Dengan perasaan yg masih terkejut, Sin Rara menoleh kebelakang. Ia kemudian membalas parkataan lelaki tua itu sambil melemparkan senyum hormat, "Bagaimana ayah bisa berada disini?"
Lelaki tua itu tak lain adalah Sin Toga. Dia adalah dewa yang ditugaskan untuk mengawasi bumi dari langit.
Ketika Sin Toga menyaksikan pembantaian yang dilakukan jutaan ekor naga di muka bumi. Ia kemudian mengambil inisiatif meminta bantuan Raja Langit untuk membasmi para naga yang akan memusnahkan bumi jika dibiarkan.
Namun, meskipun Sin Toga adalah dewa yang bertugas mengawasi bumi, ia dilarang untuk ikut campur apapun permasalahan di bumi. Karena itu ia meminta kepada Raja Langit agar mengirim Seorang Dewa atau Dewi melaksanakan misi Pembasmian Para Naga.
"Nanti Ayah ceritakan... Ayah datang untuk membantumu," balas Sin Toga sambil tersenyum ke arah putrinya.
"Lebih baik sekarang kita memikirkan bagaimana cara menghadapi lebah-lebah itu tanpa menggunakan Pedang Langit." Sin Toga kemudian mengalihkan pandangannya ke arah para naga yang ada di hadapannya.
"Binatang itu bukan lebah ayah... Mereka adalah naga yang telah memusnahkan begitu banyak makhluk hidup di muka bumi," ucap Dewi Rara lembut. Ia tersenyum mendengar candaan ayahnya.
"Tapi, apa maksud Ayah? Kenapa tidak boleh menggunakan Pedang Langit?" tanya Dewi Rara serius.
"Nanti kamu akan tahu sendiri. Gunakan Mode Menghilang dan ikuti aku!" balas Sin Toga.
Mereka berdua kemudian melesat ke arah Gerbang Naga. Dengan menggunakan Mode menghilang, maka tidak seekorpun dari para naga itu akan menyadari keberadaan mereka.
Dari dekat terlihat sebuah gua kecil di bawah Gerbang Naga.
Setelah mendarat tepat di depan mulut gua kecil itu, Sin Toga kemudian berjalan pelan masuk kedalam gua. Sin Rara yang berada di belakangnya mengikutinya sambil memperhatikan dinding-dinding gua yang dihiasi ukiran kuno.
Ukiran-ukiran kuno di dinding gua itu didominasi oleh ukiran bergambar naga dan manusia berkepala Serigala Putih. Di ukiran itu terlihat sang Manusia Serigala menyembah sujud di hadapan seekor naga yang fisiknya terlihat berbeda dari naga-naga yang pernah ditemuinya.
"Mungkinkah dalam gambar itu adalah Raja Naga," bisik Sin Rara.
Setelah mereka berdua melangkah sekitar seratus langkah dari mulut gua, mereka pun tiba di sebuah pintu gerbang. Di atas palang pintu gerbang itu tertulis "Gerbang Pertama."
"Semoga saja mereka semua masih hidup," bisik Sin Toga.
Terlihat ekspresi penasaran di wajah Dewi Rara. Ia tambah bingung dan ingin rasanya ia menanyakan maksud dari perkataan ayahnya itu. Namun melihat situasinya, ia lebih memilih diam dan meningkatkan kewaspadaan.
Dengan gerakan yang sangat hati-hati, Sin Toga mendorong daun pintu gerbang itu perlahan-lahan.
Daun pintu itu pun terbuka. Terlihat pemandangan yang amat mengerikan dari balik pintu. Ratusan mayat berserakan dilantai dengan kondisi mengenaskan.
Ada ratusan jasad manusia yang mengenakan topeng kepala serigala. Tidak satupun dari jasad-jasad manusia bertopeng itu yang utuh. Hampir semuanya tergeletak tanpa kepala.
Di antara jasad-jasad itu juga terdapat mayat serigala putih raksasa tanpa kepala.
Berbeda dengan mayat manusia bertopeng dan serigala tadi, ada tiga jasad manusia yang masih memiliki kepala namun dengan kondisi perut dan dadanya yang tercabik-cabik. Semua organ dalamnya tercecer-cecer di sekitar jasad itu.
"Kelihatannya tiga orang di antara mereka telah gugur," ucap Sin Toga saat berada di dekat ketiga jasad yang tercabik-cabik itu.
