pesan abahku sebelum pulang.
Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk belajar sungguh-sungguh di sini, agar kelak menjadi manusia yang berguna untuk semua orang, terutama untuk abahku, untuk almarhumah ibuku dan untuk kedua adik perempuanku.
Sebetulnya sangatlah tidak mudah untuk bisa masuk di pesantren besar ini, setiap tahunnya banyak calon santri yang mendaftar, karena seleksinya cukup sulit banyak pula dari mereka yang tidak beruntung.
Aku salah satu orang yang beruntung, bisa diterima di pondok pesantren besar bernama DARUTTAKWA.
Sebuah pondok pesantren yang bangunannya hampir menjulang tinggi, sangat luas dan semua fasilitasnya hampir memadai.
Pemiliknya pun seorang kiyai besar bernama KH.Gusti, beliu adalah salah satu alumni dari UNIVERSITAS ISLAM MADINAH.
Sore hari setelah selesai melaksanakan shalat ashar berjamaah, sebagian santri sibuk tandif atau bersih-bersih, itupun bagi santri yang mempunyai jadwal piket hari ini, adapun bagu santri yang tidak memiliki jadwal piket, mereka bebas melakukan aktifitas lainnya. Seperti, mengantri untuk mandi, jajan di maksof, bermain bola di mayidan, atau hanya sekedar bercanda tawa saja bersama teman-teman lainnya.
"Ingat Def, waktumu sangat berharga." Bisik hatiku sambil berjalan menuju tempat yang biasanya sepi dan nyaman untuk menghafal.
"Adeef........Adefff....."
Aku mencari asal suara yang berteriak memanggil namaku, dan ternyata mereka teman-temanku. Aku segera menghampiri mereka.
"Madza bika yaa akhi, ada apa kalian memanggilku?" Tanyaku pada mereka.
"La basa akhi, kami hanya memanggil saja." Jawab Dzaki sambil cengengesan.
Sepertinya mereka hanya sedang berkumpul saja, tangannya kosong tanpa buku, padahal mudabir mewajibkan semua santri untuk selalu membawa kamus saku bahasa arab kemana pun mereka pergi, kecuali ke kamar mandi.
"Dari pada kita menganggur, sedangkan waktu kita hanya akan terbuang sia-sia, lebih baik kita menghafal yuuk." Ajakku pada mereka.
"Iyya bener tuh, bukannya nanti malam kelas kita belajar hadits yaa." Ucap Wildan.
"Ohh iyaa, bukannya ente punya hafalan yaaah?" Tanya Dzaki pada Zidan.
"Iyayaa, Zidankan punya hukuman." Ledek Wildan.
Zidan menepuk jidatnya, ia segera berlari menuju asrama.
Sesaat kemudian ia muncul lagi membawa buku tebal lalu membukanya dan mulai mencari-cari hadits yang harus ia hafalkan.
"Naah.....ini haditsnya, ya Allah untung masih ingat, jika tidak mampuslah aku nanti malam." Ucap Zidan yang masih terlihat panik, lalu ia mencari tempat yang sepi untuk menghafal.
Sementara Zidan sedang menghafal, maka aku meminta Dzaki dan Wildan untuk menyimak hafalan haditsku.
Satu hadits yang akan dipelajari nanti malam bersama ustadz Hamdi, sebelumnya aku sudah meminjam kitab hadits dari kaka kelasku, kemudian aku catat dibuku catatan, agar ketika ustadz memberikan catatan haditsnya aku sudah mencatat lebih awal bahkan sudah hafal.
"Assalmu'alaikum, Maa sya Allah kalian aku cari kemana-mana ternyata ada di sini." Teriak Hanif, ia membawa satu kotak makanan ke arah kami.
"Lihat-lihat, aku bawa apa?" Tanya Hanif, sambil mengangkat kotak makanan itu tepat di depan mata kami.
"Martabak telorr." Dzaki membacanya sambil menunjuk ke arah bacaan kotak martabak itu.
"Waah alhamdulillah, ini namanya rezeki anak GGS." Ucapku sambil tersenyum.
"Apaan tu GGS?" Tanya Wildan sambil mengerutka keningnya.
"Ganteng-ganteng sholeeh." Jawabku sedikit tertawa.
"Whaa....ha...ha...ha....." Mereka tertawa lepas.
"Ayoo silahkan ambil." Hanif menyuruh kami untuk mengambil potongan martabak itu, serta merta kami langsung rebutan untuk mengambil satu potong dari martabak itu.
"Eh....Zidan mana?" Tanya Hanif, kala menyadari salah satu teman terdekatnya tidak ada.
"Ohh iyaa, Zidan kemana yaa?" Tanyaku pula, sambil menengok ke arah samping majelis.
"Itu Zidan di dalam majelis." Dzaki menunjuk Zidan yang masih terlihat dari bakik jemdela majelis.
"Zidaaan turid am Laa?" Hanif berteriak memanggil Zidan, Zidan puj melongok ke arah kami, lalu Hanif memperlihatkan kotak martabak itu padanya.
"Sisakan saja untukku." Teriak Zidan.
Hanif memisahkan tiga potong martabak untuk Zidan, kami masih menikmati martabak telor dari Hanif.
Senja pun telah tiba, para mudabir sudah mulai berteriak menyuruh seluruh santri untuk cepat pergi ke masjidz.
Bersambung...
Terjemaahan.. arab-indonesia.
💗Ma'had : pesantren.
💗Tandif : bersih-bersih
💗mudabir : pengurus
💗Maksof: kantin.
💗Madza bika yaa akhi: ada apa denganmu wahai saudara laki-lakiku.
💗La basa: tidak apa-apa.
💗 Turid am la : mau apa tidak
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
karyaku
hi kak mendadak menjadi istri ustadz jangan lupa mampir y
2024-10-26
0
Anisa Muchtar shah
prolog nya aja dh wah bgt nih mah🥳
2021-08-21
0
Eko Ridho
subhanallah... indahnya awal cerpen ini...
bisa membuat rindu suasana pesantren..
2021-07-04
0