“Sepertinya mereka berkelompok-kelompok... Aku mungkin akan mampu menghadapi mereka kalau hanya satu kelompok,” pikir Sin Rara.
Sin Rara kemudian mengarahkan pandangannya jauh mencari wilayah yang tidak ada naga disana. Ia berniat memancing sekelompok naga ke tempat yang lebih sepi, lalu menghabisinya disana.
“Oww..." Sin Rara tersenyum. Ia menemukan sebuah gurun pasir dan tak terlihat seekor naga pun berkeliaran disana.
Sin Rara kemudian terbang rendah ke arah sekelompok naga dan menyerang salah seekor naga yang paling besar dengan sebuah tendangan.
“Praakkk.”
Naga itu terpental jatuh ke tanah, perutnya yang terkena tendangan, hancur dan terlihat usus-ususnya keluar meninggalkan tempatnya.
Naga yang terkena tendangan tadi tak bangkit lagi karena sudah tak bernyawa.
“Hemm, ternyata sekuat ini kekuatanku ketika berada di bumi... Padahal aku hanya menedangnya pelan-pelan.”
Sin Rara tersenyum melihat kekuatan yang dimilikinya.
Tiba-tiba salah seekor naga yang melihat kejadian itu meraung dengan suara yang amat dahsyat.
“khkhkwaaaaaaaukhkh...”
Ribuan ekor naga lainnya kemudian membalas raungan naga itu dengan raungan yang sama.
“Waduh... Bagaimana ini?” gumam Sin Rara. Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Pedang Langit yang ada di pinggangnya.
Melihat ribuan ekor naga terbang ke arahnya, Sin Rara kemudian mencabut Pedang Langit dari sarungnya.
"Shaaapp."
Tiba-tiba, ribuan naga yang berada di radius ratusan meter dari Dewi Rara hancur lebur tak berbekas.
Dewi Rara terperangah dan berdecak kagum menyaksikan kekuatan Pedang Langit yang ada di tangannya.
"Pantas hanya aku yang diutus oleh Raja Langit dalam misi besar ini.”
Kini semua keraguan dan kegelisahan yang ada di benak Sin Rara menghilang seketika, namun ia tidak berniat menggunakan pedang itu seterusnya. Ia khawatir jika mahluk bumi yang masih hidup akan terkena imbas dari kekuatan Pedang Langit.
Sin Rara kemudian menyarungkan kembali Pedang Langit dan melesat dengan kecepatan tinggi ke arah gerombolan naga yang dilihatnya.
“Saatnya bermain-main.”
Melihat ratusan ekor naga melesat dengan kecepatan tinggi ke arahnya, tanpa ragu-ragu sedikitpun, Sin Rara kembali mengayungkan tendangannya tepat di kepala naga yang mencoba menyerangnya satu persatu.
Hanya dengan hitungan detik, ratusan ekor naga jatuh ke tanah tanpa kepala. Kekuatan tendangan dan pukulan Sin Rara membuat kepala naga-naga itu hancur berkeping-keping.
Para naga yang malang itu tidak mampu berbuat apa-apa sedikitpun. Kecepatan Sin Rara bahkan tak bisa dilihat dengan mata kepala. Kemampuannya benar-benar menjadi petaka bagi musuh-musuhnya.
Sin Rara melesat kesana-kemari seperti seekor monster yang begitu menikmati pembantaian yang dilakukannya.
Tendangan demi tendangan, pukulan demi pukulan tak henti-hentinya dia lancarkan tepat di kepala para naga yang dijumpainya.
Bak salju yang turun di musim dingin, ribuan naga itu jatuh berguguran menghantam bumi tanpa kepala.
"Ternyata sangat menyenangkan bisa membantai para naga yang tak berguna ini," ucap Sin Rara sambil tersenyum puas.
Pembantaian itu berlanjut hingga malam hari.
Permukaan bumi di area pembantaian itu kini berubah menjadi lautan jasad naga tanpa kepala.
Jumlah naga yang dilihatnya seolah tidak berkurang sama sekali, benar-benar mengganggu pikirannya.
“Dari mana datangnya semua naga ini...? Kenapa tidak ada habisnya...? Kalau saya hanya mengandalkan tendangan dan pukulan, misi ini pasti akan berjalan lama,” gumam Sin Rara dalam hatinya sambil menghabisi naga-naga itu satu persatu.