"Mungkinkah seorang di antara ketiga mayat itu adalah anak dari ketua jo," batin Sin Rara. Ia tiba-tiba memikirkan bagaimana sedihnya Ketua Jo jika mengetahui anaknya sudah mati.
"Ayo kita bergegas! mungkin kita masih sempat," ucap Sin Toga penuh harap.
Mereka berdua kemudian melesat dengan kecepatan tinggi menyusuri lorong gua. Ketika mereka sampai di depan pintu gerbang berikutnya, Sin Toga kemudian menghentikan langkahnya.
Sambil menengok ke arah tulisan, "Gerbang Para Tetua," yang berada di atas pintu gerbang tersebut, Sin Toga berpesan kepada anaknya, "Nak, di balik pintu ini, mungkin sedang terjadi pertarungan sengit antara para pendekar dari tujuh klan dan para tetua Klan Serigala Putih... Aku tidak boleh ikut campur secara langsung... Aku hanya bisa mengawasi dan memberi petunjuk jika diperlukan," ucap Sin Toga sambil memegang pundak Sin Rara.
"Ingat, Kamu jangan sekali-sekali menghunus Pedang Langit! kekuatan Pedang Langit mungkin akan menewaskan semua orang di dalam sana, termasuk para pendekar dari tujuh klan," sambung Sin Toga.
Kali ini Sin Rara yang mendorong pintu perlahan-lahan.
Orang yang berada di ruangan itu tidak menyadari kedatangan Sin Rara dan Sin Toga.
Di balik Gerbang terdapat ruangan yang luasnya kira-kira lima puluh kali seratus meter. langit-langit ruangan yang tingginya sekitar belasan meter itu ditopang puluhan pilar besar yang berdiri kokoh sehingga membuat para pendekar yang terlibat pertarungan di tempat itu bisa dengan leluasa bergerak kesana-kemari.
"Hahahahaha... Aku tidak menyangka hari ini akan kedatangan tamu dari seluruh penjuru bumi," ucap seorang sepuh yang berdiri bungkuk memegang tongkat sambil terkekeh.
"Selamat datang Pendekar Aron dari Klan Gojo di selatan, Pendekar Koroa dari Klan Konjo di timur, Pendekar Sparta dari Klan Yunan di barat dan bahkan ketua Klan Meiji, Pendekar Matsuhito... Aku sungguh tersanjung karena anda semua sudi untuk datang ke kediaman kami yang jelek ini," ucap orang tua sepuh itu lagi sabil tersenyum licik.
"Pendekar Sigong, anda tidak usah banyak bicara! Kami datang kesini adalah untuk membuat perhitungan dengan Klan Serigala Putih," ucap Sparta dengan emosi yang menggebu-gebu.
"Pendekar Sigong, anda adalah ketua Klan Serigala Putih dan anda adalah biang dari kehancuran yang dilakukan oleh para naga di luar sana... Untuk itu kami datang kesini untuk mencabut nyawa anda," tegas Matsuhito sambil mengacungkan pedang panjang miliknya ke arah Sigong.
Di sisi lain, Sin Toga dan Sin Rara yang menyaksikan perdebatan itu belum bereaksi sama sekali. mereka masih memperhatikan percakapan orang-orang yang berada tidak jauh di hadapannya itu.
"Ayah, apa yang harus aku lakukan?" tanya Sin Rara kepada ayahnya melalui ilmu telepati.
"Perhatikan saja dulu, biarkan mereka bertarung, tapi jangan biarkan keempat orang itu tewas!" jawab Sin Toga sambil menunjuk ke arah empat orang di depan Sigong.
Sin Rara kemudian menoleh ke arah yang ditunjukkan oleh ayahnya.
Sin Rara terperanjat, salah seorang dari keempat orang yang dimaksud ayahnya, melemparkan tatapan hangat disertai senyuman manis ke arahnya.
Lelaki tampan yang mampu melihat Sin Rara itu adalah anak dari ketua Klan Gojo, Aron sang Pendekar Mata Elang Langit. Ia memiliki mata yg mampu melihat semua makhluk tak kasat mata. Ia bahkan memiliki jarak pandang hingga ratusan mil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Untung Susilo
hmmmmmmmmm
2022-02-02
0
Karsito Sadewo
mulai menarik
2021-09-15
0
3 jagoan
✍✍✍✍✍✍✍✍✍💪💪💪💪💪💪💪💪
2021-01-02
1