Setelah menghabisi para naga yang berada di sekitarnya, Sin Rara kemudian berpikir sejenak sebelum memutuskan untuk terbang rendah mencari tempat yang bisa ia gunakannya untuk berpikir dan mengatur rencana.
Setelah terbang beberapa saat mengitari wilayah sungai yang tidak jauh dari area pembantaiannya tadi, akhirnya dia menemukan sebuah gua kecil yang kalau dilihat dari ukurannya hanya bisa memuat dua atau tiga orang saja.
Gua kecil itu terletak di sebuah tebing batu yang cukup tinggi. Pemandangan dari mulut gua kecil itu cukup indah karena sekitar belasan meter di sebelah kirinya, terdapat air terjun yang cukup lebar dan ada sungai di bawahnya yang memiliki air yang sangat jernih.
Sin Rara kemudian duduk bersila di mulut gua kecil itu. Pedang Langit yg berada di pinggangnya kemudian dia letakkan tepat di hadapannya.
“Aku harus bisa mengendalikan kekuatan pedang ini,” ucap Sin Rara sembil memandangi Pedang Langit dengan seksama.
Sin Rara kemudian meraih bungkusan yang terikat di pundaknya kemudian membukanya. Terlihat tujuh buah mutiara yang berkilauan di balik bungkusan itu.
Cahaya yang keluar dari mutiara-mutiara itu benar-benar menyilaukan sehingga memaksa Sin Rara menutup kembali bungkusan itu.
Sin Rara menatap Pedang Langit dan bungkusan Tujuh Mutiara Kehidupan bergantian. Ia bingung bagaimana menggunakan kedua benda pemberian Raja Langit itu.
"Ah... Mungkin lebih baik besok aku menggunakan pedang ini. lagi pula tak ada lagi makhluk hidup di muka bumi ini selain para naga tak berguna itu yang harus dikhawatirkan akan terluka atau tewas oleh kekuatan pedang ini," batin Sin Rara.
Sin Rara kemudian tenggelam dalam pikirannya. Ia merasa aneh kenapa Raja Langit memilih dirinya dalam misi ini, padahal ada begitu banyak Dewa-dewi di langit yang jauh lebih kuat dan lebih berpengalaman dari dirinya.
Sin Rara merasakan ada sesuatu yang disembunyikan oleh Raja langit terkait pemilihan dirinya mengembang misi di bumi padahal ia belum pernah menginjakkan kaki sebelumnya di bumi.
"Apakah ini sebuah latihan... Ah, tidak... Tidak mungkin ini sebuah latihan... Ini adalah misi yang cukup berbahaya... Tapi, kenapa Raja Langit mau menempatkan aku dalam bahaya," batin Sin Rara terus tertanya-tanya.
Seorang pria tampan tiba-tiba terlintas di benaknya. Lelaki tampan yang tak lain adalah tunangannya itu hanya tersenyum hambar ketika melepas kepergiannya meninggalkan istana.
"Kenapa sikap pangeran Yong jadi aneh begitu ya...? Jangan-jangan ada sesuatu yang ia sembunyikan." Sin Rara menggaruk-garuk keningnya, "Ah, sudahlah... Bukankah ini menyenangkan?" Sin Rara tersenyum dan memilih membuang jauh-jauh pikiran yang tidak-tidak yang terus mengganggunya.
Selanjutnya Sin Rara memejamkan mata, kemudian menarik nafas dari hidungnya dalam-dalam lalu menghembuskannya dari mulutnya pelan-pelan. Hal itu dia lakukan berulang-ulang sembari memejamkan matanya dengan kedua tangannya dalam posisi di atas paha seperti posisi orang yang sedang bersemedi.
Sin Rara larut dalam keheningannya. beberapa saat kemudian pendengarannya terusik oleh suara manusia yang sedang melakukan percakapan. Ia kemudian memusatkan pendengarannya dan mencari sumber suara yang didengarnya itu.
Walaupun suara air terjun di dekatnya cukup keras, Sin Rara masih bisa dengan jelas mendengarkan percakapan orang-orang itu. Kekuatan pendengarannya sebagai seorang dewi dari langit benar-benar sangat peka menangkap suara yang ada di bumi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Untung Susilo
hmmmmmmmm
2022-02-02
0
Edi Muchtar
lanut thor👍👍
2021-01-10
0
3 jagoan
mantul
2021-01-02
1